Bismillaah, Wash-sholaatu Was-salaamu ala Rosuulillaah, Wa alaa Aalihii wa Shohbihii wa Man Waalaah…
Quraish Shihab… tokoh kenamaan Indonesia, ternyata punya jalinan erat dengan aliran sesat syi’ah, ini terbukti dari bukunya “Sunnah-Syi’ah bergandengan tangan, mungkinkah?”, yang banyak menyudutkan Ahlus sunnah wal jama’ah, sekaligus melakukan pembelaan kepada aliran sesat syi’ah. Kalau kita boleh berbaik sangka kepada beliau, mungkin kata yang paling pantas adalah: “Beliau sudah menjadi korban ajaran takiyah-nya sekte syi’ah”. Semoga ulasan singkat ini, bisa menjadi koreksi dan nasehat untuk beliau, sehingga menjadi sebab kembalinya beliau dari kesalahan-kesalahan yang ada, yang terlanjur beliau sebarkan dalam buku beliau di atas.
Berikut ini kami kutip sebagian kritik dari Pesantren Sidogiri terhadap Quraish Shihab, yang kami ambil dari buku terbitan Pon-pes Sidogiri “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah?” . (selanjutnya Quraish Shihab disingkat ”QS” dan Pondok Pesantren Sidogiri disingkat ”PPS”).
1. Tentang Abdullah bin Saba’
QS: ”Ia adalah tokoh fiktif yang diciptakan para anti-Syiah. Ia (Abdullah bin Saba’) adalah sosok yang tidak pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain –ilmuwan kenamaan Mesir– adalah salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia adalah hasil rekayasa musuh-musuh Syiah.” (hal.65)
PPS: Bukan hanya sejarawan Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syiah yang diakui ke-tsiqah-annya oleh kaum Syiah juga mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sa’ad al-Qummi, pakar fiqih Syiah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte Saba’iyah.
Dalam bukunya, al-Maqalat wa al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a.
Kisah tentang Abdullah bin Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syiah, An-Nukhbati dan al-Kasyi, yang menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Atas dasar keyahudiannya, ia menggambarkan Ali r.a. setelah wafatnya Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- sebagai Yusya’ bin Nun yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa a.s. Kisah Abdullah bin Saba’ juga ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46)
2. Tentang Hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dan Abu Hurairah r.a
QS: ”Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu Hurairah r.a. menyangkut Nabi -shollallohu alaihi wasallam- berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat besar Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, atau istri Nabi, Aisyah r.a.” (hal. 160)
QS: “Ulama-ulama Syiah juga berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150)
PPS: “Sejatinya, melancarkan suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah r.a. dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan dengan dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta realitas sejarah.
Jawaban untuk secuil sentilan terhadap Abu Hurairah r.a. sejatinya telah dilakukan oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak buku-buku yang ditulis oleh para ulama khusus untuk membantah tudingan miring terhadap sahabat senior Nabi -shollallohu alaihi wasallam- tersebut, diantaranya adalah al-Burhan fi Tabri’at Abi Hurairah min al-Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Aziz bin Ali an-Nash, Dr. Al-A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyatih, Muhammad Abu Shuhbah dalam Abu Hurairah fi al-Mizan, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dengan bukunya Abu Hurairah Riwayat al-Islam dan lain-lain”.
Dalam Bidayah wa an-Nihayah, Ibn Katsir mengatakan, bahwa Abu Hurairah r.a. merupakan sahabat yang paling kuat hafalannya, kendati beliau bukan yang paling utama. Imam Syafii juga menyatakan, “Abu Hurairah r.a. adalah orang yang memiliki hafalan paling cemarlang dalam meriwayatkan hadits pada masanya.” (hal. 320-322)
Karena kuatnya bukti-bukti keutamaan Abu Hurairah, maka PPS menegaskan: “Dengan demikian, maka keagungan, ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu Hurairah tidak perlu disangsikan, dan karena itulah posisi beliau di bidang hadits demikian tinggi tak tertandingi. Yang perlu disangsikan justru kesangsian terhadap Abu Hurairah r.a. seperti ditulis Dr. Quraish Shihab: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan.” (hal. 322)
“Pernyataan seperti yang dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu Hurairah dalam hadits-hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, data-data sejarah dan penelitian sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya (hadits dan sejarah).
Kekurangcakapan Dr. Quraish Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau justru menjadikan buku Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘ala Sunnah Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham betul akan status dan pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323)
Tentang banyaknya hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a., Dr. al-A’zhami melakukan penelitian, bahwa jumlah 5.000 hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah adalah jika dihitung hadits yang substansinya diulang-ulang. Jika penghitungan dilakukan dengan mengabaikan hadits-hadits yang diulang-ulang substansinya, maka hadits dari Abu Hurairah yang ada dalam Musnad dan Kutub as-Sittah tinggal 1336 saja. “Nah, kadar ini, kata Ali as-Salus, bisa dihafal oleh pelajar yang tidak terlalu cerdas dalam waktu kurang dari satu tahun. Bagaimana dengan Abu Hurairah, yang merupakan bagian dari mu’jizat kenabian?” (hal. 324)
Memang dalam pandangan Syiah, seperti dijelaskan oleh Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha’ (tokoh Syiah kontemporer yang menjadi salah satu rujukan kaum Syiah masa kini), yang juga dikutip oleh QS: “Syiah tidak menerima hadits-hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam- kecuali yang dianggap sah dari jalur Ahlul bait. Sementara hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi semacam Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Amr bin Ash dan sesamanya, maka dalam pandangan Syiah Imamiyah, mereka tidak memiliki nilai walau senilai nyamuk sekalipun.” (hal. 312)
PPS juga menjawab tuduhan bahwa Ahlusunnah diskriminatif, karena tidak mau meriwayatkan hadits dari Imam-imam Syiah. Pernyataan semacam itu hanyalah suatu prasangka belaka dan tidak didasari penelitian ilmiah apa pun. Dalam kitab-kitab Ahlusunnah, riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah. Imam Bukhari memang tidak meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq, dengan berbagai alasan, terutama karena banyaknya hadits palsu yang disandarkan kaum Syiah kepada Ja’far ash-Shadiq. Bukan karena Imam Bukhari membencinya. Bukhari juga tidak meriwayatkan hadits dari Imam Syafii dan Ahmad bin Hanbal, bukan karena beliau membenci mereka. (hal. 324-330)
3. Tentang Peng-KAFIR-an Ahlusunnah
QS: “Apa yang dikemukakan di atas sejalan dengan kenyataan yang terlihat, antara lain di Makkah dan Madinah, di mana sekian banyak penganut aliran Syiah Imamiyah yang shalat mengikuti shalat wajib yang dipimpin oleh Imam yang menganut mazhab Sunni yang tentunya tidak mempercayai imamah versi Syiah itu. Seandainya mereka menilai orang-orang yang memimpin shalat itu kafir, maka tentu saja shalat mereka tidak sah dan tidak juga wajar imam itu mereka ikuti.” (hal. 120)
PPS: “Memperhatikan tulisan Dr. Quraish Shihab di atas, seakan-akan Syiah yang sesungguhnya memang seperti apa yang digambarkannya (tidak menganggap Ahlusunnah kafir dan najis). Akan tetapi siapa mengira bahwa faktanya tidak seperti penggambaran Dr. Quraish Shihab?!
Jika kita merujuk langsung pada fatwa-fatwa ulama Syiah, maka akan tampak bahwa sebetulnya Dr. Quraish Shihab hendak mengelabui pemahaman umat Islam akan hakikat Syiah. Bahwa sejatinya, Syiah tetap Syiah. Apa yang mereka yakini hari ini tidak berbeda dengan keyakinan para pendahulu mereka.
Dalam banyak literatur Syiah dikemukakan, bahwa orang-orang Syiah yang shalat di belakang (menjadi makmum) imam Sunni tetap dihukumi batal, kecuali dengan menerapkan konsep takiyah… “Suatu ketika, tokoh Syiah terkemuka, Muhammad al-Uzhma Husain Fadhlullah, dalam al-Masa’il Fiqhiyyah, ditanya: “Bolehkah kami (Syiah) shalat bermakmum kepada imam yang berbeda mazhab dengan kami, dengan memperhatikan perbedaa-perbedaan di sebagian hukum antar shalat kita dan shalat mereka?” Muhammad Husain Fadhlullah menjawab: “Boleh, asalkan dengan menggunakan takiyah.”. (348-349)
Seorang dai Syiah, Muhammad Tijani, mengungkapkan, bahwa “Mereka (orang-orang Syiah) seringkali shalat bersama Ahlusunnah wal Jama’ah dengan menggunakan takiyah dan bergegas menyelesaikan shalatnya. Dan barangkali kebanyakan mereka mengulangi shalatnya ketika pulang.” (hal. 350-351)
Banyak sekali buku-buku referensi utama kaum Syiah yang dirujuk dalam buku terbitan PPS ini. Karena itu, mereka juga menolak pernyataan Dr. Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan Ahlusunnah hanyalah pernyataan orang awam kaum Syiah.
PPS juga mengimbau agar umat Islam berhati-hati dalam menerima wacana ”Persatuan umat Islam” dari kaum Syiah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru memojokkan Ahlusunnah dan memposisikannya di posisi zalim, sementara Syiah diposisikan sebagai “yang terzalimi”
Buku terbitan PPS ini memang banyak memuat fakta dan data tentang ajaran Syiah, baik klasik maupun kontemporer. Terhadap Imam mazhab empat, misalnya, dikutip pendapat dalam Kitab Kadzabuu ‘alasy Syiah, “Andai para dai Islam dan Sunnah mencintai Ahlul Bait, niscaya mereka mengikuti jejak langkah Ahlul Bait dan tidak akan mengambil hukum-hukum agama mereka dari para penyeleweng, seperti Abu Hanifah, asy-Syafii, Imam Malik dan Ibnu Hanbal.” (hal. 366) Sumber: http://adianhusaini.blogspot.com
demikian akhir tulisan ini, semoga memberikan tambahan wacana bagi kita, sekaligus menambah kewaspadaan kita kepada lingkungan sekitar dan akidah kita. Semoga Alloh melindungi kita dari segala yang mengganggu keselamatan kita, baik lahir maupun batin, baik di dunia maupun di akhirat… amin.
Subhaanakalloohumma wabihamdika, asyhadu allaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaiik
Memang, wacana sunni-syiah bersatu sudah sering digaung2kan oleh para ulama kontemporer yg (katanya) dari golongan cendekiawan (?) muslim ini. Tidak diragukan lagi, pak Quraish (semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukinya) telah termakan korban taqiyah kaum syiah sehingga beliau menyamakan kaidah syiah dengan kaidah Islam yg haq.
Saya sendiri heran, kenapa Abu Hurairah ra yg hapal 5000 hadits dipermasalahkan?? Sedangkan banyak dr para sahabat ra yg hapal Al Quran (6236 ayat) lengkap dengan Asbabun Nuzulnya. Bukankah sudah sering kita dapatkan dari buku2 shirah nabawiyah bahwa pada masa itu tidaklah mengherankan seorang sahabat Nabi hapal seluruh ayat2 dalam Al Quran lalu hapal hadits2 (perkataan) Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Semoga saja bapak Quraish bisa segera tersadar dari mimpinya kalau syiah dan sunni adalah bagai minyak dan air, tidak akan bisa disatukan sampai akhir zaman tiba. Sangat disayangkan sbnrnya, beliau adalah ulama yg terpandang di Indonesia, pemikirannya itu bisa membawa syubhat yg berbahaya bagi org awam yg tidak tau menahu syiah.
amin… jazakallohu khoiron atas komennya… memang aneh… seandainya Imam Syafi’i saja bisa menghafal dengan sekali dengar, dan sekali baca… mengapa heran dengan hafalan para sahabat…?!
Jangan kita samakan antara keadaan kita yang hidup di akhir zaman ini, dengan keadaan para sahabat yang hidup di era yang sangat mengandalkan hapalan… bukankah kita tahu di zaman mereka itu, orang lebih mengandalkan hapalannya dari pada tulisannya… karena banyak dari mereka yang tidak bisa baca tulis… keadaan itulah yang menjadikan generasi sahabat memiliki hapalan yang luar biasa kuatnya…
Ass.wr.wb. bismillah…Semua golongan Islam yg jumlahnya ’73 golongan’ itu-pun…InsyaAllah akan dapat dipersatukan dalam satu ‘ikatan sejati pikiran, hati & jiwa’…sehingga segala kebencian ‘akan hilang’…sehingga bahkan umat manusia pun akan dapat dipersatukan dalam satu agama tauhid; Palestina -Israel akan dapat diselesaikan dengan tiada kebencian..walaupun inipun memerlukan proses,…tapi hal ini memerlukan ‘persyaratan utama’…yaitu adanya kecintaan kepada ‘wujud akhir zaman’sebagai hablullah,’tali pertolongan’ yg diulurkan Allah Ta’ala…sesuai dengan wasiat Rasul suci Muhammad saw. Adakah Tuan2 mempunyai konsep yg lebih valid &’mungkin’ utk menyelesaikan konflik2…anatar negara, internasional…diatas,…tolong sy diberitahu…siapa tahu anda mempunyai-nya…Sy yakin Anda2 semua genius,…& dapat memberikan solusi yg lbh baik…Silahkan…
Wss wr wb…
Kita sepakat dengan kenyataan bahwa umat islam akan terpecah-pecah…
Tapi yang menjadi masalah, bagaimana menyikapi perpecahan itu?! Apakah kita akan lari dari kenyataan dengan mengingkari adanya perpecahan itu?! Ataukah kita akan berusaha mempersatukan mereka, apa pun jalan yang kita tempuh?!
Kemungkinan pertama, kita sepakat tidak memilihnya…
Kemungkinan kedua, itulah pilihan anda… tahukah anda bahwa pilihan anda juga salah?!… tahukah anda bahwa sudah menjadi sunnatulloh, bahwa umat manusia ini akan selalu berselisih, berbeda pendapat, dan dalam perpecahan??! Simaklah firman Alloh berikut ini:
“Jika tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu. Akan tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Alloh menciptakan mereka”. (Hud: 118-119) yakni, dengan adanya perpecahan itu, sehingga ada yang menjadi penghuni surga, dan ada yang menjadi penghuni neraka…
Jadi, jangan anda menjadi naif, dengan menginginkan hilangnya perpecahan yang ada… Jangan pula anda berharap mereka semua akan bersatu dalam satu atap kesepakatan…
Angan-angan itu, hanya bisa diwujudkan oleh mimpi, hayalan, dan khurofat… mengapa?! Karena Alloh telah memutuskan bahwa mereka akan selalu berselisih…, baik perselisihan itu dalam hal duniawi, ataupun dalam hal ukhrowi (agama)!
Pertanyaannya: Lalu apa yang harus kita lakukan?! Apakah Rosul -shollallohu alaihi wasallam- memberikan solusi masalah ini?!
Tidak diragukan lagi, jawabannya adalah: “Ya”, simaklah sabda beliau berikut ini:
فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة
“… Barangsiapa yang hidup setelahku, ia akan menjumpai banyak perselisihan… Maka hendaklah kalian menerapkan sunnah (tuntunan) ku dan tuntunan para kholifah rosyidah (4 kholifah setelah beliau), berpegang-teguhlah kalian dengan tuntunan mereka, bahkan gigitlah tuntunan itu dengan geraham kalian. Dan berhati-hatilah dengan amalan yang baru (dalam agama), karena setiap masalah baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat…” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah, dishohihkan oleh Albani).
Inilah solusi agung yang diberikan oleh beliau kepada umatnya… yaitu dengan berpegang teguh dengan tuntunan beliau dan empat kholifah sesudahnya… (bukan dengan berpegang teguh dengan tuntunan MGA, apapun alasannya).
Oleh karena itu, terapkan wasiat dari beliau ini, amalkan dalam diri kita dan ajaklah orang untuk menerapkannya… insyaAlloh kita akan selamat dari kesesatan… dan umat manusia tidak semakin berpecah-belah…
Ingatlah… mengapa umat islam di zaman Rosul -shollallohu alaihi wasallam- tidak banyak perselisihan seperti sekarang?! Itu karena mereka benar-benar berpegang teguh dengan tuntunan beliau… Seandainya kita bisa seperti mereka dalam menerapkan tuntunan beliau (bukan tuntunan MGA), niscaya keadaan kita akan seperti keadaan mereka… hidup yang damai, tidak banyak terjadi perselisihan… itulah sesuatu yang kita harapkan dan kita dakwahkan…
Sekian dulu… mohon maaf atas kata-kata yang kurang berkenan… wss wr wb
Untuk mas Didit yg dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala…
Mas, benar kata addariny, kita hendaknya jgn terlalu naif dengan menutup mata kita mengenai perpecahan. Selama dunia ini masih bergulir, maka perpecahan itu akan selalu ada mas, no matter what the shape, itu sudah sunnatullah. Bahkan klo kita mau merujuk buku2 syarah hadits, perbedaan itu sudah ada sejak jaman para sahabat -radhiyallahu ‘anhuma- dalam memahami perkataan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Namun mereka tidak lantas bergontok2an dan saling menjelekkan…kenapa? karena mereka amat sangat memegang teguh Qur’an dan Sunnah Nabinya bahwa, umat Islam itu bagaikan 1 tubuh, bila 1 anggota tubuh ada yg terasa sakit, maka anggota tubuh lainnya akan ikut merasakan (HR. Bukhari). Itulah mengapa pada masa sahabat khususnya masa 4 khalifatul rasyidin, umat Islam amat sangat kuat bahkan tentara Romawi pun takluk oleh kekuatan Islam.
Beda dengan skrg, kita lihat bid’ah2 menjamur, aliran2 sempalan spt syiah, ahmadiyah dll yg mengatasnamakan Islam bermunculan. Dan mirisnya lagi, ketika ada sekelompok org yg bermaksud baik dengan mengingatkan tentang bid’ah dan mengingatkan untuk kembali pada sunnah Nabi Muhammad, malah dicerca dengan sangat kasarnya dan kadang difitnah antek2 wahhabi-lah atau antek2 zionis-lah yg ingin memecah belah ummat. Naudzubillah…beginikah sikap umat Islam bila sedang diingatkan oleh saudara2 seimannya??
Ada tujuan tersembunyi dibalik kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan perpecahan, yaitu Dia -Azza wa Jalla- ingin memisahkan org2 yg kotor/sempit hatinya dari org2 yg bersih hatinya…seperti disebutkan dalam firmanNya yg mulia : “…Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.” QS Ali Imron ayat 152. Inilah hikmah yg bisa kita ambil dibalik perpecahan bahwa Allah ingin menguji keimanan kita, bahwa Allah ingin melihat mana diantara hamba-hambaNya yg memiliki hati ikhlas lg bersih dan yg memiliki kesempitan/kekotoran hati.
Sungguh telah jelas pula bagi kita semua bahwa risalah Islam ini telah komplit dan sempurna sesuai dengan firman Allah pada Surat Al Maidah ayat 3 : “…pada hari ini telah Ku sempurnakan agamamu dan telah Ku cukupkan nikmatKu…”. Dan kita sungguh2 tidak butuh sesuatu yg baru yg diada2kan manusia, kita tidak butuh syiah dan aliran2 sempalan lainnya. Cukupkanlah diri kita dengan risalah yg dibawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, jadilah kita umat Islam yg hanif, yg ikhlas menjalankan ajaran agama Islam dengan benar dan sesuai tuntunan beliau. Mulailah dari membenahi diri kita sendiri dulu, barulah kita mengingatkan saudara2 kita. Ingatlah kawan, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu sendiri tidak berniat mengubahnya. Insya Allah inilah solusi terbaik untuk umat Islam yg kini tengah krisis identitas.
Mohon maaf klo ada kata2 saya yg kasar.
Wallahu waliyut taufiq.
Syukron wajazakallohu khoir, kami ucapkan kepada akh tommi atas bantuan komennya… Semoga umat islam semakin solid dalam membendung serangan apa pun yang ditujukan kepada Islam dan penganutnya… amin…
Tetap semangat dalam jihad dengan pena dan suara… Allohu Akbar…
Menyayangkan terhadap daya fikir QS yg begitu mementahkan kembali ilmu yg bertahun tahun dia pelajarinya. Ada apa di balik semua itu? Mengapa dia melupakan dirinya sendiri dan menjatuhkan diri ke lembah binasa dg harga diri dia g selama ini di kagumi umat islam se indonesia, mengapa dia begitu mudah kena hipnotis taqiyah?.
Quraish Shihab…semoga Allah swt meluaskan kuburnya sejauh mata memandang apabila dia telah wafat…( saya heran kenapa dia meragukan Hadits Abu Hurairah, sahabat yang hidup dijaman Rasulullah SAW) apakah dia Quraish Shihab ada juga dijaman Nabi SAW……
Assalamualaikum. Wr. Wb.
1st off, maaf saya tadi tidak sengaja menekan tombol enter lalu ada tulisan Galat utk segera menuliskan komentar, manakala terlanjur tekirim saya minta maaf karena saya tdk sengaja. harap maklum…
kemudian selanjutnya, saya merasa bersyukur pada akhirnya ada user yg setuju dan berani berkata yg intinya Syiah itu sesat alias bukan Islam yg tak mungkin bisa bersatu dng sunni. Saya telah liat sendiri video shalat jamaah pengikut Syiah yg diiringi Caci Maki terhadap Abu Bakar, Umar, Usman, dan Siti Aisyah.
terus terang saja saya kecewa dng salah satu forum Islam terbesar di indonesia yg kelihatannya forumer muslim merasa TABU membicarakan SYIAH. segala yg mengandung unsur syiah langsung disensor!
Sungguh aneh para forumer muslim itu (kalau tdk mau dibilang hipokrit)! mereka berani blak-blakan mengecam Ahmadiyah namun tidak berani mengecam Syiah yg lebih mengancam Aqidah Islam krn pengikutnya jauh lebih banyak.
Alangkah anehnya kalau ada muslim yg melek teknologi, berwawasan luas, dan pandai ilmu agamanya yg memantau perkembangan aliran-aliran dlm Islam hanya terfokus pada Ahmadiyah sementara Syiah sudah jauh lebih besar dan terkenal! Ini pasti sengaja tdk dibahas!
Sama seperti FPI yg menyerbu markas Ahmadiyah tapi menyambut tokoh beragama Syiah dng takbir! Bisakah kita bersikap adil? Berani mengecam Ahmadiyah berarti berani juga mengecam Syiah!