Bismillah, Walhamdulillah, wash sholatu was salamu ala rosulillah, wa ala aalihi washohbihi wa man wa lah…
Berikut ini, kami paparkan banyak pertanyaan kritis kepada KAUM SYIAH, atau siapa saja yang masih toleran kepada ajaran yang telah disepakati oleh Ulama Ahlus Sunnah sebagai ajaran sesat itu…
Tidak lain tujuan kami, ingin mengajak mereka agar lebih kritis dalam berwacana… Menerima kebenaran walaupun banyak dicerca… Karena bagaimanapun kebenaran itu lebih berharga…
Tidak lupa kami ingatkan, bahwa tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya… (SUNNI-SYIAH… dlm diskusi akidah…)
(29) Kalau upacara memukul dada dan kepala itu memiliki keutamaan, mengapa Nabi –shollallohu alaihi wasallam- tidak melakukannya saat putranya Ibrohim meninggal?! Mengapa Ali r.a. tidak melakukannya saat istrinya Fatimah r.a. meninggal?!
(30) Kaum syiah selalu berdalil dengan hadits kisa’ (selimut) untuk menetapkan pangkat imam kepada 12 orang imamnya.
Pertanyaannya: Fatimah r.a. adalah salah satu orang yang jelas-jelas disebut dalam hadits itu, lalu mengapa dia tidak dimasukkan dalam daftar orang yang berpangkat imam??!
(31) Mengapa ketika Imam Mahdi mereka muncul, membuat perjanjian damai dengan kaum Yahudi dan Nasrani (Kristen), tapi di sisi lain ia memerangi Bangsa Arab dan Kabilah Quraisy??!
Bukankah Nabi Muhammad –shollallohu alaihi wasallam- itu dari Bangsa Arab dan dari Kabilah Quraisy??! Bukankah para imam mereka juga demikian??!.
(32) Mengapa Abu Bakar r.a. memerangi mereka yang murtad, dan mengatakan: “Andai saja mereka tidak menunaikan kewajiban zakat, yang mereka tunaiakan pada masa Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-, walaupun hanya senilai tali pelana, aku tetap akan memerangi mereka”.
Tapi di sisi lain kaum syiah mengatakan, bahwa Ali r.a. tidak mengeluarkan mushaf yang ditulisnya dari Nabi –shollallohu alaihi wasallam-, hanya karena takut akan menyebabkan banyak orang yang murtad!! Padahal ia seorang kholifah, -yang menurut kaum syiah- memiliki sifat-sifat dan pertolongan ilahi. Pun begitu, ia tetap menolak untuk mengeluarkan mushaf-nya, karena takut banyak orang yang murtad karenanya… dan merelakan mereka berada dalam kesesatan…
Sedangkan Abu Bakar r.a., bersikeras memerangi mereka yang murtad karena tidak menunaikan zakat, walaupun hanya senilai sebuah tali pelana!!
Mungkinkah hal ini ada dalam kehidupan nyata, atau itu hanya ada dalam jalan pikiran mereka??!
(33) Ahlus Sunnah dan Kaum syiah dengan seluruh sektenya, sepakat bahwa Ali bin Abi Tholib r.a. adalah orang yang sangat dan sangat pemberani, ia sedikit pun tidak takut dalam membela agama Alloh. Dan jiwa pemberaninya itu tidak pernah pupus dari awal hingga gugur sebagai syahid di tangan Ibnu Muljim.
Syiah juga terang-terangan mendakwa, bahwa Ali bin Abi Tholib r.a. adalah penerima wasiat dari Nabi –shollallohu alaihi wasallam-, untuk menjadi pengganti beliau langsung setelah beliau wafat.
Pertanyaannya: Apakah jiwa pemberani Ali r.a. itu pupus, sepeninggal Nabi –shollallohu alaihi wasallam-, sehingga ia harus membaiat Abu Bakar as-Shiddiq r.a.?! Kemudian membaiat Umar bin khottob r.a.?! Kemudian membaiat Utsman bin Affan r.a.?!
Apakah ia tidak mampu untuk naik ke mimbar Nabi –shollallohu alaihi wasallam- –walaupun hanya sekali- di masa tiga kholifah tersebut, untuk mengumumkan bahwa kekhilafahannya telah dirampas?! Atau mengatakan bahwa dialah kholifah sesungguhnya, karena dia-lah satu-satunya orang yang menerima wasiat tersebut?!
Mengapa ia tidak melakukan hal itu dan menuntut haknya, padahal kita tahu betapa dia sangat pemberani dan sangat banyak pembelanya..??!
(34) Apa yang diistilahkan dengan Hadits Kisa’,[1] hanyalah menceritakan empat orang[2] dari keluarga Ali r.a. untuk dibersihkan dari dosa.
Pertanyaannya: Lantas, mana dalilnya bahwa para imam yang lain juga dibersihkan dari dosa, apalagi dikatakan sebagai seorang yang ma’shum??!
(35) Masjid Aqsho berhasil dibebaskan pada masa Umar bin Khottob r.a., kemudian dibebaskan yang kedua kali pada masa kepemimpinan sholahuddin al-Ayyubi yang notabene adalah Ahlus Sunnah.
Pertanyaannya: Keberhasilan apa yang diraih syiah dalam sejarah??! Pernahkah mereka memperluas daerah kekuasaan Islam walaupun hanya sejengkal??! Atau pernahkah mereka menghalau musuh yang menyerang kekuatan Islam??!
(36) Kaum syiah menganggap bahwa Umar r.a. itu membenci Ali r.a.. Tapi di sisi lain kita dapati, ketika Umar r.a. keluar untuk menerima kunci kota Baitul Maqdis –sebagai tanda ia kemenangannya-, ia memilih Ali r.a. sebagai pengganti dirinya di Kota Madinah??! Dan dalam posisi seperti itu, Ali-lah r.a. yang akan menjadi kholifah, jika terjadi musibah pada diri Umar r.a.??! Apakah itu yang kalian katakan sebagaia suatu kebencian??!
(37) Ulama syiah mengatakan, bahwa anggota badan untuk sujud dalam sholat ada delapan (dahi, hidung, dua tangan, dua lutut, dan dua kaki), dan semua anggota ini harus menyentuh tanah ketika sujud.[3]
Mereka juga menyatakan wajibnya sujud ke benda yang tidak dimakan dan tidak dipakai, oleh karena itulah mereka meletakkan Turbah (serpihan tanah karbala) tepat dibawah dahi ketika sujud.[4]
Pertanyaannya: Mengapa mereka hanya meletakkan turbah-nya dibawah dahi??! Mengapa tidak meletakkannya pada seluruh anggota badan yang digunakan untuk sujud??!
(38) Kaum syiah beranggapan, bahwa apabila Imam Mahdi mereka muncul, maka ia akan menerapkan syariatnya Nabi Dawud!
Pertanyaannya: Lalu di-kemana-kan syariat Muhammad –shollallohu alaihi wasallam- yang menjadi penghapus syariat sebelumnya??!
(39) Kaum syiah berkeyakinan, bahwa para imam mereka ketika dalam kandungan, posisinya di samping badan (bukan ditengah), dan dilahirkan dari paha kanan[5] (bukan dari rahim).
Pertanyaannya: Bukankah Muhammad –shollallohu alaihi wasallam- itu nabi dan manusia yang paling mulia?! Tapi meskipun begitu, beliau tetap dikandung di perut ibunya dan dilahirkan juga dari rahim ibunya, sebagaimana manusia biasa…
(40) Abdulloh bin Ja’far as-Shodiq adalah saudara kandung Ismail bin Ja’far as-Shodiq. Keduanya adalah putra dari Fatimah binti Husain bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Tholib r.a. Jadi mereka berdua adalah sayyid dari keturunan Husain r.a.
Pertanyaannya: Mengapa sayyid Abdulloh bin Ja’far tidak menjadi Imam, setelah meninggalnya saudara kandungnya sendiri??!
(41) al-Kulainiy meriwayatkan dalam kitabnya al-Kafi: …dari Abu Abdillah: “Bahwa Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- dulu membenci warna hitam kecuali pada tiga hal: Khuf (selop), Imamah (sorban) dan kisa’ (selimut).[6]
Al-Hurrul Amili meriwayatkan dalam kitabnya al-Wasa’il: bahwa Amirul Mukminin Ali r.a. mengatakan kapada para sahabatnya: “Janganlah kalian berpakaian hitam! karena sesungguhnya itu adalah pakaiannya Fir’aun”.[7]
Dalam kitab Uyunul Akhbar (1/26): …dari Ali bin Abi Tholib r.a., dari Rosul –shollallohu alaihi wasallam-: “Bahwa sesungguhnya hitam itu warna pakaian musuh”. Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat dalam kitab syiah yang senada dengan ini.
Pertanyaannya: Dengan banyaknya riwayat yang mengecam warna hitam pada pakaian, lantas mengapa kaum syiah tetap memakainya, bahkan mereka memuliakannya dan menjadikannya sebagai pakaiannya para sayyid mereka??!.
(42) Seandainya ada orang yang ingin menganut syiah, kelompok mana yang ia harus pilih dari sekian banyak sempalan syiah??! Ada yang Imamiyah, Ismailiyah, Nashiriyah, Zaidiyah, druziyah… dst, padahal mereka semua mengaku sebagai ahlul bait (keluarga nabi), mengakui akidah imamah, dan semuanya memusuhi para sahabat nabi??! Bahkan mereka semua juga mengaku, bahwa pada kelompok merekalah pokok ajaran agama yang benar…??!
(43) Kaum syiah beranggapan, bahwa diantara syarat menjadi imam: harus mukallaf (yakni: berakal dan sudah baligh), tapi di sisi lain mereka mengatakan, bahwa imam mereka yang menghilang (Muhammad al-Askariy) telah meraih pangkat imam dalam usia lima atau tiga tahun.
Pertanyaannya: Mengapa syarat itu tidak diterapkan juga pada imam terakhir ini??!
(44) Banyak ulama syiah, -khususnya mereka yang hidup di Iran- tidak menguasai bahasa arab, lalu bagaimana mereka bisa menggali hukum dari Alqur’an dan Hadits??!
Bukankah pengetahuan berbahasa arab adalah salah satu syarat mutlak untuk menjadi seorang yang alim ajaran Islam??!
(45) Kaum syiah berkeyakinan bahwa mayoritas sahabat Nabi –shollallohu alaihi wasallam- adalah kafir dan munafik, kecuali hanya sedikit sekali dari mereka. Jika memang demikian, mengapa kaum mayoritas yang kafir itu tidak menyerang kaum minoritas yang bersama Nabi –shollallohu alaihi wasallam-??!
Jika mereka mengatakan: bahwa para sahabat itu murtad setelah Nabi –shollallohu alaihi wasallam- wafat kecuali 7 orang. Mengapa kaum mayoritas yang kafir itu tidak menyerang kaum minoritas yang hanya berjumlah tujuh orang saja??! Mengapa mereka tidak mengembalikan agama nenek moyang mereka??!
(46) Apakah rasional, jika ternyata Nabi –shollallohu alaihi wasallam- gagal dalam memilih para sahabatnya, sedangkan si khomaini saja bisa berhasil dalam memilih para anteknya??!
(47) Syaikh-nya kaum syiah, Abu Ja’far Muhammad bin Hasan at-Thusiy mengatakan dalam mukadimah kitabnya Tahdzibul Ahkam (1/45) (salah satu dari 4 kitab utama syiah): “Sebagian teman ada yang mengingatkan aku, tentang hadits-haditsnya sahabat kami (penganut syiah) yang terdapat banyak perselisihan, perbedaan, pertentangan, dan kontradiksi di dalamnya. Bahkan hampir-hampir tidak ada riwayat, kecuali ada riwayat lain yang menentangnya. Begitu pula hampir tidak ada hadits, kecuali ada hadits lain yang menyelisihinya. Sehingga musuh-musuh kami menjadikan hal ini sebagai senjata ampuh untuk mencemarkan madzhab (syiah) kami”
Sayid Daldar Ali al-Lakahnawiy, seorang ulama syiah dalam kitabnya Asasul Ushul (hal. 51) mengatakan: “Sesungguhnya hadits-hadits yang datang dari para imam, itu sangat kontradiktif. Hampir-hampir tidak ada satu hadits pun kecuali ada hadits lain yang menafikannya, begitu pula tidak ada satu riwayat pun kecuali ada riwayat lain yang menentangnya, sehingga hal tersebut menjadi sebab keluarnya sebagian orang (syiah) yang kurang ilmunya….”
Husain bin Syihabuddin al-Karkiy, seorang syaikh dan ulama syiah ini mengatakan dalam kitabnya Hidayatul Abror ila Thoriqil A’immatil Athar (164): “Itulah tujuan yang disebutkannya di awal kitabnya at-Tahdzib, bahwa ia menulis kitab tersebut adalah untuk menyelaraskan pertentangan yang ada dalam riwayat-riwayat kami, setelah ia dikabari ada sebagian penganut syiah yang keluar gara-gara banyaknya pertentangan yang ada”
Kita katakan: Para ulama syiah telah mengakui banyaknya pertentangan dalam madzhab mereka,[8] padahal Alloh telah menerangkan kepada kita tentang ciri-ciri kebatilan, yakni dalam firman-Nya (an-Nisa:82): “Sekiranya itu bukan dari Alloh, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya”. Seandainya syiah itu ajaran yang benar, tentunya tidak ada -atau paling tidak, sangat sedikit- pertentangan di dalamnya…!!
(48) Syiah mengatakan, bahwa menangis atas kematian Husain r.a. hukumnya mustahab (sunat).
Pertanyaannya: Apakah hukum tersebut berdasarkan dalil atau hanya berdasar hawa nafsu saja?! Apabila berdasarkan dalil, lalu mana dalilnya?! Dan Mengapa tidak ada satupun dari imam-imam ahlul bait -yang kalian ikuti- melakukan hal itu?!
(49) Syiah berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Tholib r.a. itu lebih mulia dari anaknya yang bernama Husain r.a.
Pertanyaannya: Jika demikian adanya, mengapa kalian tidak menangisinya pada peringatan hari wafatnya Ali r.a., sebagaimana kalian menangisi anaknya??!
Bahkan, bukankah Nabi –shollallohu alaihi wasallam- lebih mulia dari keduanya?! Mengapa kalian tidak menangisi beliau, sebagaimana tangisan kalian kepada mereka berdua??!
(50) Dalam akidah syiah, meyakini kekhilafahan Ali r.a. dan keturunannya itu adalah rukun yang sangat agung, iman seseorang tidak akan sah kecuali dengannya. Barangsiapa tidak meyakininya, maka ia telah kafir dan harus masuk jahanam, meskipun ia bersaksi dengan dua syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan berangkat haji ke baitulloh yang suci.
Pertanyaannya: Mengapa Alqur’an tidak menyebutkan rukun iman yang agung ini?! Padahal Alqur’an banyak menyebutkan rukun dan kewajiban yang kelasnya dibawahnya, seperti sholat, zakat, puasa, haji. Bahkan Alqur’an jelas-jelas menyebutkan beberapa perkara yang mubah, seperti berburu… dll. Lalu dari mana datangnya rukun yang paling agung ini??!
(51) Seandainya masyarakat sahabat -sebagaimana dituduhkan oleh syiah- adalah masyarakat yang saling benci, saling hasad, saling berlomba merebut tampuk khilafah, dan masyarakat yang tiada lagi iman dalam hati mereka kecuali hanya segelintir dari mereka, tentunya kita tidak akan dapati Islam berhasil menaklukkan banyak negera kuat, dan tersebar luas pada zaman sahabat.
(52) Mengapa banyak kaum syiah yang meninggalkan sholat jum’at, yang jelas-jelas diperintahkan Alloh dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari jum’at, maka segeralah kamu mengingat Alloh dan tinggalkanlah jual-beli”??! (surat al-Jum’ah:9)
Jika mereka jawab: “Kami meninggalkannya sampai munculnya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu”.
Kita katakan: “Apakah tindakan menunggu tersebut, membolehkan kita meninggalkan perintah yang sangat agung ini?! Sehingga ratusan ribu orang atau bahkan lebih telah mati, sebelum mereka menunaikan ibadah yang sangat agung ini, hanya karena udzur mentah yang berbau setan ini!!”.
(53) Kaum syiah berkeyakinan bahwa Qur’an yang ada sekarang, banyak ayatnya telah dibuang dan dirubah oleh Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., terutama ayat yang menurut anggapan mereka jelas-jelas menyatakan kekhilafahan Ali r.a.
Pertanyaannya: Seandaianya tuduhan mereka itu benar, mengapa ketika tampuk khilafah berada di tangan Ali r.a., ia tidak lantas bergerak untuk menjelaskan hal itu kepada umat??! Atau paling tidak mengembalikan ayat-ayat tersebut sebagaimana dulu diturunkan??!
Kita semua tidak mendapati hal itu dilakukan oleh Ali r.a. ketika memegang khilafah, Alqur’an pada masanya masih seperti Alqu’an pada masa Nabi –shollallohu alaihi wasallam- dan masa-masa kholifah sebelumnya.
Karena Alqur’an itu akan terus dijaga oleh Alloh, sebagaimana firman-Nya: “Sungguh kami telah turunkan Alqur’an dan kami juga yang akan menjaganya”. Tidakkah syiah meyakini ayat ini??!
(54) Kitab-kitab syiah banyak meriwayatkan dari Ja’far as-Shodiq, bahwa ia pernah mengatakan kepada seorang perempuan yang bertanya tentang Abu Bakar r.a. dan Umar r.a.: “Apakah aku boleh mengakui kekhilafahan keduanya?”. Ia menjawab: “Akuilah kekhilafahan keduanya!”. Perempuan itu bertanya lagi: “Berarti jika aku nanti menemui Tuhanku, aku akan mengatakan: bahwa engkau menyuruhku untuk mengakui kekhilafahan keduanya?!”. Ia pun menjawab: “Ya”.[9]
Kitab-kitab mereka juga meriwayatkan bahwa, pernah salah seorang sahabatnya al-Baqir, heran ketika mendengarnya menjuluki Abu Bakar r.a. dengan julukan as-Shiddiq, ia bertanya: “Kamu menjulukinya as-Shiddiq?!”. al-Baqir pun menjawab: “Ya, memang benar Abu Bakar itu as-Shiddiq, dan barangsiapa tidak menjulukinya as-Shiddiq (sangat pemercaya), maka Alloh tidak akan mempercayai perkataannya di akhirat nanti”.[10]
Pertanyaannya: Lantas, apa pendapat syiah tentang Abu Bakar as-Shiddiq r.a.??! …… (bersambung)
[1] Inti cerita hadits kisa’: Suatu ketika Nabi –shollallohu alaihi wasallam- pernah keluar ke rumah Ummu Salamah, dengan melingkupkan selimut hitamnya, lalu datanglah Hasan, lalu Husain, lalu Fatimah, lalu Ali. Beliau memasukkan semuanya ke dalam selimutnya itu, kemudian membaca ayat: “Sesungguhnya Alloh hendak menghilangkan dosa dari kalian -wahai ahlul bait- dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya”.(surat al-Ahzab:33) (HR. Ahmad:25969, Muslim:2424, at-Tirmidzy:3787)
[2] Yakni Ali, Fatimah, Hasan dan Husain
[3] Wasa’ilus Syiah karangan al-Hurrul Amiliy (3/598)
[4] Al-Jami’ lis Syaroi’ (70)
[5] Itsbatul Washiyyah karangan al-Mas’udiy (196)
[6] Furu’ul Kafi karangan al-Kulainiy (6/449), Wasa’ilus Syi’ah (3/278)
[7] Wasailus Syi’ah (3/279)
[8] Lihat Ushulu Madzhabis Syi’ah al-Imamiyyah al-Isnay Asyariyyah, karangan al-Qoffariy (1/418)
[9] Roudhotul Kafi (8/101)
[10] Kasyful Ghummah (2/360)