Siapa yg SALAH kaprah ttg SUBUH?! (7,terakhir)

Posted: 23 September 2009 in Fajar
Tag:, , , ,

islamup_com-ec050929ffBismillaah… wash sholaatu was salaamu alaa rosulillaah… wa ‘ala aalihi washohbihi wa man waalaah…

Karena terlalu panjangnya artikel tentang fajar ini, maka di sini kami buat ringkasannya, agar lebih mudah dipahami dan tidak salah dimengerti:

1. Sebaiknya permasalahan ini, hanya dibicarakan dalam forum tertutup, dengan lembaga resmi yang berkompeten dalam hal ini, sehingga tidak menimbulkan madhorot yang lebih besar. Dan inilah anjuran dari para kibarul ulamaTentang anggapan bahwa ini bersangkutan dengan fardhu ain sehingga tidak perlu menunggu tindak lanjut dari lembaga resmi, maka bisa juga disanggah dengan mengatakan: Argumen itu bisa diterima, jika orang yang sholat sesuai jadwal kalender itu sepakat dengan pihak yang mengatakan waktu sholatnya terlalu cepat, tapi kenyataan di lapangan tidak demikian, banyak dari masyarakat yang tetap yakin bahwa jadwal yang ada masih sesuai dengan kenyataan, alasannya karena yang menyusunnya adalah lembaga-lembaga tepercaya dan mumpuni dalam ilmu syar’i. Jika demikian, maka kita katakan sholat orang itu tetap sah, selama ia yakin bahwa sholatnya dilakukan tepat pada waktunya. Walyaqiin laa yazuulu illa bimitslih (keyakinan itu tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan keyakinan yang selevel dengannya), Wallohu a’lam.

2. Fajar shodiq yang mu’tabar adalah dengan munculnya sinar seperti benang putih yang tipis memanjang datar di ufuk, dan itu terjadi saat awal munculnya sinar fajar shodiq, sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Baqoroh:187. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama, bahkan ahli tafsir al-Jashshosh menukil ijma’ dalam masalah ini.

3. Masuknya waktu shubuh, dimulai ketika tampak benang putihnya fajar, bukan ketika fajar sudah sempurna wujudnya.

4. Tanda fajar shodiq seperti: Munculnya warna merah, atau sinarnya menyebar di ufuk, atau sinarnya menyebar di langit hingga menerangi rumah dan jalan, bukan merupakan syarat munculnya fajar shodiq, karena meski ada yang beranggapan hal itu ada dalilnya, tapi dalil itu menyelisihi dalil yang lebih kuat dari Qur’an dan Sunnah.

5. Banyak sekali keterangan dari hadits yang menerangkan bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- dahulu memulai sholat shubuhnya dalam keadaan masih gelap, hingga para sahabat menggambarkan suasananya dengan mengatakan: “Ketika itu hampir saja mereka tidak mengenali satu sama lain”. (HR. Muslim: 614) dalam riwayat lain dikatakan: “Ketika itu seseorang tidak mengenali raut wajah temannya”. Atau “Sungguh saat itu seseorang tidak mengenali siapa yang disampingnya”. (HR. Abu Dawud: 395, dishohihkan oleh Albani). Padahal kita tahu adzan sudah dikumandangkan sebelum itu, lalu beliau juga selalu melakukan sholat qobliyah subuh sebelumnya. Fakta ini jelas menunjukkan bahwa pada masa Rosul -shollallohu alaihi wasallam- adzan dikumandangkan saat awal munculnya fajar shodiq. Dan awal munculnya fajar shodiq itu tidak menyebabkan adanya suasana terang, karena dengan kemunculannya itu, ia tidak menyinari kecuali tempat munculnya saja, lalu menyebar dan menyebar hingga memenuhi ufuk timur, lalu meninggi dan meninggi hingga terbit matahari.

6. Sebagaimana kita harus hati-hati dalam hal sholat –agar kita tidak sholat sebelum waktunya-, kita juga harus hati-hati dalam hal puasa -agar puasa kita dimulai dari awal waktunya-. Jadi, jangan sampai waktu subuh kita terlalu lama cepatnya hingga sholat subuh kita jadi tidak sah, begitu pula sebaliknya, jangan sampai waktu subuh kita terlalu lama lambatnya, hingga puasa kita jadi tidak sah.

7. Tidaklah benar klaim yang mengatakan bahwa fajar falaki sama dengan fajar kadzib, sebagaimana diterangkan oleh para ulama.

8. Isu tentang fajar yang terlalu cepat 15-30 menit ini, sebenarnya telah lama digulirkan di negara-negara lain, seperti Mesir, Maroko, Saudi arabia, dan Palestina. Dan di negara-negara tersebut sudah terbukti bahwa isu ini tidaklah benar, tapi hanya didasarkan pada perbedaan pendapat tentang sifat fajar shodiq yang dikehendaki oleh pihak pengoreksi. Dan kasus di Indonesia ini, insyaAlloh sama dengan kasus-kasus sebelumnya yang telah terjadi di negara-negara tersebut, karena sumber isu ini juga berasal dari negara-negara itu. Wallohu a’lam.

9. Meski demikian, penulis secara pribadi tetap menghimbau pihak-pihak yang berkompeten dalam masalah ini, untuk meneliti ulang keakuratan kalender resmi DEPAG. Karena diakui atau tidak, dengan digulirkannya isu ini, tidak sedikit masyarakat yang menjadi ragu akan keabsahan jadwal waktu sholat yang ada di kalender. Dan untuk menghilangkan keraguan itu, tidaklah cukup dengan mengklaim saja, tapi harus ada bukti lapangan yang ri’il, sebagaimana telah dilakukan di negara-negara lain ketika menghadapi isu serupa. Wallohu a’lam.

Di akhir tulisan ini, tidak lupa penulis sekali lagi mohon maaf sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang merasa terusik dengan artikel ini, tidak lain penulis hanya ingin meluruskan pemahaman tentang fajar shodiq dan membahasnya secara ilmiyah, sebatas pengetahuan yang penulis miliki…

Akhirnya, sampai di sini artikel ini kami tulis, semoga bermanfaat bagi kaum muslimin semuanya, amin… Semua kebenaran di dalamnya adalah berkat taufiq dari Alloh, sedang jika ada kesalahan, tidak lain itu dari diri penulis dan dari setan, dan Alloh dan Rosul-Nya terbebas dari kesalahan itu… Wasubhaanakalloohumma wa bihamdika asyhadu’allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaiik… Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin…

Komentar
  1. ahmad berkata:

    walhamdulillah semoga bermanfaat bagi kita semua..
    ustadz berkata : “1. Sebaiknya permasalahan ini, hanya dibicarakan dalam forum tertutup, dengan lembaga resmi yang berkompeten dalam hal ini, sehingga tidak menimbulkan madhorot yang lebih besar. Dan inilah anjuran dari para kibarul ulama..”
    ana katakan :
    ana setuju ustadz, terlepas dari substansi khilaf fiqhiyyah yang dibahas dari awal tulisan ini, kita mesti berpegang pada manhaj salaf bukan dalam hal ilmu saja, tetapi dalam penyampaian ilmu itu sendiri. bukankah khawarij tersalah -diantaranya- dalam hal amar ma’ruf nahi mungkar (baca : penyampaian ilmu -menurut mereka) hingga menghalalkan pemberontakan atau menganggap “tidak apa-apa” dengan memberontak?
    ana pernah dengar kalau abu hurairah memiliki dua kantung hadits yang sempat saat itu beliau tunda untuk disampaikan, karena madharat yang ada..wallahu a’lam
    “ليس كل ما يعلم يقال و ليس كل ما يقال يقال في كل أحيان”
    “tidaklah semua yang diketahui mesti dikatakan, dan tidak semua yang mesti dikatakan dilontarkan pada setiap waktu” ini bukan hadits, tetapi ucapan sebagian ahli hikmah saja.
    mohon koreksi jika ada yang salah

    • addariny berkata:

      syukron wa jazakumullohu khoiro… atas komennya…
      Terlepas adanya tanggapan dari tim qiblati mengenai tulisan ini, maka terus terang bisa saja kami membantah ulang, tapi ana yakin itu tidak akan mendatangkan kecuali manfaat yang kecil, sedang madhorotnya lebih besar…
      Semoga tulisan ini, sudah cukup mewakili kewajiban penulis dalam meluruskan pandangan tentang fajar shodiq… dan insyaAlloh para pembaca bisa menilai sendiri, mana yang lebih pantas untuk diikuti…
      Kurang lebihnya mohon maaf, wassalam

  2. anto berkata:

    assalamu’alaikum ust mungkin ini bisa menambah referensi ustMusyafa’ alamat milik bapak koordinator RHI surakarta dan juga anggota RHI pusat http://pakarfisika.wordpress.com/2009/08/23/waktu-shubuh-terlalu-cepatkah/#more-1885

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh… Jazakallohu khoir akhi… Alhamdulillah ana udah baca sebelumnya… Ana juga sudah nulis komen di situ, dengan nama Abu Dahyan… Syukron atas perhatiannya… wasallam…

  3. bagas angkasa berkata:

    Isu tentang fajar yang terlalu cepat 15-30 menit ini, sebenarnya telah lama digulirkan di negara-negara lain, seperti Mesir, Maroko, Saudi arabia, dan Palestina. Dan di negara-negara tersebut sudah terbukti bahwa isu ini tidaklah benar -> mana buktinya ya akhi, antum jgn asal sebut aja tanpa buktinya.

    Tunjukkan dong buktinya dari Masir, Maroko & Palesting (yg sedang konflik,mana sempat melakukan survey,boro2 mati ketembak tuh).

    • addariny berkata:

      Silahkan baca artikel seri ke-5… Antum sebaiknya baca semua dulu, biar enak diskusinya…

  4. anto berkata:

    taqobbalallahu minna wa minkum. wa kullu ‘aamin wa antum bi khoirin. saya minta maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan di hati. mari kita jalin tali silaturahmi sesama ahli sunnah meskipun kita berbeda pendapat pada beberapa hal. banyak hal hal yang kita dapat dari blog ust. smg menambah ilmu dan ketaqwaan kita semua. wassalamu’alaikum

    • addariny berkata:

      Waiyyakum… wa nas’alulloh an yakuna min ahliz ziyadah… fil a’mali wal ibadah… wanathlubu minkum aidhon al-afwu was samahah…
      Meski setiap perbedaan itu buruk, tapi itulah sunnatulloh… Harus ada perbedaan di dunia ini, Alloh berfirman: “Andai saja Alloh berkehendak, maka tentu Ia mampu untuk menjadikan manusia umat yang satu, (Namun Alloh tidak berkehendak demikian) makanya mereka tetap berselisih”.
      Bahkan para aimmah, dan sahabat pun tidak lepas dari sunnatulloh ini… Tinggal bagaimana kita menyikapinya… dan hendaklah kita jangan berpecah karena perbedaan itu, karena meski kita berbeda pendapat, tapi itu masih dalam lingkup kesepakatan kita untuk mengikuti dalil yang kuat menurut kita, baik dari Qur’an, maupun Sunnah.
      Oleh karenanya bisa dikatakan, memang sekilas kita berbeda, tapi sebenarnya kita sepakat untuk berjalan di atas kitab dan sunnah… wallohu a’lam…
      Syukron atas kunjungannya…. wassalamualaikum warohmatulloh…

  5. abu wildan hery subiantoro berkata:

    an sebagai orang awam jd bingung,kalau ngikuti saran qiblati bisa2 nggak akan ikut shlat subuh jama’ah di masjid,tapi ikut sholatnya imam dgn niat sholat sunnah,kemudian sholat subuh di rumah,demikian menurut fatwa syaikh al bani. mungkin kalau sehari/2hari nggak apa2,tp kalau seterusnya gman? tpi kalau ikut yg antum tulis yaitu jadwal sholat subuh yg sdh cukup,dan ikut sholat subuh dimasjid ikut imam,ana khawatir seperti yg ditulis qiblati,jadwalnya kecepatan.apalagi tulisan ustadz sdh dibantah oleh qiblati bahwa syaikh Prof.Dr.ibrohim bin muhamad as shubaihi sdh di bantah oleh syaikh. Dr.Sa’ad ibn turki al khutslam. Bahwa Syaikh Ibrohim as shuaihi tdk pernah melihat fajar shodiq dan hanya berdasarkan perkataan ulama saja. Gimana ustadz baiknya?

    • addariny berkata:

      Antum sebenarnya tidak usah bingung jika masih awam, karena kewajiban orang awam adalah mengambil pendapat orang yang dianggapnya paling mengerti masalah ini… dan itu sudah cukup bagi mereka…
      Ana tidak tahu daerah antum, jika antum masih yakin jadwal sholat yang ada tepat, maka antum boleh memakainya… Tapi jika antum udah yakin jadwal itu salah, maka antum tidak boleh memakainya… itulah konsekuensi keyakinan seorang mukallaf yang harus diamalkan…
      Kalau antum masih khawatir sholat tidak sah, ya tanyakan aja ke Ulama ditempat antum, dan kabarkan ke mereka apa yang antum masalahkan, lalu diskusikan dengan mereka, sehingga antum menjadi yakin… InsyaAlloh dari situ banyak jalan keluar…

      Tentang jawaban Dr. Saad ibn Turki Al-Khotslan untuk tulisan Prof. Dr. Assubaihi, ana juga udah baca teks aslinya… Menurut ana bantahan itu, terlalu global dan kurang mengena, Beliau tidak menjawab bukti-bukti observasi yang dilakukan oleh beberapa ulama besar seperti sudah ana muat di artikel no 5…
      Diantara bantahan Dr. Al-khotslan: Bahwa Prof. Dr. Assubaihi, tidak pernah melihat sendiri fajar shodiq… ini bantahan yang tidak ilmiyah… karena Prof. Dr. Assubaihi juga telah mendatangkan banyak bukti observasi dari banyak orang dan lembaga lain (lihat artikel no 5), apa itu tidak cukup?!!…
      Apa kita tidak mempercayai keakuratan hasil observasi orang lain yang jumlahnya tidak sedikit…?!
      jika kita tidak mempercayai mereka yang ahli, pantaskah kita mempercayai diri sendiri, yang baru kemarin sore membahas masalah fajar??!…
      Apakah orang yang membicarakan masalah jihad itu harus terjun langsung dalam medan jihad?! ataukah cukup melihat pengalaman orang lain?!
      apakah orang yang membahas masalah Perbudakan harus membeli budak sendiri, ataukah cukup mengambil pelajaran dari yang lain?!!
      Sungguh membantah seperti itu, jauh dari keilmiahan…

      Fatwa Syeikh Albani, harus diamalkan jika memang terbukti nyata, fajar kita terlalu cepat, dan hingga Imam memulai sholat fajar shodiq itu belum muncul…
      Tapi jika seandainya ketika iqomat benang putihnya fajar shodiq itu telah muncul, yang sinarnya tidak harus menyebar di langit, maka wajib bagi antum sholat fardhu bersama…

      Jika Antum tanya baiknya, ya musyawarahkan hal ini kepada pengurus masjid atau pemuka masyarakat di tempat antum, InsyaAlloh dari situ antum akan temukan jalan keluar…

  6. yoki berkata:

    ana sudah mbaca artikel antm, juga sebelumnya membaca majalah qiblati. klo setangkap ana setelah membaca artikel antm, dalil2 yg antm sampaikan di blog ini justru mendukung apa yg disampaikan dimajalah qiblati.
    awalnya ana sempet ragu dengan apa yg disampaikn qiblati bahwa waktu subuh mundur. namun setelah melakukan observasi sendiri bersama beberapa tim, ternyata waktu azan didaerah ana memang dikondisi langit yg masih sangat gelap sebagaimana waktu malam, bukan waktu fajar. selang sekitar 25menit, baru muncul tanda2 fajar shodiq yg cahayanya menyemburat horisontal sepanjang garis pantai. oleh sebab tabayyun ana ini, saat ini justru ana setuju dgn yg dsampaikan qiblati.
    kedua, ana coba tanya org2 yg pernah berhaji mengenai kondisi langit saat waktu subuh dan setelah subuh. dan tanggapannya justru setelah mereka shalat subuh, kondisi langit sudah terang. dan ini menunjukkan metode falak -penentuan derajat- antara kita di indonesia dgn di hijazz ternyata memang berbeda. shg mjd lumrah jika terjadi selisih waktu subuh khususnya di indonesia.
    afwan jika tidak sependapat dgn artikel antm ustadz… syukran

    • addariny berkata:

      Silahkan antum berbeda pendapat, saya tidak memaksakan… tapi satu yang antum harus tahu, bahwa pendapat ana tidak membenarkan Depag, juga tidak membenarkan Qiblati… Ana milih pendapat pertengahan yang memakai derajat 18 di bawah ufuk… Maksud ana jika kalender Depag itu salah, maka maksimal terlalu cepatnya adalah 10 menit… wallohu a’lam…
      Untuk cerita antum sholat shubuh di hijaz… maka kami katakan, meski keadaan seperti yang antum katakan, tapi tetap saja para ulama yang dianut pendapatnya oleh Qiblati menuntut waktu subuh di mekah madinah diundur 25 menit… Jadi tetap saja waktu subuh mekah medinah menurut mereka masih salah… itulah faktanya…

  7. yoki berkata:

    oya, ana tinggal dikalimantan timur, dan observasi ana sudah lakukan 2x dengan tim yg berbeda pd tanggal 23 sep 09 dan 3 okt 09 di sisi timur pulau kalimantan, tepatnya daerah tanjung batu, berbatasan dengan tepi laut, selat makassar. sehingga daerah ini sangat kondusif utk melakukan observasi fajar shoddiq.
    semoga bisa bermanfaat… afwan

  8. Ahmad Fardan berkata:

    Assalaamu ‘alaykum ustadz. Sebelumnya salam kenal. Berlepas dari ikhtilaf benar tidaknya adzan di negeri Indonesia muqoddam atau tidak. Ana ingin bertanya ustadz.

    Kebetulan dari ana SMA ana sering keluar ke alam dalam rangka kemah.Dulu ana mengira bahwa ana tidak bisa melihat fajar. Namun setelah dapat penjelasan dari Qiblati dan tulisan antum, ana malah yakin bahwa Adzan memang muqoddam hanya saja kadar waktunya belum tahu pasti. Dan ana bersama teman-teman takmir kebetulan juga sudah observasi dua kali (faidzaa jaa-akum faasiqun binnabaa-in fatabayyanuu). dan yang ana maksud fajar bukan menunggu warna merah atau menunggu cahaya menerangi jalan. dan hasil pengamatan kami justru masih lebih lambat dari waktu ISNA beberapa menit (mungkin kurangnya pengalaman kami). jadi kami lebih condong ke waktu ISNA.dan juga beberapa ustadz di Jogja ada yang melihat dan hasilnya sama yaitu muqoddam.

    Pertanyaanya,
    1. Bagaimana hukum ana dan yang semisal ana yang yakin bahwa adzan muqoddam? bisa tidak diqiyaskan ke hukum orang yang melihat hilal tapi persaksiannya tidak diterima pemerintah?
    2. Bagaimana hukum buat ana dan yang semisal ana jika disuruh Adzan ataupun menjadi imam sholat shubuh?
    3. Bagaimana hukumnya jika ana dan semisal ana diam tidak menyampaikan ke khalayak ramai apa bisa dikatakan menyembunyikan ilmu?
    4. Bagaimana jika ana dan yang semisal ana ditanya tentang hal ini, menyampaikan atau tidak? jika tidak, apa kami menyembunyikan ilmu?

    Jazaakumullohu khoiron. waffaqonallohu wa iyyakum limaa yuhibbuhu wa yardhoohu. aamiin

    • addariny berkata:

      Untuk observasi antum, ana yakin ada kesalahan teknis… (afwan jk terlalu lugas)
      Jawaban pertanyaan antum:
      1. Jika antum yakin bahwa waktu subuh belum masuk, maka antum tidak boleh sholat shubuh waktu itu, jika tetap sholat jadinya tidak sah… tapi hukum ini hanya terbatas untuk antum dan orang yang berkeyakian seperti antum, bukan berarti orang lain juga sholatnya tidak sah, karena itu menurut keyakinan masing-masing… jika orang lain yakin sudah masuk waktu, maka sholatnya sah, jika tidak, maka sholatnya tidak sah… wallohu a’lam.

      2. Antum tidak boleh adzan dan menjadi imam shubuh, karena antum harus konsekuensi dengan keyakinan yang antum pegang… Jika antum yakin waktu sholat belum masuk, bagaimana antum mengatakan kepada orang lain bahwa waktu sholat sudah masuk?! hukum ini juga terbatas untuk antum saja dan orang yang punya keyakinan seperti antum… wallohu a’lam

      3. Antum tidak harus menyampaikan ke khalayak, kewajiban antum sudah gugur dengan menasehati orang yang bertanggung jawab dalam masalah ini, seperti ulama setempat, atau takmir masjid, atau orang yang punya kapasitas dalam masalah ini… Dua masalah yang harus antum bedakan, mengikuti yang benar dan cara menyampaikan kebenaran… Praktekkanlah kebenaran semampu antum… dan sampaikanlah kebenaran sesuai dengan kapasitas antum… dan Alloh tidak menjadikan agama-Nya sesuatu yang memberatkan hamba-Nya… wallohu a’lam

      4. Jika ditanya, sampaikan apa yang antum yakini… bukan berarti orang lain harus menerima apa yang antum sampaikan… tapi ingat untuk menyebarkannya tanpa ada permintaan, maka itu harus dipertimbangkan maslahat dan mafsadahnya… ingat, tidak selalu kebaikan itu berakibat baik…
      Antum insyaAlloh tahu jawaban Nabi -shollallohu alaihi wasalam- ketika ditanya: “Bolehkah aku menyebarkan kabar gembira ini?”, Beliau menjawab: “Jangan kau sebarkan, karena itu akan menjadikan mereka malah (terlalu) bersandar padanya!” (HR. Bukhori:129 dan Muslim:30)… Hadits ini adalah dalil bolehnya kita mengkhususkan ilmu hanya pada orang-orang tertentu, karena pertimbangan maslahat dan mafsadat… wallohu a’lam…

      waiyyaak… wajazakumullohu khoiro… wabaroka fiik… wassalam

  9. Ardian berkata:

    Maaf sebelumnya ustadz, kalau saya lihat sebagai orang awam, antara ustadz dengan qiblati punya latar belakang pemahaman yang sama, yaitu ahlussunnah wal jamaah salafi, dan tentunya juga punya semangat yang sama untuk menghidup-hidupkan sunnah. Mungkin bagi pihak-pihak yang selevel dengan ustadz atau sudah belajar banyak dan mengerti agama, akan dapat bersikap secara proporsional dalam menghadapi perbedaan pendapat ini. Namun bagi kebanyakan ummat yang masih awam, tentu berpikir bahwa sesama pihak yang sepemahaman saja malah saling bertahan dalam pendapat yang berbeda dan menimbulkan kebingungan. Apakah tidak dapat diambil sikap dari kedua belah pihak untuk bersepakat (entah apapun bentuknya, tentunya ustadz lebih tahu) yang dapat ditangkap oleh ummat bahwa ahlussunnah wal jamaah dapat menyelesaikan perbedaan yang ada secara arif. Jadi bukan sekedar menunjukkan sikap dapat menerima perbedaan tapi ummat masih dalam kebingungan dan keraguan.
    Mungkin ini lebih didorong oleh keprihatinan saya yang melihat sebagian dari teman-teman yang mulai tertarik dengan dakwah ahlussunnah wal jamaah menjadi kendor dan surut langkah.
    Sekali lagi mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan kurang pas, karena keterbatasan pengetahuan saya.

    • addariny berkata:

      Mohon maaf, jika ada imbas seperti itu… Yang jelas ana hanya ingin meluruskan ciri fajar shodiqnya saja kepada umat… Ana juga sudah banyak menahan diri untuk tidak saling memojokkan… antum bisa bandingkan tulisan ana dengan sanggahan yang ada di situs Qiblati… mana yang keras dan mana yang santun… ana juga berusaha tidak menjawab sanggahan mereka, karen khawatir akan tambah runyam dan membingungkan… semoga masalah ini tidak lama larutnya dan cepat mendapat tanggapan dari pemerintah… setidaknya tulisan ini sudah mewakili kewajiban ana dalam meluruskan apa yang ana anggap tidak tepat… kurang lebihnya mohon maaf…

    • sriyanto berkata:

      Mas ardian, kalau anda awam seperti saya memang lebih baik kita ikuti kata Al Qur’an yang artinya hai orang2 yang beriman ikutilah Allah dan Rosulnya serta ulil amri diantaramu dan kalau terjadi perbedaan pendapat kembalikan kepada Allah dan RosulNya.
      jadi kalau mau mengikuti lebih baik yang ulil amri dan janganlah mengikuti sembarang orang dan kalau memang kurang yakin mohonlah petunjuk kepada Allah Swt

  10. Abu fawwaz berkata:

    Afwan ana jg ikut bgg,berarti kl begitu kita boleh dong milih yg mn,kl keyakinan ana cenderung yg disampaikan qiblati

    • addariny berkata:

      Ga usah bingung… Lakukan apa yang antum yakini… Jangan menyelisihi keyakinan antum, Jika antum yakin benar lakukan, dan Jika antum yakin salah, jangan lakukan… Jika antum yakin terlalu cepat, antum harus mengundur waktu sholatnya hingga antum yakin sudah masuk waktunya… Ana lebih condong pendapat yang memakai derajat 18 di bawah ufuk… jadi selisihnya dengan kalender depag 10 menit, bukan 25 menit… Jadi jika adzannya memakai kalender depag, dan dengan iqomatnya ada jeda minimal sepuluh menit maka insyaAlloh itu sudah masuk sholat subuh… dan anda bisa sholat subuh berjamaah di masjid… wallohu A’lam…

  11. syukran ustadz,
    penjelasan yg sangat bermanfaat sekali, jazakallahu khairan,
    semoga Allah memberikan hidayahnya kpd ana,
    agar bisa menghadapi permasalahan seperti ini dan permasalahan yg serupa dgn lapang dada, bukan dgn cara ta’ashub kpd sebuah pendapat yg belum tentu kebenarannya sehingga tdk mampu lagi berfikir secara obyektif manakala ada pendapat lain yg menyelisihi keyakinannya,
    sekali lagi terima kasih ustadz, tetap semangat dlm dakwah ustadz,
    barakallahu fik

  12. abu wildan hery subiantoro berkata:

    semua telah dijawab tuntas oleh majalah al furqon edisi terbaru,semoga bisa menjadi pelita ditengah kegundahan masyarakat awam. Bagi yg masih bingung silakan merujuk majalah al furqon. Jazakallah ustadz atas artikelnya. dari awal mememang ana cenderung ikut jadwal pemerintah saja. Dan seharusnya pihak yg merasa bahwa jadwal sholat yg ada salah tdk usah dipublukasikan dulu ke umat,yg akhirnya bikin umat menjadi bingung.sedangkan islam itu agama yg mudah dan jgn dipersulit.

  13. salafiyunpad berkata:

    penjelasan antum disini sudah cukup memuaskan ….jazakallahu khairan

    ustaz, ana ijin artikel antum ttg salat subuh ini ana copi ana sampaikan ke ustadz2 ana di solo…semoga bisa menjadi masukan ilmiah…

    oh iya, antum kenal ustadz lalu ahmad, Lc. yg sekarang di mahad imam bukhori?
    antum dapat salam dari beliau pas ana ke rumahnya syawwal kemaren

    • addariny berkata:

      Jazakallohu khoiron atas penilaiannya…
      Tapi ana ingin menambahi sedikit, karena ana lihat banyak yang salah paham… Bahwa dalam artikel ana tentang fajar ini, ana hanya ingin meluruskan pengertian fajar shodiq saja… Jadi ana tidak menilai jadwal yang ada dari depag itu benar seratus persen atau salah seratus persen… Karena penilaian seperti itu harus melalui penelitian ulang di lapangan selama setahun penuh, bahkan bisa lebih…
      Sebagaimana di artikel pertama, ana katakan ada dua kemungkinan, mungkin jadwal depag sudah benar, karena banyak alasan, diantaranya:
      – Husnuzhon dengan penyusunnya yang notabene adalah para ahli di bidangnya.
      – Telah diakui dan diamalkan oleh khalayak umum, yg terdiri dari berbagai kalangan, dengan berbagai disiplin ilmu.
      – Derajat yang dipakai di Indonesia Hanya beda sedikit dengan yang dipakai di Negara Mesir, Indo=20 derajat di bawah ufuk, sedang di Mesir=19.5, padahal kita tahu di Mesir derajat itu sudah dibuktikan keakuratannya dengan observasi berkali-kali…

      Tapi meski begitu, jadwal depag tetap ada kemungkinan salahnya, tapi salahnya tidak sefatal yang disuarakan selama ini, hingga 20-30, alasannya:
      – Derajat minus 20, tetap berbeda dengan -19.5, dengan perbedaan waktu 2-3 menit.
      – Para ahli falak sendiri banyak yang mengatakan bahwa fajar falaki itu muncul pada derajat minus 18, itu berarti kesalahan maksimal pada kalender Depag adalah 10 menit.
      – Syeikh Utsaimin pernah sekali observasi di Saudi, dan mengatakan bahwa fajar terlalu cepat 5 menit. Kita tahu di Saudi memakai -19 derajat… itu berarti syeikh melihat fajar shodiq pada derajat minus 18… Begitu pula Syeikh-syeikh lainnya, di saudi, ada menemukan terlalu cepat kadang 3 menit, kadang 2 menit, kadang 4 menit… Intinya jika perbedaan itu ditoleransikan, maka semua ulama tersebut sepakat bahwa pada derajat minus 18, fajar shodiq itu telah muncul… dan ini sangat cocok dengan apa yang dikatakan oleh para ahli falak.

      Dan setelah banyak menimbang-nimbang dua kemungkinan ini, ana lebih condong ke pendapat yang mengatakan bahwa fajar shodiq itu sudah muncul pada derajat minus 18, wallohu a’lam… sebagaimana observasi-observasi yang dilakukan di Negara-negara lain…
      Mungkin ada yang mengatakan: Mengapa observasi dari negara lain antum pakai untuk Indonesia?
      Kita jawab: Kalau pada minus 20 saja, ada yang mengatakan fajar shodiq di indonesia sudah muncul, apalagi pada minus 18, wallohu a’lam…
      Dan insyaAlloh dengan memperaktekkan derajat -18, kita masih bisa sholat subuh berjamaah di masjid yang menggunakan kalender depag, dengan catatan qomatnya harus setelah adzan minimal 10 menit…
      sekian, afwan atas jawaban yang terlalu panjang… semoga bermanfaat dan bisa dipahami… wassalam…

    • addariny berkata:

      Waiyyaak jazakallohu khoiron katsiro… Silahkan antum copas… semoga bermanfaat…

      Iya… ana kenal beliau… termasuk teman dekat ana… waalaika waalaihissalam warohmatulloh wabarokatuh… tolong sampaikan salam balik ana kepada beliau…

      Syukron atas kunjungannya…

  14. abu abdullah berkata:

    Assalamualaikum ustadz…

    Saya hanya mau menambahkan, menurut berita dari seorang ikhwan di jakarta bahwa masalah shubuh ini sudah ditanyakan ke masyaikh murid syaikh albani ketika daurah ulama baru baru ini. inti dari jawaban dari seorang ulama ketika itu (kalau tidak salah syaikh masyhur hasan salman) ada 6 point penting, seingat saya adalah :
    1. fatwa tentang shubuh terlalu cepat ini telah membuat risau umat islam.
    2. fatwa ini terlalu cepat keluar, seharusnya didskusikan dulu dengan lembaga ulama yang memiliki wewenang.
    3. jangan hanya waktu shubuh saja yang diperhatikan, tapi semua waktu shalat juga seharusnya di kaji ulang jika ingin mengkaji masalah waktu shalat.
    4. dalam melihat fajar shadiq bukan hanya sekali dua kali, tapi harus dalam waktu yang lama dan kontiniu. butuh pengkajian yang mendalam oleh orang yang memang berkompeten. tidak semua orang bisa sebagai wakil dalam melihat dan menentukan fajar. ditambah lagi adanya polusi cahaya saat ini.
    5. fatwa 3 ulama besar diam terhadap waktu shalat yang ada.
    6. bolehnya kita tsiqoh kepada muazzin.

    ini kira2 point dari jawaban masyaikh. jujur saja saya juga belum pernah mendengar atau belum melihat transkrip ceramahnya. bisa saja saya salah, namun ikhwan yang memberitakan kepada saya orangnya tsiqah dan terpercaya insya Allah. mungkin ustadz addariny dapat mengkonfirmasi kebenaran hal ini kepada ustadz-ustadz lainnya di Indonesia. mohon koreksinya ya ustadz… Jazakallah khairan…

  15. Abu Zahra berkata:

    “- Syeikh Utsaimin pernah sekali observasi di Saudi, dan mengatakan bahwa fajar terlalu cepat 5 menit. Kita tahu di Saudi memakai -19 derajat… itu berarti syeikh melihat fajar shodiq pada derajat minus 18…”
    ustadz gak keliru ? saya pernah baca dari tulisan seorang ustadz bahwa derajat -19 itu dirubah setelah syeikh utsaimin wafat. yang sebelumnya memakai – 18 derajat, jadi kalau begitukan beliau melakukan observasi saat – 18 derajat.

    • addariny berkata:

      Dari mana keterangan antum “bahwa derajat -19 itu dirubah setelah syeikh utsaimin wafat”?!, antum bisa datangkan sumbernya, kalau ada tolong ana diberitahu… syukron.
      Yang ana tahu perubahan derajat di kalender ummul quro dari -18 menjadi -19 itu terjadi 10 tahun setelah kalender itu disusun… padahal Syeikh Utsaimin meninggal tahun 1421 H.
      Jika keterangan antum benar, berarti penanggalan ummul quro baru disusun pada tahun 1411 H!!, sungguh ini menyelisihi fakta lapangan bahwa kalender Ummul telah disusun jauh hari sebelum itu, yakni pada tahun 1346 H, anda bisa merujuknya pada link berikut: http://www.ummulqura.org.sa/About.aspx
      Dan andai saja keterangan antum itu benar, itupun perbedaannya sedikit, cuma +-4 menit… dan tetap saja hal itu tidak seperti yang diklaim di Saudi dan negara lainnya selama ini, bahwa waktu subuh kita terlalu cepat 20-30 menit…
      Afwan… coba antum rujuk ulang perkataan antum “bahwa derajat -19 itu dirubah setelah syeikh utsaimin wafat” apa ada sumber yang tepercaya?… syukron atas komennya…

  16. Abu Zahra berkata:

    oh ya afwan ustadz saya keliru dalam koment saya yang benar adalah “waktu adzan di masjid Syaikh Ibn Utsaimin, yaitu 18 derajat dibawah ufuk, berdasarkan penanggalan Ummul Quro, sebelum beralih menjadi 19 derajat setelah wafatnya Syaikh.” yang saya baca di majalah qiblati edisi terbaru dengan judul PEMBELAAN TEHADAP SYAIKH UTSAIMIN SOAL FAJAR SHADIQ.

    • addariny berkata:

      Akhi… Coba antum datangkan keterangan itu dari perkataan syeikh siapa? di buku apa? Seperti ana katakan, Ummul quro pertama di edarkan pada 1346 H. Kalau setelah sepuluh tahun dirubah derajatnya menjadi -19, berarti pada tahun 1356, dan itu berlaku di seluruh wilayah saudi, kecuali jika antum bisa datangkan dalil khusus yang kuat, bahwa di masjidnya Syeikh Utsaimin derajat itu tidak berubah hingga wafatnya Syeikh… Afwan wa Syukron…

  17. Abu Shofiyyah berkata:

    ustadz tanya : apa benar yang disampaikan di situs qiblati bahwa qoul terakhir dari syeikh jadul haq adalah keniscayaan untuk melakukan koreksi jadual waktu sholat sebagaimana saya baca di http://id.qiblati.com/forum/id/32

    • addariny berkata:

      Afwan sebelumnya, nama yang bener itu, JADAL HAQ, bukan JADUL HAQ…
      Untuk yang antum tanyakan, terus terang setelah ana cek, ternyata keterangan itu sumbernya dari omongan perorangan… tidak disebutkan dari mana sumber tertulisnya… majalah apa? edisi berapa? dan pada tahun berapa? atau kitab apa… Yakni tanpa bukti yang bisa dipertanggung-jawabkan… Cobalah antum tanya yang nulis itu, apa sumbernya? apa sumbernya kuat dan bisa dipercaya, sebagaimana kuatnya sumber fatwa resminya..?
      Terus terang ana ragu dengan sumber yang tidak jelas itu, ana lebih percaya fatwa resminya, kecuali bila mereka bisa mendatangkan keterangan yang bisa dipertanggung-jawabkan keabsahannya… wallohu a’lam

  18. wanto berkata:

    Afwan ust, kalo dicermati. inti permasalahan fajar ini ada pada perbedaan persepsi antara awal fajar dan sempurnanya fajar. ana mohon penjelasan bgmn para ulama memahami makna “yatabayyan” dalam surat al-Baqoroh tersebut. karena yang ust samapaikan dalam artikel belum mengungkap hal ini.

    • addariny berkata:

      yatabayyana… itu fi’il mudhori’ dari tabayyana… dikatakan “tabayyanasy syai’u – idza dhoharo wattadhoha”…

      Jadi artinya hingga tampak jelas BENANG PUTIHnya fajar… bukan hingga tampak jelas FAJARnya… (Perhatikan perbedaan 2 redaksi ini, dan renungkan imbas dari perbedaan itu)

      Jika maksudnya fajar yang telah sempurna, maka harusnya redaksinya “hatta yatabayyana lakumul fajar” bukan “hatta yatabayyana lakumul khoitul abyadhu minal khoitil aswadi minal fajr”…

      Antum insyaAlloh bisa bedakan antara dua redaksi yang ana sebutkan… wallohu a’lam…

  19. salafiyunpad berkata:

    Na’am jazakallahu khairan ustadz

  20. taufik berkata:

    ustadz,mohon ditanggapi klaim qiblati bahwa masyaikh yordan membenarkan seruan perbaikan waktu jadwal sholat subuh yg dilakukan majalah qiblati( waktu dauroh trawas di mojokerjo masyaikh yordan tanggal 11 oktober)

    • addariny berkata:

      Akhi Taufik… Memang ada perbedaan pendapat diantara para ulama di era ini… Ada yang mendukung koreksi jadwal sholat tersebut, ada juga yang menentangnya… Intinya ada perbedaan pandangan tentang ciri fajar shodiq, hingga terjadi perbedaan waktu kapan fajar dianggap telah muncul…

      Khusus untuk kalender depag, ana pribadi kurang setuju dengan penetapan derajat 20 di bawah ufuk untuk waktu shubuh… ana lebih condong ke derajat 18 dibawah ufuk, sebagaimana banyak dipakai di negara2 lain… wallohu a’lam… perbedaan 2 derajat = 8-10 menit… wallohu a’lam…

      Tapi ana pribadi tidak setuju jika derajatnya diturunkan hingga 15 derajat di bawah ufuk, karena hal itu menyelisihi pendapat mayoritas ulama… dan akan membahayakan KEABSAHAN PUASA kita… karena tidak dimulai dari awal fajar shodiq… wallohu a’lam

      Kita tidak usah bingung dengan khilaf tersebut… InsyaAlloh dengan memakai derajat 18 dibawah ufuk sebagamana dipakai di banyak negara, antum masih bisa sholat jamaah di masjid2 yang memakai kalender depag, asal iqomatnya minimal setelah adzan 8-10 menit… ini untuk masalah SHOLAT…

      Sedang untuk masalah PUASA, ana sarankan tetap memakai kalender depag, karena dengan begitu kita bisa mengambil langkah hati2 dalam hal ibadah, dari dua sudut pandang… wallohu a’lam...
      afwan wa syukron.

  21. amir berkata:

    ustadz ini ada transkip ceramah dauroh Trawas ttg polemik http://id.qiblati.com/forum/id/49

    oya, ana usul munkin antum bisa tanyakan perihal polemik ini kepada ulama di Madinah/ di jami’ah Islamiyyah saat ini, semoga kami bisa mendapatkan faidah dari para ulama. nanti bisa antum cantumkan di blog antum ttg pendapat/ fatwa ulama madinah saat ini misalnya…

    jazakumullahu khairan

    • addariny berkata:

      Ana udah bertanya ke beberapa syeikh yang saya temui di saudi, diantaranya Syeikh Aqil Asy-Syammari, Syeikh Umar Assudais, dan yang lainnya… jawaban mereka hampir serupa, bahwa penanggalan yang sekarang dipakai di saudi (Ummul Quro) itu sudah tepat… hanya saja sekarang tanda2 masuknya waktu subuh memang jadi samar karena perubahan alam yang terjadi akhir-akhir ini… InsyaAlloh tak tanyakan ke banyak masyasyikh yang lainnya… jazakumulloh atas masukannya…

  22. Ar-Ribath berkata:

    Assalamualaikum ustadz sungguh-sungguh saya berterimakasih dengan tulisan ustadz yang memberikan pembanding secara ilmiah dari wacana yang telah digulirkan oleh qiblati…
    Semoga alloh mencerahkan wajah ustadz dan mengangkat derajat ustadz di yaumul akhir nanti. Saya sangat mendukung usaha ustadz dalam hal ini..

    Ustadz telah saya temui sebuah fakta yang ganjil dari foto hasil observasi team qiblati di banyuwangi…

    http://myquran.org/forum/index.php/topic,70185.0.html

    silahkan ustadz merujuk ke link diatas…yang ternyata ketika kita meneliti secara seksama maka kita temui bahwa validitas hasil foto yang mereka pampang di website juga bermasalah karena fajar telah memerah walau pada foto mereka yang paling gelap sekalipun..apalagi kita kita gunakan program pengolah gambar seperti photoshop. maka kita temui bahwa fajar telah ada jauh sebelum persaksian mereka fajar itu muncul jam 4.35

    yang semua itu berangkat dari kelemahan kamera yang mereka gunakan, dan ketidak tahuan akan dasar2 pemotretan fenomena alam diwaktu gelap. Karena night scene itu dalam pemotretannya pun butuh teknik khusus dan tidak dapat di pakai kamera digital biasa yang lemah dalam penangkapan cahayanya..

    wallahu ‘alam

  23. amir berkata:

    ada penjelasan yg sangat bagus dari al ustadz dzulqornain ttg waktu2 sholat pada dauroh solo 18-20 desember 2009 kemaren. termasuk bantahan kepada qiblati yg mempermasalahkan jadwal waktu sholat. semoga bermanfaat
    klik di sini http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/12/19/download-dauroh-jajar-1-mengenal-waktu-waktu-sholat-ust-dzulqornain-penting/

    • addariny berkata:

      Jazakallohu khoiro atas infonya…
      Ana udah dengar sendiri, pembahasan masalah isu sholat shubuh ada di file no 3, kira-kira pada menit ke 70…

  24. Frita Takwa berkata:

    Assalamualaikum w.w.

    Sedikit komentar mengenai pemakaian bahasa Indonesia. Kenapa mesti pakai “ana”, “antum”, kok saya merasa risi ya. Alangkah baiknya bila tetap dipakai bahasa Indonesia yang baik, toh sudah banyak sekali istilah-istilah Al-Quran yang memang naturenya sulit untuk diterjemahkan. Tetapi kalau “ana” dan “antum” tidak dipakai akan membuat bahasa Indonesia yang kita lebih elegan, karena lebih benar. Menggantikan “ana” dengan “saya” dan “antum” dengan “anda” tidak ada ruginya, bahkan membuat pemakaian bahasa Indonesia menjadi lebih baik, tidak terseok-seok, tidak terperosok kedalam “slang” ras tertentu. Ya, sekedar komentar, maaf bila tidak berkenan…

    Wassalamualaikum w.w.
    Frita

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh wabarokatuh…

      Ana khawatir, anti nantinya risih juga dengan ucapan salam ini… itu kan bukan bahasa indonesia…
      Kalau ada orang yang menggunakan kosakata inggris, misalnya: I atau U, thanks, nice, dll… dalam komentarnya, apa anti juga merasa risih, karena bukan bahasa indonesia… Kalau jawaban anti itu keren, meski bukan bahasa indonesia, berarti anti harus introspeksi diri…
      Bagaimana anti merasa risih dengan bahasa alquran dan Hadits, sedang anti tidak merasa risih dengan bahasa lainnya?!

      Memang tidak ada ruginya kita memakai kata saya dan anda… tapi ana tidak setuju kalau dikatakan dengan pemakaian kata ana dan antum, bahasa indo kita jadi terseok2 dan menjadikan kita terperosok ke dalam slang ras tertentu…

      Pemakaian kosakata bahasa arab juga baik, indah, dan luwes… Apalagi itu merupakan bahasanya Alqur’an dan Hadits, bahasa utamanya Umat Islam… Apakah dengan memakai sebagian kosakata bahasa arab kita bisa terperosok ke dalam slang ras tertentu?!.. Mungkin penilaian anda tentang pemakaian kosakata bahasa arab ini harus ditinjau ulang…

      Ya, ini sekedar jawaban dari ana, mohon maaf dan afwan bila ada kata-kata yang kurang berkenan…
      Waalaikum salam warohmatulloh wabarokatuh…

  25. abu pertiwi berkata:

    Assalamu alaikum, Ustadz dari foto2 yang ditampilkan oleh pakarfisika di http://pakarfisika.wordpress.com/2009/08/23/waktu-shubuh-terlalu-cepatkah/#comment-4234 , yang dilengkapi derajat matahari. Dari pengamatan ustadz, foto yang derajatnya berapa maka sudah masuk waktu sholat subuh. Mohon infonya karena ana juga berencana melihat fajar. Syukron atas perhatiannya. Jazakallohu khoiran.

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh…
      Ana cuma mengomentari foto yang diberi keterangan diambil saat derajat -18… disitu sudah tampak warna padi di sawah yang hijau…

  26. abu alfa berkata:

    Ustadz ana usul; kalau antum sekali saja observasi di saudi khan pasti valid, sebab di sana banyak tempat yang mungkin.

    Afwan ustadz, ana boleh koment tentang poto pakarfisika yang minus 18 derajat itu, warna hijau itu khan disebabkan oleh lampu di belakang kamera sepertinya, sebab tidak mungkin fajar membuat daun padi menjadi terlihat.

    Terakhir ustadz, ana sedih juga melihat para ulama saling beradu argumen dan menyalahkan satu sama lain, seolah dirinya yang paling benar.

    Semoga antum tetap tidak menyalahkan yang lain ustadz, sebab ternyata menurut ana, kesimpulan antum, sudut shubuh itu ya minus 18 derajat gitu.

    Nah, terakhir ana baca di qiblati, target mereka itu ya sudut shubuh indonesia ini jangan minus 20 derajat tetapi minus 18 derajat. JADA SAMA khan dengan pendapat ustadz…?

    Tetapi mereka tidak berhenti di situ, dan meminta pemerintah untuk terus membentuk tim dan membuktikan di lapangan.

    Kalau boleh ana berpendapat, sebenarnya misi qiblati itu baik khan ustadz, sebab pemerintah indonesia itu mengurusi awal bulan dan arah kiblat saja masih belum final, juga waktu sholat…

    Ana sedih membaca majalah salafy kok menuduh qiblati membuat perpecahan ummat,karena menyebarkan wacana yang belum jelas danmestinya disampaikan dulu kepada pihak yg berwajib. Pihak berwajib itu siapa to ustadz, sebab dalam dialog depag – qiblati, pihak yang secara ilmiah mundur itu dari depag. Pada point ini, jujur ustadz ana tetap yakin husnudlon ana, bahwa misi qiblati itu mulia, dan sudah pada jalannya. Kalau salah, pasti dalam dialog itu, pihak depag akan pertama kali menyalahkan qiblati yang tidak ijin ke pemerintah tetapi membuat resah ummat.
    Toh pemerintah sama sekali tidakmenyalahkan qiblati, tetapi yang menyalahkan qiblati malah kebanyak dari ulama salafy lainnya.

    Kaifa pendapat ana ini ustadz. mohon do’a ustadz agar ana benar menentukan pilihan.

    barokalloh fiikum

    • addariny berkata:

      1. Meski kesimpulan ana subuh sudah terbit pd derajat -18, tapi tetap saja ana tidak mengatakan bahwa orang yang bersandar pada kalender DEPAG sholatnya tidak sah… sedang Qiblati, mengatakan sholat mereka tidak sah… Inilah yang menyebabkan geger di masyarakat.

      2. Qiblati berpedoman pada derajat -15, bukan -18… antum bisa baca sendiri di situsnya… memang mereka senang jika derajatnya dirubah menjadi -18… tapi tetap saja, pada derajat itu fajar belum tampak menurut mereka… coba tanya saja ke mereka langsung… ana memahaminya seperti itu…

      3. Misi Qiblati memang baik, ana juga yakin dengan itu, dan ana sangat menyetujui jika dilakukan koreksi dalam kalender DEPAG… tapi tentunya dengan cara yang arif dan bijak… duduk bersama dengan DEPAG, dan mendiskusikannya dengan baik-baik, tanpa harus diekpos dulu ke masyarakat luas yang awam… karena pertimbangan maslahat dan madlorot yg ada…

      4. Dialog Qiblati DEPAG yg dimuat dalam majalah QIBLATI, menurut ana itu bukan dialog, tapi hanya sanggahan terhadap tulisan T. Jamaludin… ana kira banyak orang lain yang juga berpendapat demikian… (afwan jika penilaian ana salah)…

      5. DEPAG YOGYAKARTA tidak cocok dengan cara mereka, dan telah menanggapinya, meski tanggapannya menurut banyak orang kurang memuaskan… Cukuplah dampak di masyarakat menjadi ibroh bagi kita, dalam menyampaikan masalah-masalah seperti ini…

      6. Adu Argumen, tidaklah tercela bila masing-masing mendasarinya dengan dalil… Adu argumen telah ada sejak masa salaf, jadi tidak ada yang salah dengan itu… Imam Syafi’i mengatakan: “Pendapatku benar, tapi ada kemungkinan salahnya, sedang pendapat orang lain salah, tapi ada kemungkinan salahnya”… Apakah jika antum memilih suatu pendapat, antum bisa tidak meyakini kebenarannya, dan meyakini salahnya pendapat lain… Jawablah sendiri dan jujurlah pada diri anda!… (Afwan jika kata-kata ini kurang pantas untuk antum)…

      7. Ana melihat, pendapat Ustadz-Ustadz yang mengoreksi Langkah Qiblati lebih relevan, karena hal itu akan menjauhkan umat dari perpecahan… dan kalau mereka ingin meniru langkah Syeikh Utsaimin dan Syeikh Albani dalam memperingatkan orang lain, lakukanlah hal itu sebagaimana yang dilakukan keduanya… apakah keduanya menyebarkan lewat surat kabar atau majalah… ataukah hanya di kitab-kitab dan muhadlorohnya yang kalangannya terbatas, untuk thullabul ilmi…

      Wallohu a’lam… itu semua hanya pendapat dari penuntut ilmu yg masih yunior ini… semoga Alloh mengampuni dosa-dosanya…

      waiyyaaka barokalloh…. wassalam

  27. Muhammad berkata:

    Assalamu’alaikum ustadz dari foto Pak AR yang disudut derajat -18 sudah tampak warna padi di sawah yang hijau apakah itu menandakan fajar shodiq telah terbit.. jazakumullah

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh… Jika itu karena cahaya dari alam, bukan dari foto, maka berarti fajar telah terbit…
      ana pernah dengar keterangan bahwa awal mula fajar yang berupa benang putih diufuk, tidak mungkin diambil dengan kamera biasa… ia hanya bisa dilihat dengan mata… dan ana juga pernah lihat ketika orang observasi fajar shodiq, ketika dia foto, hasilnya hitam, tidak ada sinar yang tampak… makanya jika ada orang yang mengatakan bahwa dia bisa menjepret fajar shodiq dengan foto, maka kemungkinan besar, itu bukan permulaan fajar shodiq, tapi fajar shodiq yang telah atau hampir sempurna… wallohu a’lam…

  28. abu pertiwi berkata:

    – Afwan apakah Ust. tdk mengamati bayangan gunung di ufuk yg baru terlihat pada derajat -15, dan bukankah yang diamati wilayah ufuk ?. Mungkin (ini hanya prediksi ana) diafragma bukaan kamera yg cukup besar (karena dibutuhkan cahaya yg lebih banyak) shg padi jadi terlihat yg lokasinya lebih dekat ke kamera. Sebagaimana jika dilihat bahwa gambar padi tidak mengalami perubahan penampilan baik di derajat -18 maupun diderajat lainnya.
    – Jika jamaah sudah melakukan sholat bersama imam sementara waktu sholat belum masuk, kemudian pada rokaat kedua imam, ana baru bertakbir untuk memulai sholat yg pada waktu itu sudah masuk waktu sholat, bagaimanakah pahala sholat berjamaah ana ?
    Afwan ust poin pertama hanya diskusi aja untuk menambah keyakinan.
    Syukron atas tanggapan2nya, jazakallohu khoiran.

    • addariny berkata:

      – Antum tanyakan aja pada orangnya… dari pada terka menerka… lagian saudara kita kan masih hayyun yurzaq

      – Jika antum berkeyakinan ketika rekaat pertama belum masuk waktunya, maka tidak ada gunanya antum melakukan itu…
      Karena sholat shubuh antum tetap tidak sah, karena antum berjama’ah dengan orang yang sholatnya menurut antum tidak sah, karena sholat itu amalan yang tidak bisa dibagi-bagi, jika awalnya tidak sah, berarti akhirnya juga tidak sah…

      Jadi pilihannya, jika antum yakin bahwa waktu belum masuk… Jama’ah saja bersama mereka dg niat sholat sunat, lalu sholat shubuh setelah masuk waktu… Dengan begitu InsyaAlloh antum tetap mendapatkan pahala berjama’ah

      Wallohu a’lam… afwan… wajazakallohu khoira… wabaaroka fiik…

    • abu pertiwi berkata:

      Assalamu alaikum,
      Ana sudah menanyakan ke pak Ar tentang terlihatnya warna hijau padi,..itu karena pengaruh cahaya lampu yang ada didekat sawah.

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh…

      Jk keadaan cahaya seperti itu, maka hasilnya tentu saja kurang maksimal, wallohu a’lam

  29. Muhammad berkata:

    Jazakumullah ustadz…

    Tapi saya jadi tambah bingung karena dari yang saya baca-baca ada hadits yang mengatakan fajar shodiq itu berwarna merah dan ada seorang ustadz yang mengatakan bahwa memang Fajar Shodiq pada awal munculnya terkadang berwarna putih terkadang berwarnah merah tergantung musim, apakah keterangan tersebut salah.. maksud saya.. Awal Fajar Shodiq yang benar adalah yang berwarna putih tidak mungkin merah berarti jika Awal Cahaya yang membentang di ufuk terlihat adalah warna merah berarti kita tidak melihat awal munculnya Fajar Shodiq tersebut dan hadits tersebut salah atau bagaimana..!? mohon pencerahannya..

    Dan ganjalan lagi katanya kok katanya Fajar Shodiq yang menjadi awal waktu subuh adalah yang jelas terlihat terbitnya..?

    Jika ada 2 orang berselisih yang satu mengatakan belum terbit yang lain sudah terbit maka hukumnya adalah belum terbit Fajar?

    • addariny berkata:

      Waiyyak…

      1. Hadits tentang fajar shodiq yang disebut dengan redaksi merah, sudah ana jawab di artikel no: 4

      2. Awal Fajar Shodiq itu selalu putih, sebagaimana dijelaskan oleh Alqur’an… “sehingga jelas bagi kalian benang putih”, Alloh tidak mengatakan sehingga jelas bagi kalian benang merah”… Warna merah tampak setelah munculnya benang putih, sebagaimana IJMA’ yang dinukil oleh al-Jashshosh dalam tafsirnya… antum bisa rujuk kembali ke artikel no: 4

      3. Ingat ada PERBEDAAN dalam dua ungkapan ini: “TERLIHAT JELAS BENANG PUTIHNYA FAJAR” dan “TERLIHAT JELAS FAJARNYA”… Redaksi Alqur’an adalah yang pertama dan itulah yang benar…

      4. Jika ada dua orang yang berselisih, dan keduanya sama-sama tsiqoh, maka pendapat yang dipilih adalah pendapat orang yang mengatakan sudah, karena orang yang sudah tahu adalah hujjah bagi yang belum tahu… Antum harus bedakan antara masalah ini dengan masalah orang yang dirinya ragu, apakah sudah terbit fajar atau belum?…

      Wallohu a’lam… semoga jelas… barokallohu fiik… wassalam…

  30. Arif berkata:

    Assalamu’alaikum kaifa haluq ustadz..

    melihat jawaban antum semakin membuat saya takut.. ustadz..
    mohon maaf.. berikut sedikit urun rembug saya

    Pernah ditanyakan kepada Syaikh Abdurrahman al-Barrak: “Kami dengar bahwa waktu adzan shalat subuh sesuai dengan fajar kadzib bukan shadiq, maka apa yang harus kita kerjakan?

    والله هذه المشكلة عندنا وعندكم لكن الذي ننصح به أن يتأنى الأئمة ولا يستعجلون في أداء الصلاة حتى يكونوا على يقين من دخول الوقت، أما الاعتماد على مجرد التقويم مع وجود هذا الإشكال الكبير الذي طرحه كثير من الناس وذكروا أن التقويم متقدم على طلوع الفجر الصادق ينبغي للأئمة ولمن يصلي في البيوت أن يتأنوا ولله الحمد. يتأنى يعني الفرق عندي أقل منهم يعني ربع ساعة أو ثلث ساعة للاطمئنان ليس عندي علم قاطع بصحة ما يقوله هؤلاء لكني لا أستطيع أن أدفعه فالمخرج هو الاحتياط.”

    “Demi Allah ini problem pada kami dan pada kalian, akan tetapi yang kami nasehatkan adalah agar para imam melambatkan diri dan tidak tergesa-gesa dalam menunaikan shalat subuh hingga benar-benar yakin tentang masuknya waktu. Adapun hanya sekedar mengacu pada kalender sementara ada problem besar yang dilontarkan oleh banyak orang, yang menyebutkan bahwa taqwim yang ada ini terlalu cepat dari kemunculan fajar shadiq (maka tidak), seyogjanya para imam dan orang-orang yang shalat di rumah melambatkan diri. Alhamdulillah, melambatkan diri, artinya perbedaannya menurut saya lebih sedikit dibanding mereka, yaitu sekitar 15 menit atau 20 menit untuk ketenangan. Saya tidak memiliki ilmu pasti tentang benarnya apa yang dikatakan oleh mereka, akan tetapi saya juga tidak bisa menolaknya, maka solusinya adalah hati-hati (dengan mengakhirkan tadi).”

    catatan dari apa yang beliau sampaikan pada :”Saya tidak memiliki ilmu pasti tentang benarnya apa yang dikatakan oleh mereka”
    ===>”Taqwim Ummul Quro bukan DEPAG”
    semoga kita bisa mencontoh ketawadu’an beliau..!

    “Waalaikum salam warohmatulloh… Jika itu karena cahaya dari alam, bukan dari foto, maka berarti fajar telah terbit…”
    ===> bagaimana jika fajar kadzib yang muncul kan juga keluar cahaya

    “1. Hadits tentang fajar shodiq yang disebut dengan redaksi merah, sudah ana jawab di artikel no: 4

    2. Awal Fajar Shodiq itu selalu putih, sebagaimana dijelaskan oleh Alqur’an… “sehingga jelas bagi kalian benang putih”, Alloh tidak mengatakan sehingga jelas bagi kalian benang merah”… Warna merah tampak setelah munculnya benang putih, sebagaimana IJMA’ yang dinukil oleh al-Jashshosh dalam tafsirnya… antum bisa rujuk kembali ke artikel no: 4

    3. Ingat ada perbedaan dua ungkapan ini: “TERLIHAT JELAS BENANG PUTIHNYA FAJAR” dan “TERLIHAT JELAS FAJARNYA”… Redaksi Alqur’an adalah yang pertama dan itulah yang benar…”
    ======> setahu saya dari yang saya baca alqur’an diterangkan dengan hadits bukan sebaliknya..
    Imam Ibnul Qayyim berkata, “Termasuk adab terhadap Nabi adalah dengan tidak mempermasalahkan sabda beliau tetapi mempermasalahkan pendapat, tidak menentang sabda beliau dengan analogi tetapi semua analogi dilempar karena tunduk terhadap nash, tidak mengubah makna sabda beliau dari hakikat aslinya hanya berdasar pada rasio. Semua ini termasuk kurang adab terhadap beliau dan termasuk kelancangan yang sangat.” [Madarijus Salikin 2/ 441-442] (sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/2059/slash/1)
    dan dilapangan setahu saya memang tidak selalu putih tergantung musim kadang awalnya putih kadang putih kemerahan kadang kemerahan.. saya kira tidak bertentangan dengan Quran dan sunnah.

    semoga Allah mengampuni saya jika ada yang salah dalam tulisan saya…

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh…
      Alhamdulillah ana bikhoir, antum bagaimana kabarnya ustadz, semoga baik juga…

      Ucapan Syeikh Abdurrohman al-Barrok, sebagaimana ucapan ulama yang lain… itu bukan hujjah… jika antum berhujjah dengannya, orang lain juga bisa berhujjah dengan perkataan ulama lain yang lebih besar dari beliau, seperti SYEIKH BINBAZ, SYEIKH SHOLIH FAUZAN, dan syeikh-syeikh besar lainnya…

      ===>”Taqwim Ummul Quro bukan DEPAG”
      Apa ada perbedaan antara ana dan antum dalam masalah ini?! makanya ana memilih pendapat -18…

      Semoga kita bisa mencontoh ketawadu’an beliau..!
      Silahkan, jika antum mengatakan ana tidak tawadlu’… dan ingin mengatakan bahwa antum tawadlu’… itu tidak mempengaruhi ana… ana hanya mengatakan apa yang ana anggap sesuai dalil yg lebih kuat… terserah apa kata orang… ana hanya akan mempertanggung jawabkan diri ana di akhirat nanti… (mohon maaf bila kurang berkenan)…

      ===> bagaimana jika fajar kadzib yang muncul kan juga keluar cahaya
      Bukankah antum sudah tahu ciri fajar kadzib… apa ada ciri fajar kadzib dalam foto itu?!… sudahlah tanyakan saja ke orangnya, tidak usah memaksakan terkaan…

      ======> setahu saya dari yang saya baca alqur’an diterangkan dengan hadits bukan sebaliknya..
      Apa antum tidak tahu, ada ayat Alqur’an yang menjelaskan ke-mujmal-an dalam Hadits?!
      Apa antum tidak tahu, ada ayat Alqur’an yang petunjuknya lebih kuat dan lebih jelas dari Hadits?!

      Ucapan Ibnul Qoyyim itu, apa ada khilaf diantara kita?! apa ana tidak menyetujui perkataan Ibnul Qoyyim tersebut?!

      Jika antum mengatakan ana kurang beradab dalam memaknai hadits itu… maka bukankah ana bisa mengatakan bahwa antum lebih kurang beradab dalam menafsiri ayat Alqur’an itu… tapi ana tidak akan mengatakan itu kepada antum… karena antum adalah saudara seiman ana, dan mungkin antum mengatakan itu, karena suatu hal yg ana tidak tahu… semoga Alloh mengampuni kita semua…

      Ingat dan tolong jangan dilupakan… BERDISKUSILAH DENGAN ILMIYAH… PAKAILAH DALIL APA YANG PANTAS DIPAKAI UTK DALIL… JANGAN MEMAKSAKAN PENDAPAT ANDA KEPADA ORANG LAIN SELAMA KHILAFNYA MU’TABAR… JANGAN MENGGUNAKAN KATA-KATA YANG MERENDAHKAN LAWAN DISKUSI… BERDISKUSILAH DENGAN RASA SALING MENGHORMATI… COBALAH BAYANGKAN JIKA ANDA DI POSISI LAWAN ANDA… fala yu’minu ahadukum hatta yuhibba li akhihi ma yuhibbu linafsihi…

      sekian… mohon maaf atas kelancangan ana ya ustadz, semoga dimaklumi, wassalam…

  31. Arif berkata:

    dari situs Qiblati yang saya baca
    Perkataan Al-Jashshosh dalam Ahkamul Qur’an:

    ولا خلاف بين المسلمين أن الفجر الأبيض المعترض في الأفق قبل ظهور الحمرة, يحرم به الطعام والشراب على الصائم

    “Tidak ada perbedaan pendapat di antara kaum muslimin, bahwa dengan munculnya fajar putih yang mendatar di ufuk sebelum munculnya warna merah, makan dan minum menjadi haram bagi yang puasa. (Ahkamul Qur’an 1/229)

    Tanggapan Abu Hamzah:

    a. Dapat dari mana al-Jashshash mendapatkan lafadz mu’taridh? Lafazh itu dari hadits nabawi:

    (لَيْسَ الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيلَ فِي الأُفُقِ وَلَكِنَّهُ الْمُعْتَرِض الأَحْمَرُ)

    “Bukanlah fajar itu cahaya yang meninggi di ufuk, akan tetapi yang membentang berwarna merah (fajar putih kemerah-merahan).” (HR. Ahmad)

    Imam Turmudzi meriwayatkan dengan lafazh:

    (كُلُوا واشْربوا ولا يَهِيدَنَّكم الساطِع المصْعِد فكلوا واشربوا حتى يعترض لكم الأحمر).

    “Makanlah dan minumlah, janganlah cahaya yang menjulang tinggi ke atas mengganggumu (menghalangimu) dari makan, makanlah dan minumlah hingga membentang padamu cahaya merah.” (HR Turmudzi: 705 , Abu Daud: 2348, Ibn Khuzaimah)

    Jadi hadits Nabi wajib diterima secara utuh. Adapun ucapan “sebelum munculnya warna merah” maka ini tidak lazim, yang lebih baik adalah “apakah ada warna merahnya atau tidak, yang penting fajar terang membentang.” Karena secara empiris alam, udara, kelembaban bisa mempengaruhi warna. Wallhu a’lam.

    • addariny berkata:

      Pertama ana baca jawaban itu dari situs Qiblati, ana mengatakan: “Sungguh itu jawaban yang sangat berani”.

      Terus terang, ana tidak menemukan ulama terdahulu setelah al-Jashshosh yang menolak IJMA’ yg dinukilnya, padahal kitab TAFIRNYA AL-JASHSHOSH sangat dikenal oleh para ulama, dari dulu… (al-Jashshosh wafat tahun 370 H)

      Beliau (AH) menolak IJMA’ itu, hanya karena ia menilai itu bertentangan dengan pendapat yang dipegangnya (mohon maaf bila pernyataan ini menyakiti hati)… Jika demikian, ana lebih memilih pendapat PAKAR TAFSIRnya, dalam menafsiri ayat itu, karena tidak diragukan lg PAKAR TAFSIR itu lebih tahu, lebih bertakwa, dan lebih dekat dengan zaman salaf darinya… dan juga karena pendapat PAKAR TAFSIR itu lebih dekat dengan redaksi ayat alqur’an itu… wallohu a’lam

      Silahkan anda berbeda pendapat… mungkin antum lebih alim dari ana… tapi jangan memaksakan pendapat antum ke ana… ana hanya memilih pendapat, sesuai dalil yang ana anggap kuat…

      Ana udah katakan jawaban Hadits itu di artikel ke: 4, sebagaimana disebutkan para pensyarah hadits… Antum juga tahu kan, ada beberapa ulama yang mendloifkan hadits itu, dan ana juga sudah singgung hal itu dalam artikel…

      Jika demikian, kenapa kita memaksakan pemahaman hadits itu, lalu menakwil redaksi Alqur’an?!…

      Bukankah lebih baik kita mengambil REDAKSI ALQUR’AN APA ADANYA dan menakwil HADITS YANG MASIH DIPERSELISIHKAN KESHOHIHANNYA?!

      Adanya orang yang menyelisihi pendapat ana… itu wajar saja… begitulah masalah khilafiyah… yang penting sikapi dengan bijak dan arif… jangan saling mencela…

      afwan, wassalam

  32. Arif berkata:

    ===>”Taqwim Ummul Quro bukan DEPAG”
    Apa ada perbedaan antara ana dan antum dalam masalah ini?! makanya ana memilih pendapat -18…
    bedanya ustadz menulis makalah ini untuk membantah orang yang mengajukan taqwim DEPAG yang memakai sudut 20 derajat dengan mengunakan kitab yang membela taqwim ummul quro saat memakai sudut 19 derajat yang kini dikoreksi menjadi 18.5 derajat(yang membatalkan kitab tersebut) dan antum berkesimpulan yang benar sudut -18 derajat.

    ===> bagaimana jika fajar kadzib yang muncul kan juga keluar cahaya
    Bukankah antum sudah tahu ciri fajar kadzib… apa ada ciri fajar kadzib dalam foto itu?!… sudahlah tanyakan saja ke orangnya, tidak usah memaksakan terkaan…

    “alhamdulillah sudah saya download semua photo yang ditunjukkan Pak Ar dan sudut -17 lebih gelap dari sudut -18 silakan lihat di layar lcd akan terlihat jelas perbedaannya dan mulai terang lagi di sudut – 15 derajat.”

    Ucapan Ibnul Qoyyim itu, apa ada khilaf diantara kita?! apa ana tidak menyetujui perkataan Ibnul Qoyyim tersebut?!

    Jika antum mengatakan ana kurang beradab dalam memaknai hadits itu… maka bukankah ana bisa mengatakan bahwa antum lebih kurang beradab dalam menafsiri ayat Alqur’an itu… tapi ana tidak akan mengatakan itu kepada antum… karena antum adalah saudara seiman ana, dan mungkin antum mengatakan itu, karena suatu hal yg ana tidak tahu… semoga Alloh mengampuni kita semua…

    “alhamdulillah saya menerima ayat al qur’an yang mengatakan Benang Putih (berwarna putih) tidak menakwilnya menjadi merah dan menerima hadits yang mengatakan warna merah (tidak menolaknya) juga tidak memaknainya dengan warna putih, dan saya tidak ingkar pada sunnah Rasul tersebut.”

    fala yu’minu ahadukum hatta yuhibba li akhihi ma yuhibbu linafsihi…
    “komentar saya adalah bentuk urun rembug saya walaupun ilmu saya jauh dibawah ilmu ustadz.. dalam hal ini saya anggap ada yang perlu disampaikan.”

    Pertama ana baca jawaban itu dari situs Qiblati, ana mengatakan: “Sungguh itu jawaban yang sangat berani”.

    Terus terang, ana tidak menemukan ulama terdahulu setelah al-Jashshosh yang menolak IJMA’ yg dinukilnya, padahal kitab TAFIRNYA AL-JASHSHOSH sangat dikenal oleh para ulama, dari dulu… (al-Jashshosh wafat tahun 370 H)
    (b) pendapat kedua menyelisihi pendapat mayoritas ulama, bahkan Al-Jashshosh dalam kitab tafsirnya mengatakan: “Tidak ada perbedaan pendapat di antara kaum muslimin, bahwa dengan fajar putih yang mendatar di ufuk sebelum munculnya warna merah, makan dan minum menjadi haram bagi orang yang puasa. (Ahkamul Qur’an 1/229)

    ucapan imam turmudzi
    (والعمل على هذا عند أهل العلم: أنه لا يحرم على الصائم الأكل والشرب، حتى يكون الفجر الأحمر المعترض. وبه يقول عامة أهل العلم).
    “Pengamalannya atas dasar ini di kalangan para ahli ilmu; yaitu tidak haram atas orang yang berpuasa makan dan minum hingga fajar merah membentang. Ini dikatakan oleh segenap ulama.” (Hadits 705)

    berarti tidak Ijma’..! bahwa harus putih.

    wal afwu minkum

    • addariny berkata:

      ===>”Taqwim Ummul Quro bukan DEPAG”
      Apa ada perbedaan antara ana dan antum dalam masalah ini?! makanya ana memilih pendapat -18…

      Antum mengatakan:
      Bedanya, ustadz menulis makalah ini untuk membantah orang yang mengajukan taqwim DEPAG yang memakai sudut 20 derajat dengan mengunakan kitab yang membela taqwim ummul quro saat memakai sudut 19 derajat yang kini dikoreksi menjadi 18.5 derajat(yang membatalkan kitab tersebut) dan antum berkesimpulan yang benar sudut -18 derajat.

      Ana Jawab:
      Antum pahami dulu pertanyaan ana sebelum menjawab… Ana kan mengatakan: “Apa ada perbedaan antara ana dan antum dalam masalah ini?!”… Maksudnya: “Apa ana mengatakan bahwa taqwim Ummul Quro itu sama dengan taqwim DEPAG?!”… Kenapa antum melebarkan masalah!!… Bahasan yang ini belum selesai, kenapa langsung lari ke bahasan lain?!… Satu-satu kan enak… Biar masalah benar-benar tuntas… Baru pindah ke pembahasan lain…
      Masalah selanjutnya, kenapa ana memakai kitab yang membela Taqwim Ummul Quro, sebagai rujukan untuk membela Taqwim DEPAG?!…

      Tujuan ana menulis makalah adalah meluruskan tuntutan pengoreksian yang ada… Ana tidak setuju dengan sudut -15 yang dijadikan standar oleh mereka, karena hal itu akan membahayakan keabsahan IBADAH PUASA umat islam… Inilah kesamaan antara tujuan ana dan tujuan kitab itu, sehingga ana bisa mengambil manfaat darinya…
      Di samping mengambil manfaat dari kitab itu, ana juga banyak mengambil manfaat dari kitab2 lainnya, oleh karenanya tidak semua dalil dalam kitab itu, ana sebutkan dalam artikel ini, dan tidak semua dalil yang ana sebutkan, ada dalam kitab itu… walhamdulillah…

      Kalau antum menyalahkan cara ini, seharusnya antum juga menyalahkan caranya AH, bukankah dia juga memakai rujukan dari para syeikh yang tidak setuju, jika waktu sholat ditentukan dengan derajat tertentu, seperti Syeikh Muhammad Rosyid Ridlo, Syeikh Albani, dan syeikh2 lainnya -rohimahumulloh-?!… Belum lagi mereka yang menginginkan derajat 16, juga diambil rujukan oleh mereka… (obyektiflah dalam menilai…)

      Dan sebenarnya tidak ada yang salah dalam hal ini…

      Semoga antum selalu mengingat: “Bahwa pemakaian sebuah dalil yang sama, bukan berarti menunjukkan samanya hasil yang dituju oleh si pemakai dalil itu”. Dan antum juga akan mendapati hal ini banyak dilakukan oleh Para Salaf, jadi tidak ada yg salah dalam hal ini… Mohon tidak usah diungkit masalah ini lagi, karena itu hanya akan mencoreng muka orang yang mempermasalahkannya… (Afwan, jika kurang berkenan)…

    • addariny berkata:

      Antum mengatakan:
      “Alhamdulillah saya menerima ayat al qur’an yang mengatakan Benang Putih (berwarna putih) tidak menakwilnya menjadi merah, dan menerima hadits yang mengatakan warna merah (tidak menolaknya) juga tidak memaknainya dengan warna putih, dan saya tidak ingkar pada sunnah Rasul tersebut.”

      Ana jawab:
      Pertama: Perkataan antum “Saya tidak ingkar pada sunnah Rasul tersebut”, sungguh SANGAT TIDAK RELEVAN dengan topik diskusi kita… Apa antum menganggap bahwa ana mengingkari Sunnah Rosul ini… Na’udzubillah, tsumma na’udzubillah… Apa antum mengatakan, bahwa setiap orang yang menakwil berarti mengingkari apa yg ditakwilnya?!… Apa antum tidak meyakini adanya takwil yang shohih?!… Hati-hatilah dalam bertutur kata… semoga ini bukan dari kesengajaan antum… sehingga dimaafkan oleh-Nya…

      Kedua: Pernyataan antum di atas, hanya cocok dengan satu kemungkinan, yakni:

      Antum menganggap bahwa BENANG PUTIHNYA FAJAR adalah FAJAR YG MERAH… keduanya merupakan dua nama untuk satu hakekat yg sama, tapi ia kadang tampak putih, dan kadang tampak merah…

      Jika benar demikian… Lalu bagaimana antum menyikapi banyaknya saksi yang mengatakan bahwa BENANG PUTIHNYA FAJAR itu tampak dulu, lalu selang beberapa saat, baru tampak WARNA MERAHNYA fajar…

      Bukankah kenyataan ini menunjukkan, bahwa keduanya itu bukanlah satu hakekat yang sama…?!

      Jika persaksian mereka benar, berarti pernyataan antum yang salah… atau antum harus salahkan persaksian mereka, agar pernyataan antum menjadi benar…?!

      Jika dalam kasus seperti ini, antum mengatakan, bahwa yg jadi patokan awal fajar shodiq adalah saat munculnya benang putih, lalu antum kemanakan hadits AL-AHMAR itu?!…
      Dan jika contoh kasusnya, yang terlihat hanya FAJAR YG MERAH, dan antum mengatakan itulah patokan awal fajar shodiq, lalu antum kemanakan AYAT KHOITUL ABYADL-nya?!… (coba antum renungkan baik-baik)…

      Bukankah, jika kita bisa menggunakan AYAT dan HADITS itu dalam semua keadaan dan semua kasus, maka itu yang lebih baik untuk kita ambil dan terapkan?!…

      Bukankah sebaiknya kita katakan BENANG PUTIHNYA FAJAR itu berbeda dengan FAJAR YG MERAH?!… Sehingga kita bisa menggunakan ayat KHOITUL ABYADL dan hadits AL-AHMAR dalam semua keadaan dan bisa kita terapkan pada semua kasus?!…

      Yaitu dengan mengatakan bahwa redaksi ALKHOITUL ABYADL itu sama artinya dengan redaksi AL-AHMAR?!… yakni: BENANG PUTIHNYA FAJAR… sedang MERAHNYA FAJAR adalah tanda sempurnanya FAJAR SHODIQ yang tampak lambat laun menyusul dan mencampuri putihnya benang fajar…

      Itulah salah satu yang menguatkan pendapat bahwa makna redaksi AL-AHMAR dalam hadits tersebut adalah warna PUTIH, bukan warna MERAH… hal itu ditempuh, agar bisa serasi antara redaksi Alqur’an dengan Hadits, bukan untuk mengingkari Sunnah Rosul, sebagaimana antum katakan.

      Dan uslub (metode) semacam itu telah dipakai dan diakui oleh bangsa arab sejak dahulu kala… itulah bedanya bahasa arab dengan bahasa indonesia… bahasa alqur’an dan hadits dengan bahasa lainnya… jadi jangan samakan antara dua bahasa ini… Bahasa Alqur’an dan Hadits itu sangat kaya makna… (tentunya antum tahu hal ini… tidak lain ini hanya sebagai pengingat, semoga bermanfaat untuk kita semua.

      Ketiga: Jika antum mengingkari orang yg memaknai AL-AHMAR dengan makna PUTIH, lalu bagaimana antum memaknai hadits berikut ini:

      وَبُعِثْتُ إِلَى كُلِّ أَحْمَرَ وَأَسْوَدَ (رواه مسلم) وفي لفظ لأحمد: بُعِثْتُ إلى الأحمر والأسود (صححه الألباني)ـ

      Bagaimana juga antum memaknai panggilan Sayyidah A’isyah dalam hadits berikut:

      يا حُمَيْرَاء أتُحِبِّين أن تنظري إليهم ؟ (صححه الألباني)ـ

      Bukankah al-humairo itu bentuk tashghir dari AL-HAMROO’?!… Apa ucapan para ulama tentang makna redaksi itu?!…

      Rujuklah sendiri pada kitab syarah hadits, insyaAlloh antum lebih tahu dari ana…

      Akhi… uhibbuka fillah… semoga Alloh menuntun kita semua kepada jalan yang lurus, dan mampu istiqomah di dalamnya…

    • addariny berkata:

      Antum mengatakan:
      Ucapan imam turmudzi

      (والعمل على هذا عند أهل العلم: أنه لا يحرم على الصائم الأكل والشرب، حتى يكون الفجر الأحمر المعترض. وبه يقول عامة أهل العلم)ـ

      “Pengamalannya atas dasar ini di kalangan para ahli ilmu; yaitu tidak haram atas orang yang berpuasa makan dan minum hingga fajar merah membentang. Ini dikatakan oleh segenap ulama.” (Hadits 705)
      berarti tidak Ijma’..! bahwa harus putih. wal afwu minkum

      Ana jawab:
      1.Apa bedanya ucapan Imam at-Tirmidzi ini dengan redaksi hadits yang dibawakan oleh beliau?!… bukankah keduanya sama-sama menggunakan redaksi AL-AHMAR?!… Bukankah lebih kuat mengambil redaksi HADITS dalam berhujjah daripada menggunakan redaksinya Imam at-Tirmidzi, jika memang redaksinya sama AL-AHMAR?!…

      2.Perkataan Imam Tirmidzi Ini, TIDAK BERTENTANGAN dengan IJMA’ YANG DINUKIL oleh AL-JASHSHOSH… sebagaimana IJMA’ itu tidak bertentangan dengan HADITS AL-AHMAR… Apa antum mengira Ulama sekaliber al-Jashshosh tidak membaca atau tidak paham dengan perkataan Imam Tirmidzi ini… Bahkan apa antum mengira AL-JASHSHOSH belum membaca redaksi hadits yang dibawakan oleh beliau… memang, ana tidak memungkiri adanya kemungkinan itu… tapi kemungkinannya sangat kecil… jadi tidak bisa dijadikan sandaran… Intinya Ijma’ itu tetap benar adanya, kecuali jika antum bisa datangkan dalil yg tegas dan nyata, tentang salahnya IJMA’ tersebut…

      3.Pembahasan redaksi AL-AHMAR yg ada dalam perkataan IMAM TIRMIDZI ini, sama dengan pembahasan redaksi AL-AHMAR dalam redaksi HADITS NABI yg telah kita bahas pada komen sebelumnya…

      Afwan, jika kurang berkenan dalam menjawab pertanyaan antum… semoga kebenaran hakiki itu tampak… dari manapun datangnya… ana berharap kebenaran itu datang dari antum, wahai ustadz… sehingga ana dapat faedah ilmu yang banyak dari antum…

      wassalamualaikum…

  33. abu 'aalimah berkata:

    ustadz, antum mengatakan :
    Tujuan ana menulis makalah adalah meluruskan tuntutan pengoreksian yang ada… Ana tidak setuju dengan sudut -15 yang dijadikan standar oleh mereka, karena hal itu akan membahayakan keabsahan IBADAH PUASA umat islam…

    setau ana seorang yang solat subuh tapi ragu sudah masuk fajar atau belum, maka solatnya tidak sah dan harus mengulang, inilah alasan syaikh bin baz, syaikh jibrin dan lainya untuk mengundurkan waktu sampai 20-30menit, karena kata syaikh jibrin masih ada ikhtilaf, dan karena kata syaikh bin baz supaya kalian tidak berspekulasi dalam waktu solat.

    sedangkan orang yang makan sahur dan dia ragu sudah masuk waktu fajar atau belum maka puasa dia masih sah., afwan ustadz, jadi logika dan kekawatiran antum justru terbalik!! ..

    baarakallahufiika.

    • addariny berkata:

      Masalah antum sudah ana jawab di komen sebelumnya… tolong jangan mengulang-ngulang masalah yang sudah dibahas…

      ana udah bilang… BEDAKAN ANTARA masalah ORANG YANG DIRINYA RAGU, APAKAH WAKTU SUDAH MASUK APA BELUM? dengan masalah: ORANG YG MENGHADAPI ADANYA DUA ORANG SAKSI YANG TSIQOH, YG SATU MENGATAKAN SUDAH MASUK WAKTU, DAN SATUNYA MENGATAKAN BELUM MASUK WAKTU, MANA YANG KITA AMBIL… (tentunya al-alim hujjatun ala man la ya’lam)

      Akhi jujurlah… apakah SYEIKH BINBAZ, dan SYEIKH JIBRIN membatalkan sholatnya orang yg dikerjakan di awal waktu?! atau hanya menganjurkan agar sholatnya diundur 20-30 menit?!… Bukankah anjuran beliau hanya berhubungan dengan sholat?!… Atau antum memahami bahwa beliau juga menganjurkan kita agar sahurnya diundur hingga setelah adzan shubuh 20-30 menit sebagaimana sholat?!…

      Pahamilah perkataan ulama dengan seksama… Jangan hanya mengambil sebagiannya lalu meninggalkan yg lainnya…

      Bukankah SYEIKH BINBAZ jelas2 membenarkan KALENDER UMMUL QURO?!… antum kemanakan hal itu?!

      Antum mengatakan: Jadi logika dan kekawatiran antum justru terbalik!!..
      ana jawab: akhi mana yang terbalik?!… Ana juga setuju dengan SYEIKH BINBAZ dan SYEIKH JIBRIN dalam masalah itu…

      Kedua Syeikh itu tidak menghawatirkan PUASA karena memang menganggap bahwa waktu subuh sudah masuk sesuai KALENDER, hanya saja lebih baik sholat (bukan adzan) diundur hingga 20 menit… dalam keadaan seperti ini, apa mereka masih ada kekhawatiran dalam masalah PUASA?!…

      Sedang ana mengatakan, sudut -15 yang dijadikan standar oleh mereka, akan membahayakan keabsahan IBADAH PUASA umat islam, Yakni jika sahurnya diundurkan hingga 20-30 dari waktu kalender, maka hal itu akan membahayakan PUASA umat islam…

      Jadi tidak ada logika yang terbalik… hanya saja antum mencampur-adukkan masalah… masalah sholat dibawa ke puasa, masalah puasa dibawa ke sholat… masalah ihtiyath dibawa kepada keharusan… masalah keharusan disamakan dengan masalah ihtiyath…

      Tolong lihatlah masalah sesuai sudut pandang yg benar…

      Bedakan antara orang yang berani mengatakan bahwa orang yang sholat shubuhnya bersandar dengan kalender itu tidak sah… dengan orang yang mengatakan, sebaiknya waktunya diundur, hingga 20-30 menit… LIHATLAH DIRI KITA, masuk yang mana…

      barokallohu fina…

  34. abu sholih berkata:

    afwan ust, ana sangat yakin ust bukanlah orang yamng ingkar sunnah. oleh karena itu alangkah bijaknya jika kita bersama-sama mengamalkan sunnah fajar shadiq. kita keluar bersama,kita observasi bersama, sehingga kita yakin dengan bukti apa yang kita ucapkan. ana yakin kalo ust mengimani bahwa syari’at Islam akan berlaku sampai hari kiamat. selama dalil bisa dipahami harfiahnya, mari kita amalkan dan kita belakangkan takwil.

    • addariny berkata:

      InsyaAlloh, bila ada kesempatan…
      Syariat akan berlaku sampai hari kiamat, tidak ada khilaf diantara kita dalam masalah ini…

      Yang menjadi khilaf, apakah benang putih sebagai tanda subuh, kejelasannya tidak akan terganggu oleh perubahan alam sekitar?!… Apakah mudahnya melihat benang putih di zaman Nabi, sama dengan mudahnya melihat benang putih di zaman kita?!… Apakah kemudahan dalam menerapkan syariat di zaman nabi, sama dengan kemudahan dalam menerapkan syariat di zaman ini?!…

      Apakah ketika kita mengatakan “bahwa benang putih, di zaman ini -karena perubahan lingkungan- lebih sulit dilihat daripada di zaman Nabi”, berarti kita mengatakan syariat itu sudah tidak berlaku lagi?!… atau berarti kita menafikan ilmu Alloh akan adanya perubahan di zaman akhir?!… atau berarti kita telah menghina metode Jibril yang diajarkan kepada Nabi -shollallohu alaihi wasallam-?!… (INGAT seluruh kelaziman di parapraf ini batil, tidak benar… Ulama yang menggunakan derajat -18, tidak mengatakan: syariat islam tidak berlaku lagi… atau menafikan ilmu Alloh… atau menghina metode Jibril… dll… itu hanya kelaziman yang dibuat-buat… kelaziman itu sebenarnya bukan merupakan kelaziman yg benar…)

      Antum katakan: “Selama dalil bisa dipahami harfiahnya, mari kita amalkan dan kita belakangkan takwil”.
      Ana jawab: Ana tidak mempermasalahkan kaidah ini, dan ana sepakat dengan antum… Tapi apakah HADITS AL-AHMAR bila dipahami secara harfiah, tidak ada masalah dengan ayat KHOITUL ABYADL?! itu yang menjadi khilaf antara kita… dan seharusnya inilah yang antum singgung, bukan menyinggung kaidahnya… karena masalah kita pada TAHQIQUL MANATH-nya kaidah tersebut, bukan pada kaidahnya…

      Pembahasan masalah bagaimana mengumpulkan antara AYAT dan HADITS itu sudah dibahas di komen sebelumnya… jadi jangan diulang-ulang terus…

      ILMUI DULU SEBELUM MENGAMALKAN…

      wal afwu minkum… wassalam

  35. abu umainah berkata:

    sungguh indah sekali perkataan al-imam al-mubajjal ahmad ibn hanbal rahimahullah,

    لا ُأعنِّف َ من قال شيئا له وجه, وإن خالفناه

    aku tidak mencela dengan keras siapa yang mengatakan sesuatu yang ada padanya sisi -untuk bisa diterima-, meskipun kami menyelisihinya. (manhaj as-salaf as-shalih… hal-24, cet-ke2, oleh syaikh ali al-halaby hafidhahullah)

    alhamdulillah ustadz antum telah membuktikannya dengan perkataan antum:

    Silahkan anda berbeda pendapat… mungkin antum lebih alim dari ana… tapi jangan memaksakan pendapat antum ke ana… ana hanya memilih pendapat, sesuai dalil yang ana anggap kuat…

    wabillahi at-taufiq

  36. Arif berkata:

    Untuk saudaraku abu sholih, abu aalimah saya nasehatkan untuk tidak lagi membantah ustadz addariny dalam masalah ini. jazakumullah semoga Allah membalas dengan segala kebaikan

    • addariny berkata:

      Ana juga sudah tidak sreg lagi membicarakan masalah ini… Biarlah pihak yg berkompeten yg membahasnya dg tertutup, hingga manfaatnya lebih besar, dan madlorotnya bisa diminimalisir… Ini juga yg mendasari ana tidak menjawab sanggahan dari Qiblati… Ana sebenarnya banyak jawaban, tp ana menilai hal itu hanya akan menambah masalah… dan mungkin juga masuk dalam kategori fitnah… Syukron atas sanggahan-sanggahannya… dan afwan atas jawaban yg kurang berkenan…

  37. adiel berkata:

    Assalamualaikum ustadz…

    Ustadz, saya ingin bertanya bgmn penafsiran para ulama terhadap Surah Ath Thuur ayat 49, dimana dlm ayat tsb diterangkan waktu shalat sunnah fajar, yaitu ketika “idbarun nujum”, kalau dilihat di terjemahannya depag dinyatakan “diwaktu terbenamnya bintang”…Jika saya melihat secara harfiah dari terjemahan depag maka waktu shalat sunnah fajar ketika bintang2 telah tdk nampak, atau ketika bintang telah pergi, sementara kenyataan di Indonesia, jika memakai jadwal shalat subuh yg ada, kita akan melakukan shalat sunnah fajar ketika bintang masih terlihat (seakan2 blm masuk waktu shalat sunnah fajar)…Mhn penjelasannya ustadz..

    Barakallahu fiik..

  38. Abu 'Abdillah 'Umar berkata:

    ustadz… Barakallahu fiik..

    antum telah menulis:
    ORANG YG MENGHADAPI ADANYA DUA ORANG SAKSI YANG TSIQOH, YG SATU MENGATAKAN SUDAH MASUK WAKTU, DAN SATUNYA MENGATAKAN BELUM MASUK WAKTU, MANA YANG KITA AMBIL… (tentunya al-alim hujjatun ala man la ya’lam)

    mungkin perkataan syaikh utsaimin rahimahullah berikut bermanfaat:

    asy-syaikh berkata:

    “Alamat atau tanda-tanda ini (fajar shadiq) di zaman kita sekarang menjadi samar, dan manusia lebih mengandalkan penanggalan serta jam, akan tetapi semua sistem penanggalan ini berbeda. Jika ada dua penanggalan berbeda, yang keduanya sama-sama dari pakar hisab atau perhitungan waktu, maka kita memilih yang lebih lambat pada setiap waktu shalat, karena hukum asalnya adalah belum masuk waktu. Para ulama telah menyatakan hal ini, sekiranya seseorang berkata kepada dua orang, “Tolong kalian perhatikan munculnya fajar!” Kemudian salah satunya berkata, “Telah terbit”, sedangkan yang kedua mengatakan, “Belum terbit,” maka ia boleh makan dan minum hingga keduanya bersepakat, di mana orang yang kedua mengatakan, “Benar, Fajar telah terbit.” Maka saya pribadi akan memilih penanggalan yang lebih lambat.” (Syarhu Al-Mumti’, 2/48)

    Barakallahu fiik..

    • addariny berkata:

      Wafiika ya ustadz… barokalloh…

      Ana sudah tahu nukilan yg antum sebutkan…
      Tp itu bukan sebuah nash yg tidak bisa diselisihi… karena penerapan sebuah kaidah kadang ada khilaf… begitu pula dalam masalah ini… Syeikh Utsaimin memasukkan masalah ini, dalam kaidah yg antum sebutkan… Sedangkan Syeikh Ibrohim Ash-Subaihi memasukkan masalah ini, dalam kaidah yg ana sebutkan… menurut ana -wallohu a’lam- masalah ini lebih dekat dengan kaidah “al-Aalim hujjatun ‘alaa man la ya’lam”, sebagaimana disebutkan oleh Syeikh Ibrohim Ash-Shubaihi… wallohu a’lam…

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s