AKIDAH IMAM AHMAD BIN HAMBAL -rohimahulloh-

Posted: 10 November 2009 in Akidah
Tag:, , , , ,

imam ahmad rhBIOGRAFI IMAM AHMAD BIN HAMBAL –rohimahulloh-

Nama beliau Ahmad bin Hambal bin Hilal adz-Dzuhli asy-Syaibani al-Marwazi al-Baghdadi. Kun-yahnya Abu Abdillah.

Nenek moyang beliau berasal dari Moro, tapi beliau dilahirkan di Kota Bagdad dan di sanalah beliau belajar agama.

Beliau telah safari menuntut ilmu ke berbagai negara, diantaranya: Kufah, Bashroh, Syam, dan Yaman. Dalam perjalanan itu beliau lebih menitikberatkan pada hadits. Setelah itu beliau kembali lagi ke bagdad.

Ketika Imam Syafii datang ke Bagdad, beliau belajar fikih kepadanya. Kemudian beliau berijtihad sendiri dalam masalah-masalah fikih. Beliaulah imamnya Madzhab Hambali, beliau juga imam dalam bidang hadits dan fikih.

Beliau terkenal dengan sikap tegasnya ketika terjadi fitnah merebaknya pemikiran bahwa “Alquran itu makhluk”, sekaligus menjadi sosok terdepannya kelompok yang menentang pemikiran bid’ah itu. Sehingga beliau dan para sahabatnya mengalami banyak penyiksaan dan cobaan.

Al-Mu’tashim sebagai kholifah pada waktu itu, telah memerintahkan para algojonya untuk menderanya hingga tubuhnya tercabik-cabik, lalu dijebloskan ke tahanan selama kurang lebih 28 bulan. Selama di penjara itu beliau mengalami berbagai macam penyiksaan, tapi beliau tetap teguh dalam pendiriannya, sambil mengharapkan pahala dari Alloh ta’ala.

Ketika mereka yakin bahwa beliau tidak akan menuruti tuntutan mereka, akhirnya mereka melepaskan beliau dari tahanan.

Pada masa pemerintahan al-Watsiq Billah, beliau dilarang berfatwa kepada siapapun, dan diharuskan untuk mengungkung dirinya dari masyarakat, maka beliau pun menetap dalam rumahnya sampai meniggalnya Al-Watsiq Billah.

Dan cobaan itu baru berakhir ketika Al-Mutawakkil menjadi kholifah, dan sirnalah fitnah pemikiran bahwa “Alquran itu makhluk”.

Kholifah Almutawakkil kemudian menampakkan penghormatannya kepada beliau, dan memanggil beliau ke istana, untuk memberikan penghargaan yang sangat besar, tapi beliau tidak bersedia menerimanya.

Tidak sampai di sini, bahkan Almutawakkil setiap harinya juga mengirim makanan khususnya kepada beliau, ia mengira beliau memakannya, tapi sebenarnya beliau selalu puasa sepanjang hari itu, hingga meninggalkan Kota Samurro dan pulang kembali ke Bagdad

Beliau mengambil hadits dari para pemuka ahli hadits dan para syeikh besar kota Bagdad. Sebaliknya banyak pula yang meriwayatkan darinya, diantaranya: Imam Bukhori, Imam Muslim, dan banyak imam lain yang sederajat dengan keduanya.

Beliau adalah imamnya para ahli hadits di zamannya. Kedudukan beliau lebih kuat di barisan para ahli hadits dari pada di barisan para ahli fikih.

Diantara hasil karyanya adalah: “Al-Musnad” yang berisi lebih dari 40 ribu hadits. kitab “Tho’atur Rosul”, kitab “an-Nasikh wal Mansukh”, kitab “Al-Ilal”, kitab “Al-Jarhu wat Ta’dil”, dan masih banyak kitab-kitab beliau yang lainnya. Beliau meninggal pada usia 77 tahun.

(Lihat biografi beliau di Al-A’lam 1/192, Tarikh Bagdad 4/412, Al-Bidayah wan Nihayah 10/316, Syadzarotudz Dzahab 2/96, Wafayatul A’yan 1/63, Al-Ibar 1/435, Al-fahrosat 320, Da’irotul Ma’arif al-islamiyah: Ibnu Hambal)

AKIDAH IMAM AHMAD BIN HAMBAL –rohimahulloh-

قال الإمام أحمد: لم يزل الله عزَّ وجلَّ متكلماً، والقرآن كلام الله عزَّ وجلَّ، غير مخلوق، وعلى كل جهة، ولا يوصف الله بشيءٍ أكثر مما وصف به نفسه، عزَّ وجلَّ

Imam Ahmad mengatakan: “Alloh azza wajall itu selamanya maha berbicara, sedang Alquran itu firman-Nya (kalamulloh) dan tidak makhluk dari sisi manapun. Alloh tidak boleh disifati lebih dari sifat yang diberikan-Nya untuk diri-Nya azza wajall. (kitab al-Mihnah li hambal, hal 68)

عن أبي بكر المروذي قال: سألت أحمد بن حنبل عن الأحاديث التي تردها الجهمية في الصفات والرؤية والإسراء وقصة العرش فصححها، وقال: تلقتها الأمة بالقبول وتمر الأخبار كما جاءت

Abu Bakar al-Marudzi mengatakan: Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin Hambal tentang hadits-hadits yang ditolak oleh kelompok Jahmiyah, dalam hal sifat-sifat Alloh, ru’yah (melihat Alloh), isro’ mi’roj, kisah Arsy, maka beliau menshohihkan hadits-hadits tersebut. Beliau mengatakan: “Seluruh umat telah menerimanya, dan memperlakukannya dengan apa adanya”. (Manaqibusy Syafii libni Abi Hatim, hal. 182)

قال عبد الله بن أحمد: إن أحمد قال: من زعم أن الله لا يتكلم فهو كافر، إلاَّ أننا نروي هذه الأحاديث كما جاءت

Abdulloh bin Ahmad mengatakan, sungguh Imam Ahmad pernah mengatakan: “Barangsiapa beranggapan bahwa Alloh tidak berkata-kata, maka ia kafir. Sungguh kami meriwayatkan hadits-hadits tentang ini sebagaimana adanya”. (Thobaqotul Hanabilah 1/56)

عن حنبل أنه سأل الإمام أحمد عن الرؤية فقال: أحاديث صحاح، نؤمن بها، ونقر، وكل ما روي عن النبي – صلى الله عليه وسلم – بأسانيد جيدة نؤمن به ونقر

Hambal pernah bertanya kepada Imam Ahmad tentang ru’yah (melihat Alloh di surga), maka beliau menjawab: “Hadits-hadits (yang menerangkan hal itu) shohih, maka kami mengimani dan mengikrarkannya. Begitu pula setiap hadits yang diriwayatkan dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dengan sanad-sanad yang jayyid (bagus), maka kami mengimani dan mengikrarkannya. (Syarhu Ushuli I’tiqodi Ahlis sunnah wal Jama’ah lilla laka’i 2/507, as-Sunnah, hal. 71)

أورد ابن الجوزي في المناقب كتاب أحمد بن حنبل لمسدَّد وفيه: صفوا الله بما وصف به نفسه، وانفُوا عن الله ما نفاه عن نفسه

Ibnul Jauzi menceritakan dalam kitabnya “Al-Manaqib” tentang surat Imam Ahmad bin Hambal untuk Musaddad, beliau mengatakan: “Sifatilah Alloh dengan sifat yang diberikan-Nya kepada diri-Nya, dan nafikanlah dari Alloh, apa yang dinafikan-Nya dari diri-Nya. (Siyaru a’lamin nubala 10/591, Tahdzibut tahdzib 10/107)

قال الإمام أحمد: وزعم – جهم بن صفوان – أن من وصف الله بشيءٍ مما وصف به نفسه في كتابه، أو حدَّث عنه رسوله كان كافراً وكان من المشبِّهة

Imam Ahmad mengatakan: “Jahm bin Shofwan telah beranggapan (dengan anggapan yang salah), bahwa siapa saja yang menyifati Alloh dengan sifat yang diberikan Alloh di dalam kitab-Nya, atau diberikan Rosul untuk-Nya, maka ia kafir dan termasuk dalam golongan musyabbihah (yang menyerupakan Alloh dengan makhluk-Nya)” (Manaqibul Imami Ahmad, hal. 221)

قال الإمام أحمد: نحن نؤمن بأن الله على العرش، كيف شاء، وكما شاء، بلا حد، ولا صفة يبلغها واصف أو يحده أحد؛ فصفات اللهِ منه وله، وهو كما وصف نفسه، لا تدركه الأبصار

Imam Ahmad mengatakan: “Kami mengimani bahwa Alloh berada di atas Arsy, sesuai kehendak-Nya, seperti yang dikehendaki-Nya, dengan tanpa batasan dan sifat dari siapapun. Karena sifat Alloh adalah dari-Nya dan untuk-Nya, Dia itu sebagaimana disifati oleh-Nya, dan Dia tidak bisa dilihat oleh indra mata (ketika di dunia)”. (Dar’u Ta’arudhil Aqli wan Naql libni Taimiyah 2/30)

قال الإمام أحمد: من زعم أن اللهَ لا يُرى في الآخرة فهو كافر مكذب بالقرآن

Imam Ahmad mengatakan: “Barangsiapa beranggapan bahwa Alloh tidak bisa dilihat pada hari kiamat, maka ia telah kafir, dan telah mendustakan Alqur’an” (Thobaqotul Hanabilah 1/59, 145).

عن عبد الله بن أحمد، قال: سألت أبي عن قوم يقولون: لما كلم اللهُ موسى، لم يتكلم بصوت فقال أبي: تكلم اللهُ بصوت، وهذه الأحاديث نرويها كما جاءت

Abdulloh bin Ahmad mengatakan: “Aku pernah bertanya kepada ayahku, tentang suatu kaum yang mengatakan bahwa “ketika Alloh berbicara dengan Musa, Dia tidak berbicara dengan suara”, maka ayahku menjawab: “Alloh berbicara dengan suara, dan hadits-hadits tentang hal ini, kami meriwayatkannya sebagaimana adanya”.

عن عبدوس بن مالك العطار، قال: سمعت أبا عبد الله أحمد بن حنبل يقول: … والقرآن كلام اللهِ، وليس بمخلوق، ولا تضعف أن تقول ليس بمخلوق؛ فإن كلام اللهِ منه، وليس منه شيء مخلوق

Abdus bin Malik al-Aththor mengatakan: Aku pernah mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal mengatakan: “… Alquran adalah kalamulloh, ia tidaklah makhluk. Dan jangan sampai kamu lembek untuk mengatakan bahwa Alquran itu tidak makhluk, karena kalamulloh itu dari-Nya, dan tidak ada sesuatupun dari-Nya yang makhluk. (Syarhu ushuli I’tiqodi Ahlis sunnah wal jama’ah lilla laka’i 1/157)

Demikian seri tulisan akidah imam empat ini, penulis berharap semoga tulisan ini menjadi amal yang ikhlas karena mengharap wajah-Nya yang mulia, dan semoga Dia memberikan taufiq kepada kita semua, untuk menyusuri jalan kitab-Nya dan tuntunan sunnah rosul-Nya… amin. wa’aakhiru da’waanaa ‘anil hamdulillahi robbil alamin…

Selesai di Madinah, selasa, 22/11/1430 H.

NB: Serial akidah imam empat ini, adalah tarjamah -dengan sedikit penyesuaian- dari tulisan syeikh Abu Ibrohim ar-Ro’isi al-ummani, tertanggal 18 shofar 1423 H. Yang ingin naskah aslinya, bisa merujuknya ke link berikut: http://arabic.islamicweb.com/sunni/imams_creed.htm

Komentar
  1. tommi berkata:

    Assalamu’alaikum ustadz,

    Mengenai imam Ahmad, apakah kitab ushul as-sunnah itu karangan beliau ataukah putra beliau -Abdullah bin Ahmad-?

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh…
      Kitab itu karangan Imam Ahmad sendiri… wallohu a’lam…

  2. qivi berkata:

    Assalamualaikum ustadz…salam kenal..numpang ngelink ya..Postingannya bagus bagus…

  3. abu sulthon berkata:

    jazakallahukhaiiron…Sungguh sangat besar jasa imam ahmad terhadap umat islam dengan kekokohan hujjah AlQur’an Kalamullah bukan mahluk..walaupun di siksa dan di penjara..sungguh kita merasa kecil dengan pengorbanan kita di banding dengan banyaknya cobaan dalam dakwah yang menimpa Imam Ahmad bin Hambal.

  4. […] Jika ada yang ingin ditanyakan berkenaan dengan artikel di atas bisa mengirimnya dikolom komentar di link tulisan beliau disini. […]

  5. Den Bagus berkata:

    Ustadz,

    1. Apakah pengertian dari Mufawwidh dan seperti apa contohnya dan apakah yang demikian juga pemahaman Ulama Salaf?
    2. Apakah benar Ibn Qudamah seorang Mufawwidh sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Al-Afifi?

    http://www.ahlalhdeeth.com/vbe/showthread.php?t=9135&page=2

    This is what Sh Al Afeefi[rh] said,”The mathab of the salaf is tafweed concerning the kayfiyyah of the attributes,not the meaning.Indeed,Ibn Qudaamah erred in lum’atul itiqaad and spoke with tafweed.However,the Hanaabilah had bigoted allegiance towards the Hanaabilah.Due to that,some of the Scholars displayed bigotry in defending Ibn Qudaamah.However, the correct view is that Ibn Qudaamah was a Mufawwid [Al Fataawa1/153]

    Mohon penjelasannya

    Syukron

    • addariny berkata:

      Mufawwidl adalah orang yg berakidah tafwidl… Sedang tafwidl sendiri ada dua macam:

      a. Tafwidl Kaifiyyah (menyerahkan hakekat gambaran sebenarnya sebuah nama atau sifat kepada Alloh, dg meyakini makna zhohirnya).

      b. Tafwidl Makan (menyerahkan pengetahuan maknanya kepada Alloh).

      Macam pertama sesuai akidah salaf, sedang macam kedua adalah yg banyak diingkari oleh para ulama.

      Misalnya:
      Alloh ta’ala berfirman: “ما منعك أن تسجد لما خلقت بيدي” = (Wahai iblis), apa yg menghalangimu untuk bersujud kepada (Adam) yg telah Ku ciptakan dg kedua tangan-Ku?!”

      Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Alloh memiliki dua tangan…

      Nah, utk org yg tafwidh kaifiyyah ia akan mengatakan: “Saya tahu dan paham arti tangan dan saya meyakini dan menetapkan sifat itu pada Alloh ta’ala, hanya saja kaifiyyah (gambaran sebenarnya ttg) tangan Alloh itu saya tidak tahu, hal itu hanya Alloh yg tahu”.

      Adapun orang yg tafwidh makna ia akan mengatakan: “Saya meyakini kebenaran ayat itu, tapi aku tidak tahu maksud kata “tangan” dalam ayat itu, dan yang tahu maknanya hanyalah Alloh ta’ala”.

      Tafwidl makna, adalah batil, karena hal itu memiliki banyak konsekuensi batil, diantaranya:

      1. Bahwa Alloh ta’ala menurunkan banyak wahyu yg tidak mungkin dipahami maknanya oleh para hambanya… dan ini bertentangan dg ayat:
      وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم = tidaklah kami utus seorang rosul kecuali dg lisan kaumnya, agar ia bisa menjelaskan (memahamkan) kepada mereka.

      2. Dia mengatakan tidak tahu maknanya, karena tidak mendapat keterangan itu dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, padahal dia meyakini bahwa tidak sesuatu kebaikan pun kecuali telah disampaikan Nabi kepada umatnya… ini berarti Nabi -shollallohu alaihi wasallam- juga tidak tahu arti asma’ was sifat itu… bagaimana mungkin dalam masalah inti agama (tauhid) beliau tidak mengetahuinya?!

      3. Wahyu tentang asma was sifat sangat banyak sekali, jika tidak diketahi maknanya, untuk apa hal itu disampaikan kepada umatnya… lalu bagaimana mentadabburi wahyu-wahyu jika kita tidak tahu maknanya… bukankah Alloh mengatakan:
      افلا يتدبرون القرآن = tidakkah mereka mentadabburi Alqur’an?!

      Tentang Ibnu Qudamah, maka para ulama khilaf, apakah beliau mufawwidl atau tidak… khilaf mereka didasari pada perbedaan dalam memahami ucapan beliau… orang yg menuduhnya mufawwidl membawa sebagian perkataan beliau kepada arti negatif… sedang orang yg mengatakannya bermadzhab salaf, membawa perkataan-perkataan tersebut kepada arti positif, dan ini yg seharusnya kita lakukan… wallohu a’lam…

      untuk lebih luasnya silahkan mengunjungi link berikut:
      http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=42561

      http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=269987

  6. ikhsan berkata:

    artikel yang bagus, jazakumulloh khoiron …

  7. Andy Permana berkata:

    posting lagi bang yang laen…..

  8. abu arkhab berkata:

    syukrn atas infonya,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s