Merayakan hari-hari besar orang kafir, HARAM kah..?!

Posted: 14 Desember 2011 in Konsultasi

Penanya: Yusuf Albukhori

Assalamu alaikum wr.wb

Ustad ane mau tanya, bagaimana jika seorang muslim ikut merayakan hari-hari besar Kaum Yahudi & Nasrani, seperti Hari Valentine, Imlek, Tahun Baru Masehi, dsb.???

Sekian, Wassalamu alaikum wr.wb

Jawaban:

Waalaikum salam warohmatulloh wabarokatuh.

Alhamdulillah… was sholatu was salaamu ala rosulillaah… wa ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ila yaumil qiyamah…

PERTAMA:

Sudah merupakan Ijma‘ (kesepakatan) para ulama’, bahwa merayakan hari-hari besar orang-orang kafir adalah HARAM. Berikut nukilan Ijma‘ dari tiga ulama’ besar:

a. Abu Said Kholaf bin Abi Zaid Alqoirowani -rohimahulloh-  (ulama abad empat hijriyah) dalam kitabnya Mukhatashorul Wadhihah mengatakan:

لا يحل للمسلمين أن يبيعوا للنصارى شيئا من مصلحة عيدهم، لا لحما ولا إداما ولا ثوبا، ولا يعارون دابة، ولا يعاونون على شيء من دينهم; لأن ذلك من التعظيم لشركهم وعونهم على كفرهم، وينبغي للسلاطين أن ينهوا المسلمين عن ذلك , وهو قول مالك وغيره لم أعلم أحدا اختلف في ذلك [المدخل (2/47) لابن الحاج المالكي (ت 737 هـ)].

“Tidak dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjual kepada kaum nasrani sesuatu yang berguna bagi hari raya mereka, baik berupa daging, atau lauk, atau baju. (Tidak boleh pula) meminjamkan hewan (tunggangan), dan membantu mereka pada apapun yang berhubungan dg agama mereka, karena itu termasuk mengagungkan kesyirikan mereka, dan membantu kekufuran mereka. Dan sudah selayaknya para sultan (penguasa) melarang kaum muslimin melakukan hal tersebut. Inilah pendapat Imam Malik dan Imam lainnya, aku tidak mengetahui ada seorang pun yang menyelisihi dalam masalah itu“. (Kitab Almadkhol, karya Ibnul Hajj 2/47).

b. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rohimahulloh- (wafat 728 H), mengatakan:

موافقتهم في أعيادهم لا تجوز من الطريقين: الطريق الأول العام، هو ما تقدم من أن هذا موافقة لأهل الكتاب فيما ليس من ديننا ولا عادة سلفنا، فيكون فيه مفسدة موافقتهم، وفي تركه مصلحة مخالفتهم… وأما الطريق الثاني الخاص في نفس أعياد الكفار: فالكتاب والسنة والإجماع والاعتبار.

Menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam hari-hari raya mereka tidak dibolehkan, dari dua jalan (istidlal): Pertama dalil umum: bahwa hal ini merupakan tindakan menyerupai Ahli Kitab dalam perkara yang tidak berasal dari agama kita, tidak pula dari para salaf kita, sehingga ketika melakukannya ada mafsadah menyerupai mereka, dan ketika meninggalkannya ada maslahat menyelisihi mereka… Adapun jalan (istidlal) kedua yg (merupakan dalil) khusus dalam masalah hari-hari raya orang kafir, maka (itu terdapat dalam) Alqur’an, Hadits, Ijma’, dan Logika.

c. Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- (wafat 751 H) mengatakan:

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم، فيقول: “عيد مبارك عليك”، أو “تهنأ بهذا العيد”، ونحوه ، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات. (أحكام أهل الذمة لابن القيم 1/441).

Adapun memberi ucapan selamat untuk simbol-simbol kekufuran yang dikhususkan untuk itu, maka hukumnya adalah haram, sebagaimana disepakati (oleh para ulama’), contohnya: memberikan ucapan selamat untuk hari-hari raya mereka, atau untuk ritual puasa mereka, dengan mengataka: “Selamat untuk hari raya yang penuh berkah”, atau “Selamat untuk hari raya ini”, atau kata yang semisalnya. Maka jika orang yang mengucapkan selamat ini selamat dari kekufuran, maka apa yg dilakukannya merupakan sesuatu yang diharamkan. (Ahkamu Ahlidz Dzimmah 1/441).

KEDUA:

Masalah ini bukanlah masalah yang baru muncul di zaman ini, akan tetapi sudah sejak awal Islam… Ingatlah kembali hadits berikut ini:

عن أنس قال: قَدِمَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما؛ فقال: ” ما هذان اليومان؟ “. قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما: يومَ الأضحى وبومَ الفطر”.

Anas mengatakan: Ketika Rosululloh datang ke Madinah, mereka (kaum muslimin) memiliki dua hari yg (dirayakan dengan) bermain di dalamnya, maka beliau pun bertanya: “Apa gerangan dua hari ini?”.

Mereka menjawab: “Dahulu di zaman jahiliyyah kami (merayakannya dengan) bermain di dalamnya”.

Maka beliu bersabda: “Sesungguhnya Alloh telah menggantikan keduanya untuk kalian, dengan ganti yang lebih baik dari keduanya; Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri”.  (HR. Abu Dawud: 1134, dan yang lainnya. Dishohihkan oleh Alhakim dalam Almustadrok (1/434), Adz-Dzahabi dalam ta’liqnya untuk kitab Almustadrok (1/434), Alhafizh dalam Bulughul Marom 1/127, dan Syeikh Albani dalam shohih sunan Abi dawud 4/297).

Mengomentari hadits ini, Almajd Ibnu Taimiyyah (Abdussalam bin Abdulloh, wafat 652 H) mengatakan:

الحديث يفيد حرمة التشبه بهم في أعيادهم، لأنه لم يقرهما على العيدين الجاهليين، ولا تركهم يلعبون فيهما على العادة، وقال: “أبدلكم”، والإبدال يقتضي ترك المبدل منه، إذ لا يجتمع بين البدل أو المبدل منه، ولهذا لا تستعمل هذه العبارة إلا في ترك اجتماعهما (فيض القدير 4/511)

Hadits ini menunjukkan haramnya menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam hari-hari raya mereka, karena beliau tidak membiarkan kedua hari itu karena sesuai dg dua hari raya jahiliyyah, beliau juga tidak membiarkan mereka merayakannya dg bermain pada dua hari itu seperti biasanya, dan beliau mengatakan: “Alloh telah menggantikan untuk kalian”, dan kata “menggantikan” melazimkan ditinggalkannya sesuatu yang diganti, karena tidak boleh berkumpul antara pengganti dg yang diganti, karena itu, kata tersebut tidak dipakai kecuali untuk mengungkapkan sesuatu yang harus ditinggalkan salah satunya.

KETIGA:

Berikut perkataan para ulama’ dari 4 madzhab, tentang haramnya hal ini:

a. Madzhab Syafi’i:

قال الخطيب الشربيني رحمه الله: يُعزّر من وافق الكفار في أعيادهم (مغني المحتاج 5/526).

Alkhotib Asy-Syirbini –rohimahulloh– (wafat 977 H) mengatakan: “Berhak diberikan ta’zir (hukuman) seorang (muslim) yang menyerupai orang-orang kafir dalam hari-hari raya mereka”. (Mughnil Muhtaj 5/526)

وقال ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى: ثم رأيت بعض أئمتنا المتأخرين ذكر ما يوافق ما ذكرته, فقال: ومن أقبح البدع, موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم, بالتشبه بأكلهم, والهدية لهم, وقبول هديتهم فيه… وقد قال صلى الله عليه وسلم: “من تشبه بقوم فهو منهم”. (الفتاوى الفقهية الكبرى لابن حجر الهيتمي 4/239)

Ibnu Hajar Alhaitami –rohimahulloh– mengatakan: Lalu aku mendapati ada sebagian ulama kami yang muta’akh-khirin menyebutkan keterangan yang sesuai dengan apa yang saya sebutkan, ia mengatakan: “Termasuk bid’ah yang paling buruk adalah tindakan Kaum Muslimin menyerupai Kaum Nasrani dalam hari-hari raya mereka, seperti: Menyerupai mereka dalam makannya, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka… Padahal Beliau (Rosul) -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka”.

b. Madzhab Hanafi:

قال أبو حفص الكبير رحمه الله: لو أن رجلا عبد الله تعالى خمسين سنة، ثم جاء يوم النيروز وأهدى إلى بعض المشركين بيضة يريد تعظيم ذلك اليوم، فقد كفر وحبط عمله.

وقال صاحب الجامع الأصغر: إذا أهدى يوم النيروز إلى مسلم آخر، ولم يرد به تعظيم اليوم، ولكن على ما اعتاده بعض الناس لا يكفر، ولكن ينبغي له أن لا يفعل ذلك في ذلك اليوم خاصة، ويفعله قبله أو بعده، لكي لا يكون تشبيها بأولئك القوم, وقد قال صلى الله عليه وسلم: “من تشبه بقوم فهو منهم”. (البحر الرائق شرح كنز الدقائق للعلامة ابن نجيم 8/555)

Abu Hafsh Alkabir –rohimahulloh– mengatakan: “Seandainya ada orang yang beribadah kepada Alloh ta’ala 50 tahun lamanya, kemudian ketika Hari Nairuz  (Tahun barunya Bangsa Persia) ia menghadiahkan kepada sebagian Kaum Musyrikin sebutir telur karena maksud mengagungkan hari itu, maka ia telah kafir dan musnah semua amalnya”.

Pengarang kitab Aljami’ul Ashghor mengatakan: “Jika ada orang yang menghadiahkan sesuatu pada Hari Nairuz kepada temannya sesama muslim, dan ia tidak bermaksud mengagungkan hari ini, tp karena memang kebiasaan sebagian orang, maka ia tidak menjadi kafir. Akan tetapi sebaiknya ia tidak melakukan hal itu pada hari itu saja, sebaiknya ia melakukan juga pada hari sebelumnya atau hari setelahnya, agar tidak terjatuh dalam perbuatan menyerupai kaum-kaum (kafir) itu, padahal Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: ‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka berarti ia termasuk dari mereka’.” (Kitab Albahrur Ro’iq, karya Ibnu Nujaim 8/555).

c. Madzhab Maliki:

ومن مختصر الواضحة سئل ابن القاسم عن الركوب في السفن التي يركب فيها النصارى لأعيادهم فكره ذلك مخافة نزول السخط عليهم… وكره ابن القاسم للمسلم أن يهدي إلى النصراني في عيده مكافأة له، ورآه من تعظيم عيده وعونا له على مصلحة كفره .

Di kitab Mukhtashorul Wadhih dikatakan: “Ibnul Qosim pernah ditanya tentang hukumnya menaiki kapal yg dinaiki oleh kaum nasrani untuk merayakan hari-hari raya mereka, maka ia membenci hal itu, karena khawatir turunnya kemurkaan Alloh kepada mereka… Ibnul Qosim juga membenci tindakan seorang (muslim) menghadiahkan sesuatu kepada seorang nasrani saat hari raya orang (nasrani), dg maksud membalas kebaikannya. Ia memandang bahwa tindakan tersebut merupakan pengagungan hari rayanya, dan membantunya untuk kemaslahatan kekufurannya. (Almadkhol, karya Ibnil Haj Almaliki 2/47)

d. Madzhab Hambali:

(ويحرم تهنئتهم…); لأنه تعظيم لهم أشبه السلام… (وقال) الشيخ: (ويحرم شهود عيد اليهود والنصارى) وغيرهم من الكفار (وبيعه لهم فيه) [كشاف القناع 3/131]

Diharamkan memberi ucapan selamat kepada mereka… Karena itu merupakan bentuk pengagungan kepada mereka, ini menyerupai ucapan salam… Syaikh (Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah) mengatakan: diharamkan menghadiri hari raya Orang-orang Yahudi dan Nasrani, begitu pula orang-orang kafir lainnya. Dan (diharamkan pula) menjualnya seorang muslim kepada mereka di hari raya mereka.

KEEMPAT:

Merayakan hari raya orang kafir, mencakup semua kegiatan yg mendukung dan memeriahkannya, seperti: mengucapkan selamat, memberi hadiah, menghadiri acara peringatan, menjual kartu ucapan selamat, dst…

KELIMA:

Kita harus tahu, bahwa merayakan hari raya dalam Islam, masuk dalam masalah ibadah… Bukankah kita mengharapkan pahala saat merayakan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha?!… Jika demikian, maka kita tidak boleh melakukannya, kecuali ada dalil yang membolehkannya.

Jika ada yang mengatakan: Ini bukan masalah ibadah, sehingga pada asalnya dibolehkan… Maka kita katakan: Kalau benar itu bukan masalah ibadah, maka tetap saja hal itu diharamkan karena adanya larangan Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- kepada Kaum Anshor untuk merayakan hari raya jahiliyyah mereka… Ditambah lagi adanya larangan menyerupai mereka, yakni dalam sabdanya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka”.

Sekian, semoga bermanfaat… wallohu a’lam.

Madinah, 19 Muharrom 1433 H / 14 Desember 2011 M

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s