Jangan Panggil Saya Suamimu Lagi !

Posted: 26 Desember 2013 in Tidak Dikategorikan

SuperStock_1558-23897Pertanyaan:

Assalamualaikum warrohmatullohi wabarrokatuh.

Ustadz, saya mau tanya, kemarin saya ribut dengan istri, yang akan saya tanyakan:

1. Jangan panggil saya suamimu lagi!

2. Saya ceraikan kamu biar bebas sesuka hati kamu!

Tapi itu semua saya utarakan sewaktu emosi, tp saya tidak mau rumah tangga saya yg sdh 15 tahun hancur, akhirnya sy mengalah dan tuk memperbaiki, saya mau tanya apakah itu sdh talak dan bila sdh jatuh talak, saya hrs nikah lg dgn istri saya.

Wassalam

 

Jawaban:

Waalaikumussalam warohmatulloh wabarokaatuh.

Alhamdulillaah, was sholaatu was salaamu ala rosuulillah, wa ala aalihi wa shohbihi wamawwaalaah.

Berikut poin-poin yang bisa menjadi jawaban dari pertanyaan di atas:

Pertama :

Perkataan pertama: “Jangan panggil saya suamimu lagi!”, ini bukan pernyataan talak YANG TEGAS, sehingga bila ada maksud atau niat untuk menalak isteri, maka itu termasuk talak. Namun bila tidak ada maksud atau niat menalak isteri, maka itu bukan termasuk talak.

Adapun pernyataan kedua: “Saya CERAIKAN kamu biar bebas sesuka hati kamu”, ini pernyataan talak YANG TEGAS, sehingga itu jatuh sebagai talak.

(Lihat link berikut: https://addariny.wordpress.com/2012/06/04/konsultasi-wong-nikahe-ga-serius/)

Ke-2 :

Tentang keadaan EMOSI saat mengutarakan kata2 tersebut, maka selama emosinya tidak sampai pada keadaan hilang akal (tidak sadar dg apa yg diucapkan), maka tetap dianggap jatuh talaknya. Sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:

ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جَدُّ: النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرِّجْعَةُ

“Ada tiga perkara, seriusnya dianggap serius, dan bercandanya (juga) dianggap serius; nikah, TALAK, dan RUJUK. (HR. Abu Dawud: 2194, Attirmidzi: 1184, Ibnu Majah: 2034, dan yang lainnya. Hadits ini dinilai “hasan” oleh Syeikh Albani. Lihat Kitab Irwa’ul Gholil 6/224, no hadits: 1826)

Ke-3 :

Bagaimana cara merujuk dari talak yang sudah jatuh?

Cukup dengan mengatakan kepadanya: “Aku ruju’ kepadamu lagi”, atau “Aku kembali kepadamu lagi”, atau kata-kata lain yang semakna dengannya.

Ruju’ juga bisa dengan menjimaknya, tapi harus DENGAN NIAT RUJU’ kepada isterinya lagi. (Lihat Kitab Syarhul Mumti’ 13/189).

Ke-4 :

Dianjurkan MENDATANGKAN dua orang SAKSI yang “adil” (baik agamanya) dalam meruju’ ini (lihat Syarhul Mumti’ 13/185), sebagaimana firman Allah ta’ala:

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ

Maka apabila masa iddah para isteri (yang ditalak) sudah sampai (mendekati akhir) waktunya, maka hendaklah kalian mempertahankan mereka (dengan merujuknya) secara baik-baik, atau lepaskanlah mereka secara baik-baik (pula), dan datangkanlah dua orang saksi yang adil dari kalian (dalam merujuk atau melepaskannya).

Ke-5 :

Suami hanya punya kesempatan 2 kali untuk merujuk isterinya, yaitu pada talak pertama, dan talak kedua, DENGAN SYARAT TALAK TERSEBUT BELUM HABIS MASA IDDAHNYA. Adapun pada talak ketiga (atau talak ba’in), suami tidak punya hak ruju’ sama sekali. Sebagaimana firman-Nya:

الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ… فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

“Talak (yang boleh diruju’) itu dua kali … Lalu apabila suaminya mentalaknya (untuk ketiga kalinya), maka setelah itu isteri yg ditalak itu menjadi tidak halal bagi suami yang mentalaknya, sehingga isteri yang ditalak itu menikah dg suami yang lain. Kemudian, apabila suami yg lain itu mentalaknya, maka tidak mengapa bagi keduanya untuk kembali (merajut tali nikah baru), jika mereka berdua merasa dapat menegakkan hukum-hukum Allah (dalam berkeluarga)”.

Begitu pula bila talaknya jatuh ketika isteri belum dijima’ sama sekali, maka suami tidak ada hak untuk ruju’ sama sekali, dan dia tidak halal baginya kecuali dengan akad nikah baru, sebagaimana firmanNya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا

Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian menikahi wanita-wanita mukmin, lalu kalian mentalak mereka sebelum kalian menyentuh (atau menjimak)-nya, maka kalian tidak berhak dengan masa iddah dari mereka.

Adapun syarat bahwa ruju’ harus dalam masa iddah, maka dalilnya adalah firman Allah berikut ini:

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ

Maka apabila masa iddah para isteri (yang ditalak) sudah sampai (mendekati akhir) waktunya, maka pertahankanlah mereka (dengan merujuknya) secara baik-baik, atau lepaskanlah mereka secara baik-baik (pula)!

Apabila masa iddah sudah selesai dan suami belum ruju’, maka setelah itu suami tidak punya hak meruju’nya lagi. Bila di kemudian hari dia ingin menjadi suaminya lagi, maka ia harus mengadakan akad nikah baru.

Ke-6 :

Masa iddah bagi isteri yang ditalak, sebagai berikut:

(a) Apabila dia masih haid, maka iddahnya adalah tiga quru’, sebagaimana firmanNya:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Isteri-isteri yang ditalak, (harus) menunggu (selesainya masa iddah) mereka  selama tiga quru’.

Ada perbedaan pendapat yang kuat di kalangan para sahabat, tentang maksud quru’ dalam ayat ini, ada yang mengatakan maksud quru’ dalam ayat ini; masa haid, ada yang mengatakan maksud quru’ dalam ayat ini; masa suci.

(b) Apabila dia tidak haid (baik karena terlalu kecil, atau karena sudah menopause, atau karena sebab lain selain hamil), maka iddahnya adalah tiga bulan, sebagaimana firmanNya:

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ

Isteri-isteri kalian yang telah berhenti haidnya (karena sudah tua) dan juga yang belum kedatangan haid (karena masih kecil), jika kalian ragu (tentang hukum mereka), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan.

(c) Apabila ia hamil, maka iddahnya hingga lahir anaknya, sebagaimana firmanNya:

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Masa iddah bagi isteri-isteri yang mengandung adalah dengan mereka melahirkan kandungannya.

Ke-7 :

Bila pada talak kali ketiga (talak ba’in), si mantan suami ingin menjadi suaminya lagi, maka ada 3 syarat yg harus dipenuhi:

(a) Mantan isteri tersebut harus dinikahi orang lain dengan sah.

(c) Harus sudah pisah dengan suami baru (dengan tanpa direncanakan dan tanpa ada paksaan).

Dua syarat ini dijelaskan dalam firmanNya:

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ, فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

“Lalu apabila suaminya mentalaknya (untuk ketiga kalinya), maka -setelah itu- isteri yg ditalak itu menjadi tidak halal bagi suami yang mentalaknya, sehingga isteri yang ditalak itu menikah dg suami yang lain. Kemudian, apabila suami yg lain itu telah mentalaknya, maka tidak mengapa bagi keduanya untuk kembali (merajut tali nikah baru), jika mereka berdua merasa dapat menegakkan hukum-hukum Allah (dalam berkeluarga)”.

(b) Harus sudah dijima’ oleh suami baru, sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: جَاءَتِ امْرَأَةُ رِفَاعَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: كُنْتُ عِنْدَ رِفَاعَةَ، فَطَلَّقَنِي، فَبَتَّ طَلَاقِي، فَتَزَوَّجْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الزَّبِيرِ، وَإِنَّ مَا مَعَهُ مِثْلُ هُدْبَةِ الثَّوْبِ، فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَتُرِيدِينَ أَنْ تَرْجِعِي إِلَى رِفَاعَةَ؟ لَا، حَتَّى تَذُوقِي عُسَيْلَتَهُ، وَيَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ

Aisyah -rodhiallohu anha- mengatakan: Isteri Rifa’ah pernah datang kepada Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, lalu dia berkata: aku dulu hidup bersama Rifa’ah, lalu dia mentalakku, sampai talak ketiga. Maka aku pun menikah dengan Abdurrohman bin Zubair, tapi apa yang ada padanya itu seperti rumbai-rumbai kain. Maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pun tersenyum (mendengarnya), lalu beliau mengatakan: “Apa kamu ingin kembali lagi (menjadi isteri) Rifa’ah?! itu tidak boleh, sehingga kamu merasakan kenikmatan senggamanya, dan dia juga merasakan kenikmatan senggamamu”. (HR. Bukhori: 5260, dan Muslim dg redaksinya: 1433).

Sekian, wallohu ta’ala a’lam, semoga bermanfaat.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين والحمد لله رب العالمين

Madinah, 23 Shofar 1435 H / 26 Desember 2013

Komentar
  1. ris berkata:

    Assalammu’alaikum ustad

    Suatu hari saat sy hamil sy kecewa dg suami lalu sy berkata pd ny ingin pulang kerumah org tua saya tanpa maksud bercerai atau meminta cerai pd ny memikirkn bercerai pun tdk pd saat itu,kemudian mendengar sy berkata itu dia berkata terserah kamu saja dia pikir saya meminta cerai dg perkataan sy tersebut.

    (Saya sendiri tidak mengetahui kalo suami berpikir saya ingin bercerai dg kata2 saya itu. saya baru sadar setelah beberapa hari setelah kejadian itu), saat itu saya membereskn pakaian saya, dia menasehati sy, tolong kmu pikir bagaimana nasib anak yg km kandung kalo org tuanya berpisah, tp semuanya terserah km. Saat itu sya mengurungkn niat untuk pulang keorang tua sy, krn sebenarny dalam hati sy tdk ingin berpisah dgnya.

    Yg ingin saya tanyakan apakh telah jatuh talak dg kejadian itu ustad krn suami telah mengatakan terserah saya dan menyangka saya ingin bercerai padahal saya tdk bermaksud bercerai dg kata2 saya tersebut?

    Saya ucapkan terima kasih, besar harapan saya mendapat jawaban dr ustad krn saya gelisah dg ini.

    • addariny berkata:

      Waalaikumussalam warohmatulloh wabarokatuh… InsyaAllah talak tidak jatuh, karena suami mengembalikan talaknya kepada anti, sedangkan anti tidak menginginkan talak tersebut terjadi. wallohu a’lam.

  2. abuyusuf berkata:

    ustad, barokallahufik..
    pernah istri merasa tidak nyaman dg khidupan di rumah, di puncak kekesalannya bilang “bagaimana kalo kita berpisah ja” sya menjawab bilag ja ke bapak ibumu. dalam hati terbersit antara cerai ato tidak. sya yakin ortunya tidak bakalan megijinkan untuk cerai. kami bersikap saling mendiamkan,setelah bebrapa hari istri minta maaf dan kami berjima lg.
    beberapa bulan berlalu, muncul lg masalah, istri bilang seperti di atas lag, sy jg menjawab sprti tu lg. intinya kalo istri minta pisah y sy kembalikan ke istri lg. dlm hati, terbersit keinginan bercerai tp tidak saya tegaskan, dan sya kembalikan ke istri terserah istri dan ortunya,
    bebrapa hari kemudian setelah slg mendiamkan . istri mta maaf lg dan “kumpul” lg.
    hal tersebut bberapa kali berulang, tp meski da permalahan dan saling mendiamkan kami msih serumah terus.
    bagaimana dg hal tersebut?
    kdang saya berpikir apakah jatuh talak? misal dah jatuh talak apakah dengan mengumpuylinya lg berarti sudah rujuk.
    kalo kondisi sekarang meski da permasalahan yng besar istri sudah tidak pnah berkata sperti di atas td, sebatas saling mendiamkan ja. mohon penjelasannya. jazakumulloh khoir

    • addariny berkata:

      Dalam kasus antum, talak belum jatuh wallohu a’lam.. karena antum belum mengucapkan atau menuliskan keputusan talak.. adapun keinginan hati untuk mencerainya, maka itu hanya keinginan saja, belum diucapkan, sehingga talaknya belum jatuh, karena keinginan hati tidak cukup untuk menjatuhkan talak, wallohu a’lam.

Tinggalkan komentar