FAROID, WAKAF, NADZAR & SUMPAH (ringkasan shohih muslim)

Posted: 11 Juni 2009 in Hadits
Tag:, , , , , ,

shohih muslimKITAB: FARO’IDH (warisan)

Bab: Orang Muslim tidak dapat mewarisi Orang kafir, begitu pula sebaliknya

(994) Dari Usamah bin Zaid: Bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Orang muslim tidak dapat mewarisi orang kafir, (begitu pula sebaliknya), orang kafir tidak dapat mewarisi orang muslim”.

Bab: Berikanlah hak warisan kepada pemiliknya!

(995) Dari Ibnu Abbas, Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Berikanlah warisan kepada mereka yang berhak menerimanya, (sesuai jatah masing-masing)! Adapun sisanya, maka bagi (ashabah) laki-laki yang paling dekat nasabnya.”

Bab:  Warisan Kalalah[1]

(996) Jabir bin Abdulloh mengatakan: Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- pernah menjengukku, ketika aku sedang sakit, tidak sadarkan diri. Beliau kemudian berwudhu’, lalu para sahabat memercikkan air sisa wudhu beliau kepadaku, sehingga aku siuman. Aku bertanya: “Wahai Rosululloh, (apa yang harus kulakukan, sedang) yang akan mewarisiku hanyalah kalalah!” Maka, turunlah ayat mengenai warisan.

Syu’bah (salah seorang perowi) bertanya kepada Muhammad bin Munkadir (perowi sebelumnya): “Apakah ayat tersebut adalah ayat (ke-176 dari surat An-nisa, yang artinya): “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), katakanlah, “(sekarang) Alloh memberi fatwa kepadamu tentang kalalah!”. Muhammad bin Munkadir menjawab: “Begitulah, ayat itu diturunkan”.

(997) Dari Ma’dan bin Abu Tholhah, bahwa Umar bin Khottob pernah khutbah pada hari jum’at. Setelah memuji Nabi  –shollallohu alaihi wasallam- dan Abu Bakar, ia mengatakan: “Sungguh, aku tidak meninggalkan sesuatu yang lebih menggelisahkanku, melebihi masalah kalalah, padahal tidak ada satu pun masalah yang lebih sering kutanyakan kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- melebihi masalah kalalah ini, dan beliau juga tidak pernah dengan keras memperingatkanku, sebagaimana kerasnya peringatan beliau karena masalah ini, sehingga beliau menusukkan jari-jarinya ke dadaku sambil mengatakan: “Wahai umar, tidakkah cukup bagimu ayatus-shoif (ayat yang turun di musim panas) yang ada di akhir surat An-nisa’?!” (Umar kemudian mengatakan): “Bila umur masih panjang, sungguh aku akan  memutuskan dalam masalah kalalah ini, dengan keputusan (yang sangat jelas), yang akan dipakai, baik oleh mereka yang pandai baca al-qur’an, maupun mereka yang tidak bisa membacanya.”

Bab: Ayat yang turun paling akhir adalah ayat kalalah

(998) Dari Baro’ (bin ’Azib): Bahwa surat yang paling akhir diturunkan dengan sempurna adalah surat taubah, Adapun ayat yang paling akhir diturunkan adalah ayat kalalah.

Bab: Barangsiapa meninggalkan harta, itu milik ahli warisnya

(999) Dari Abu Huroiroh: jika ada jenazah yang mempunyai tanggungan hutang dibawa kepada Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam-, beliau menanyakan: “Apakah si mayit meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahu bahwa si mayit meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, maka beliau menyolatinya. Jika sebaliknya, maka beliau mengatakan: “Sholatilah sahabat kalian ini!”. Dan setelah Alloh memberikan kemenangan kepada Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- dalam beberapa kali peperangan (sehingga banyak diperoleh harta rampasan), beliau mengatakan: “Aku lebih wajib menunaikan tanggungan kaum mukminin, dari pada diri mereka sendiri. Oleh karena itu, barangsiapa meninggal dalam menanggung hutang, maka akulah yang melunasinya. Dan barangsiapa meninggalkan harta, maka harta itu adalah milik ahli warisnya”.

.

.

.

KITAB: WAKAF

Bab: Mewakafkan harta pokok dan menyedekahkan hasilnya

(1000) Ibnu Umar mengatakan: Suatu ketika Umar memperoleh tanah di Khoibar, maka ia menemui Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, untuk meminta masukan mengenai tanah itu, ia mengatakan: “Wahai Rosululloh, aku mendapatkan tanah di Khoibar, dan aku belum pernah  mendapatkan harta yang lebih berharga darinya, maka apa ada saran untukku?” Beliu menjawab: “Jika kau mau, sebaiknya kau wakafkan pokok tanah itu, kemudian kau sedekahkan hasilnya.” Maka umar pun mewakafkannya, dan tanah tersebut tidak bisa dijual, dibeli, diwaris ataupun diberikan kepada orang lain. Dia menyedekahkan (hasilnya) kepada mereka yang fakir, sanak kerabat, para budak, mujahid fisabilillah, perantau (yang tidak memiliki cukup bekal) dan para tamu. Orang yang mengurusinya dibolehkan untuk memakan sebagian hasilnya dengan sewajarnya, atau boleh juga memberikannya kepada sahabatnya dengan tanpa ada unsur bisnis.

Bab: Pahala yang diterima manusia sesudah mati

(1001) Dari Abu Huroiroh, sesunggungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Apabila seseorang meninggal, maka putuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakannya”.

Bab: Sedekah untuk si mayit yang tidak mewasiatkannya

Telah lalu hadits riwayat Aisyah di kitab zakat (yang artinya: pernah ada seorang lelaki menemui Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam-, seraya mengatakan: “Wahai Rosululloh! ibuku meninggal dunia secara mendadak, padahal ia belum sempat berwasiat, dan aku yakin seandainya ia sempat berwasiat ia akan berwasiat untuk sedekah. Apakah ia bisa mendapatkan pahala, bila aku bersedekah untuknya?” Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menjawab: “Ya”).

.

.

.

KITAB: NADZAR [2]

Bab: (Wajib) menunaikan nadzar, jika untuk taat kepada Alloh

(1002) Dari Ibnu Umar, bahwa Umar -ketika sedang di Kota Ji’ronah, sepulangnya dari Kota Tho’if- pernah bertanya kepada Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-: “Wahai Rosululloh, sungguh di masa jahiliyyah dulu, aku pernah bernadzar untuk ber-i’tikaf sehari di Masjidil Harom, bagaimana engkau melihatnya?”. Beliau menjawab: “Pergi dan laksanakan I’tikaf sehari (di sana)!”.

Ibnu Umar mengatakan: Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah memberinya budak perempuan dari jatah seperlima harta rampasan perang. Ketika Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– memerdekakan para tawanan perang (yang semula dijadikan budak) oleh orang-orang, Umar mendengar teriakan mereka: “Rosululloh telah memerdekakan kami!”. Umar pun bertanya: “Ada apa ini?”. Mereka menjawab: “Rosululloh telah memerdekakan para tawanan perang orang-orang. Maka Umar mengatakan: “Wahai (anakku) Abdulloh, pergi dan merdekakanlah budak kita itu!”.

Bab: Perintah Untuk Men-qodho’ Nadzar

(1003) Ibnu Abbas mengatakan: Sa’ad bin Ubadah pernah meminta fatwa kepada Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-, tentang masalah ibunya yang telah ber-nadzar, kemudian meninggal sebelum melaksanakan nadzar-nya. Maka Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam–  mengatakan kepadanya: “Laksanakanlah nadzar untuknya!”.

Bab: Orang Yang Nadzar Untuk Jalan Kaki ke Ka’bah

(1004) Uqbah bin Amir mengatakan: Saudariku pernah bernadzar untuk jalan kaki ke baitulloh tanpa alas kaki. Lalu ia menyuruhku untuk menanyakannya kepada Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-. Ketika aku menanyakan hal itu, beliau mengatakan: “Hendaklah ia pergi (melaksanakan nadzar-nya dengan berkendaraan!”.

(1005) Dari Anas bin Malik: Bahwa Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– pernah melihat seorang lelaki tua dipapah oleh dua orang putranya, maka beliau pun bertanya: “Ada apa ini?”. Mereka menjawab: “Ia telah ber-nadzar untuk jalan kaki”. Beliau menimpali: “Sesungguhnya Alloh azza wajall, tidak membutuhkan penyiksaannya orang ini, terhadap dirinya sendiri” kemudian beliau menyuruhnya agar naik kendaraan.

Bab: Larangan ber-nadzar dan ia tidak bisa menangkal apapun juga

(1006) Dari Ibnu Umar, dari Nabi –shollallohu alaihi wasallam-: bahwa beliau telah melarang nadzar.  Beliau juga mengatakan: “Sungguh nadzar itu tidak mendatangkan kebaikan, sebaliknya ia hanya dilakukan oleh yang kikir”.

(1007) dari Abu Huroiroh, sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Sesungguhnya nadzar tidak akan mendekatkan apa pun yang tidak ditakdirkan kepada bani adam, akan tetapi nadzar itu (sebenarnya) sejalan dengan takdirnya, sehingga dengan nadzar itu, menjadikan si kikir terpaksa mengeluarkan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin ia keluarkan.

Bab: Tidak boleh menunaikan nadzar untuk maksiat, begitu pula nadzar untuk sesuatu yang bukan miliknya.

(1008) Imron bin Hushoin mengatakan: Dahulunya Kaum Tsaqif adalah sekutunya Bani Uqoil (dalam memusuhi kaum muslimin). Suatu ketika Kaum Tsaqif pernah menawan dua sahabat Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-, sebaliknya para sahabat nabi –shollallohu alaihi wasallam– juga berhasil menawan satu orang dari Bani Uqoil beserta ontanya, yang bernama Adh-baa’ (onta ini, akhirnya nanti menjadi milik Nabi –shollallohu alaihi wasallam-). Lalu Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- mendatanginya ketika ia dalam keadaan terikat. Orang itu mengatakan: “Hai Muhammad!”. Maka beliau menghampirinya seraya bertanya: “Ada apa?” ia mengatakan: “Apa sebabnya kau menawanku, dan kenapa pula kau menahan ontaku (padahal diantara kita telah ada perjanjian damai)?!”. Karena menganggap bahwa persoalan konsisten dengan perjanjian damai adalah persoalan besar, beliau menjawab: “Aku menawanmu, karena terjadinya pelanggaran perjanjian damai, yang dilakukan oleh sekutumu Kaum Tsaqif”. Kemudian beliau beranjak meninggalkannya.

Ia memanggil lagi: “Hai Muhammad… hai Muhammad!”. Beliau pun dengan ramah dan lemah lembut menghampirinya kembali, seraya mengatakan: “Ada apa lagi?”. Ia menjawab: “Aku sekarang masuk Islam”. Beliau menimpali: “Andai saja kau katakan itu, ketika kau sedang bebas, tentunya kau benar-benar beruntung”. Lalu beliau beranjak meninggalkannya.

Ia memanggil (untuk yang ke sekian kali): “Hai Muhammad… hai Muhammad!”. Beliau masih menghampirinya, sambil menanyakan: “Ada apa lagi?”. Ia menjawab: “Aku lapar, berilah aku makan. Aku juga haus, beri aku minum!”. Kata beliau: “Ini yang kau butuhkan”. Kemudian orang itu ditebus dengan dua orang sahabat beliau (yang ditawan oleh Kaum Tsaqif)

Imron bin Hushoin meneruskan kisahnya: setelah itu seorang wanita dari kaum Anshor ditawan oleh musuh, begitu pula onta (milik Nabi –shollallohu alaihi wasallam-, yang bernama) Adh-baa’. Wanita itu dalam keadaan terikat. Waktu itu mereka (pihak musuh) mengistirahatkan onta-ontanya di depan rumah masing-masing.

Perempuan itu akhirnya bisa melepaskan dari dari ikatan, ia kemudian menghampiri onta-onta mereka. Namun, ketika onta-onta tersebut didekatinya, maka onta itu meringik, sehingga wanita itu meninggalkannya, sampai akhirnya ia mendekati onta Adh-baa’ dan ia tidak meringik. Memang ia onta yang terlatih baik.

Kemudian wanita tersebut duduk di atas onta Adh-baa’ itu, dan menggertaknya, lalu pergi. Pihak musuh mengetahui kepergian wanita itu. Kemudian mereka mengejarnya, namun tidak berhasil. Dan wanita itu pun ber-nadzar kepada Alloh, apabila ia selamat, maka ia akan menyembelih onta tersebut.

Ketika ia tiba di Madinah, orang-orang melihatnya. Kata mereka: “Ada Adh-baa’, ontanya Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-. Wanita itu mengatakan bahwa ia telah ber-nadzar seandainya Alloh menyelamatkannya dengan naik onta tersebut, maka ia akan menyembelihnya. Orang-orang lalu mendatangi Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– dan menuturkan hal itu. Maka beliau mengatakan: “Subhanalloh… sungguh balasan yang sangat buruk, ber-nadzar kepada Alloh, apabila Alloh menyelamatkannya dengan onta itu, maka ia akan menyembelihnya?! Tidak boleh menunaikan nadzar untuk maksiat, begitu pula nadzar untuk sesuatu yang bukan miliknya.

Bab: kaffarot (tebusan) untuk nadzar

(1009) Dari Uqbah bin Amir, Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– pernah bersabda: “kaffarot-nya nadzar itu sama dengan kaffarot-nya sumpah.

.

.

.

KITAB SUMPAH

Bab: Larangan bersumpah dengan menyebut ayah

(1010) Umar bin Khottob mengatakan: Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sesungguhnya Alloh azza wajall melarang kalian untuk bersumpah dengan menyebut ayah kalian”. Umar mengatakan lagi: “Sungguh demi Alloh, sejak ku dengar Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam- melarangnya, aku tidak pernah melakukan hal itu, baik secara langsung maupun melalui cerita orang lain.”

(1011) Ibnu Umar mengatakan, Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa yang ingin bersumpah, maka janganlah ia bersumpah, kecuali dengan menyebut nama Alloh!”. Kaum Quraisy dulu biasanya bersumpah dengan menyebut bapak-bapak mereka, oleh karena itu, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menyabdakan: “Janganlah bersumpah dengan menyebut bapak-bapak kalian!”.

Bab: Larangan bersumpah dengan thoghut (makhluk yang dipertuhankan)

(1012) Abdurrohman bin Samuroh mengatakan, Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Janganlah kalian bersumpah dengan thoghut, jangan pula dengan bapak-bapak kalian!”.

Bab: Barangsiapa yang bersumpah dengan al-Lata dan al-Uzza, maka hendaklah ia mengucapkan: “laa ilaaha illallooh”

(1013) Abu Huroiroh mengatakan, Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa bersumpah, dengan menyebut al-Lata, maka ucapkanlah: laa ilaaha illallooh!. Adapun barangsiapa mengatakan kepada sahabatnya: ‘Kemarilah, aku akan bertaruh denganmu’, maka hendaklah ia bersedekah!”.

Dalam riwayat lain, dengan menggunakan redaksi: “Barangsiapa bersumpah dengan menyebut al-Lata dan al-Uzza

Bab: Anjuran untuk mengucapkan “insyaAlloh” (tsun-ya) ketika bersumpah

(1014) Dari Abu Huroiroh, Nabi  –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Suatu ketika Nabi Sulaiman bin Dawud pernah mengatakan: ‘Sungguh demi Alloh, pada malam ini aku akan menggilir tujuh puluh orang istriku, yang masing-masing akan melahirkan seorang putra yang akan bertempur membela agama Alloh’. Lalu temannya, atau seorang malaikat, berkata kepadanya: “Ucapkanlah insyaAlloh!”. Namun waktu itu ia tidak mengucapkannya karena lupa. Sehingga dari sekian banyak istri itu, tidak ada yang melahirkan anak, kecuali seorang saja, itu pun hanya melahirkan setengah badan saja. Kemudian Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Seandainya ia mengucapkan ‘InsyaAlloh’, tentunya keinginannya tidak akan meleset dan hajatnya akan terpenuhi”.

Bab: Sumpah itu tergantung niat orang yang menyuruhnya

(1015) Abu Huroiroh mengatakan, Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sumpah itu tergantung niat orang yang menyuruhnya”.

Bab: Barangsiapa merebut hak muslim dengan sumpahnya, maka dia harus masuk neraka

(1016) Dari Abu Umamah al-Haritsi, bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Barangsiapa merebut (menghalangi) hak muslim lainnya dengan sumpahnya, maka Alloh mengharuskannya masuk neraka, sekaligus diharamkan surga baginya”. Salah seorang sahabat bertanya: “Wahai Rosululloh, meskipun dalam hal yang sepele?”. Beliau menjawab: “Meskipun hanya mengenai sepotong kayu Arook (sejenis kayu untuk siwak)!”

(1017) Wa’il bin Hujr mengatakan: Suatu hari, dua orang lelaki dari Hadromaut dan Kindah, menemui Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-. Si Hadromi itu mengatakan: “Ya Rosululloh! Orang ini telah merebut tanahku yang dulunya milik ayahku”. Selanjutnya si Kindiy balik mengatakan: “Tanah itu adalah milikku, aku menanaminya dengan tanganku sendiri, dan ia tidak punya hak dalam tanah itu”. Maka Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bertanya kepada si Hadromiy: “Apakah kamu memiliki bukti?” ia menjawab: “Tidak”. Lalu beliau mengatakan kepada si Kindiy: “Berarti kamu harus menerima sumpahnya (si Kindiy)”. Si Hadromiy menimpali: “Wahai Rosululloh, lelaki ini adalah orang yang rusak, ia tidak peduli dengan apa ia harus bersumpah, bahkan ia tidak takut terhadap apa pun!”. Rosulloh menjawabnya: “Kamu tidak memiliki hak kecuali sumpahnya itu”. Dan si Kindiy pun akhirnya bersumpah. Setelah ia pergi, Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Ketahuilah, bahwa jika ternyata ia bersumpah untuk mengambil haknya secara dholim, maka dia pasti akan menemui Alloh (pada hari kiamat nanti), sedangkan Ia berpaling darinya.

Bab: Barangsiapa bersumpah, kemudian ia melihat ada yang lebih baik dari sumpahnya, maka hendaklah ia membayar kaffarot (sebagai penebus sumpahnya), dan melakukan apa yang dipandangnya lebih baik

(1018) Abu Musa al-Asy’ari mengatakan: aku pernah bersama rombongan kabilahku al-Asy’ari, menemui Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam– untuk meminta diberi tunggangan (yang bisa membawa kami dalam perang tabuk). Beliau mengatakan: “Demi Alloh, aku tidak bisa memberi kalian tunggangan, karena memang aku tidak memilikinya”.

Kemudian kami diam beberapa saat, sampai ada orang yang datang memberikan onta kepada Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam-. Dari pemberian itu, beliau memberikan kepada kami tiga onta yang gemuk. Ketika kami berangkat (menuju perang), kami -atau salah satu dari kami- mengatakan: “Aku khawatir Alloh tidak memberikan keberkahan kepada kita, karena kita telah datang kepada Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam– untuk memohon tunggangan, lalu beliau bersumpah untuk tidak memberikannya (karena tidak memilikinya), tapi akhirnya beliau memberi kita tunggangan”.

Mereka kemudian mendatangi beliau, dan menuturkan hal itu. Maka Rosululloh mengatakan: “Bukan aku yang memberikan kalian tunggangan, akan tetapi Alloh-lah yang memberikannya kepada kalian. Dan insyaAlloh, sungguh aku tidak bersumpah demi Alloh, kemudian aku melihat ada hal lain yang lebih baik dari sumpahku, melainkan aku tebus sumpahku itu dengan kaffarot, kemudian aku lakukan hal yang ku pandang lebih baik itu.

Bab: Kaffarot (tebusan) Untuk Sumpah

Abu Huroiroh menyebutkan beberapa hadits dari Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam-, diantaranya sabda beliau: “Demi Alloh, orang yang bersikeras memegang teguh sumpahnya yang merugikan istrinya, (padahal ia tahu bahwa meninggalkan sumpah tersebut itu lebih baik), adalah lebih berdosa di sisi Alloh, daripada jika ia (melanggar sumpahnya, kemudian) membayar kaffarot yang diwajibkan kepadanya (karena melanggar sumpah itu).


[1] Kalalah ialah: Orang mati yang tidak meninggalkan bapak dan anak.

[2] Nadzar adalah: Tindakan seorang mukallaf (baligh & berakal), untuk mewajibkan kepada diri sendiri, sesuatu yang asalnya tidak diwajibkan oleh syariat. (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah 40/136)

Komentar
  1. sudrajat ahmad berkata:

    syukron…atas pnjlasanya

Tinggalkan komentar