Archive for the ‘Kisah’ Category

Ibuku sayang…

Posted: 12 April 2010 in Adab, Kisah

Kepada yg tercinta, bundaku yg kusayang

Segala puji bagi Allah… yg telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga.

Shalawat serta salam hamba -yg lemah ini- panjatkan keharibaan Nabi yg mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Amin…

Ibu…

Aku terima suratmu yg engkau tulis dg tetesan air mata dan duka… aku telah membaca semuanya… tidak ada satu huruf pun yg aku sisakan. (lebih…)

Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Alloh ta’ala

Segala puji ku panjatkan ke hadirat Alloh ta’ala, yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya.

Sholawat serta salam, ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, keluarga, dan para sahabatnya.

Wahai anakku…

surat ini datang dari ibumu, yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang, ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri ini.

Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan ini terhalangi oleh tangis. Dan setiap kali menitikkan air mata, setiap itu pula, hati ini terluka.

Wahai anakku…

Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan remas kertas ini, lalu engkau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati ibu, dan telah engkau robek pula perasaannya.

Wahai anakku… (lebih…)

SuperStock_1558-23897Siang ini 6 februari 2008, tepatnya di atas jembatan penyebrangan Setiabudi, aku bertemu dua makhluk kecil, kumal, dan berbasuh keringat. Dua sosok kecil kira-kira delapan tahun usianya, menenteng kantong hitam, saat ku menyebrang untuk makan siang, diujung jembatan mereka menawariku tisu. Ya, mereka menjual tisu.

Hanya tisu. Dengan keangkuhan khas penduduk jakarta, aku hanya berisyarat menolaknya tanpa ekspresi. “Terima kasih om” ucap seseorang dari mereka menanggapi dinginya responku. Ah, aku pun merasa belum menyadari akan kemuliaan mereka. Hanya sedikit ku buka senyumku seraya mengangguk kepala.

Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, ternyata seorang anak menyapa seorang laki-laki dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki-laki itupun menolak dengan tiada beda denganku. (lebih…)