Hakekat Dunia…

Posted: 19 Januari 2014 in Manajemen Kalbu

istana-budaya            Dunia ini hanyalah ‘tempat persinggahan’… Dunia ini hanya permainan dan hiburan yang melalaikan… Dunia ini penjara sementara seorang yang beriman… Dunia ini -baik itu sesuatu yang disenangi maupun yang dibenci- adalah ujian… Dunia itu sesaat, dan akan berakhir dengan kesirnaan… Tapi ingat pula, bahwa dunia juga ladang mempersiapkan bekal.

Sungguh inilah hakekat kehidupan dunia, sebagaimana disebutkan dalam banyak firman Allah ta’ala dan sabda Rosulnya –shollallohu alaihi wasallam-, dan banyak manusia telah meyakininya, namun sayang banyak dari mereka yang tetap terlena dan tergoda.

              Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengingat firmanNya:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Carilah bekal, sungguh sebaik-baik bekal adalah TAKWA. Dan bertakwalah kalian, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat [Albaqoroh: 197]

Ibnul Jauzi –rohimahulloh– mengatakan: Sungguh dungu, orang yang tidak tahu kapan ‘mati’ mendatanginya, tapi dia tidak menyiapkan diri untuk menghadapinya. Dan manusia paling tolol dan paling lalai adalah orang yang usianya sudah melewati 60 tahun dan mendekati 70 tahun, tapi dia tetap lalai tidak mempersiapkan diri, padahal usia antara 60 sampai 70 tahun adalah medan perang ‘hidup mati’, dan seharusnya orang yang terjun di medan perang itu menyiapkan dirinya. [Shoidul Khoothir, hal: 439]

Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah menyabdakan:

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.

Umur umatku itu antara 60 sampai 70 tahun, dan sedikit orang yang melewati umur tersebut. [HR. Attirmidzi: 3550, dihasankan oleh Syeikh Albani]

Sungguh, tertawa panjang bagi orang tua sudah tidak begitu bermakna… candanya juga sudah terasa hambar…  Bahkan ketika dunia menawarkan dirinya, kekuatannya sudah melemah, dan khayalannya pun semakin pudar… Jika demikian, masih adakah tempat yang ‘mapan’ bagi orang yang berumur 60 tahun di dunia ini.

Lalu, bila dia ingin hidup hingga usia 70 tahun, dia tidak akan sampai kecuali dengan susah payah… Ketika jalan, dia akan terengah-engah… bila duduk, napasnya berat… Bila tidur, akan sering terjaga dan tidak bisa lelap… Dia melihat godaan dunia, tapi tidak kuasa menikmatinya… Kegiatan ini harus dijauhi, kegiatan itu harus dikurangi… Tidak  boleh makan ini dan itu… Dan apabila makan, banyak giginya yang sudah kosong, bahkan gigi yang masih menempel pun sudah banyak ‘bergoyang’… Bila makanan itu masuk, lambungnya sudah payah dan susah mencerna… Begitu pula punggungnya sudah rapuh, dan tubuhnya semakin meliuk… tulangnya rapuh dan ototnya loyo, sehingga seakan dia hidup sebagai tawanan.

Lalu, bila dia ingin hidup hingga usia 80 tahun, dia akan kembali merangkak seperti anak, banyak kehilangan memorinya, sering lupa, atau bahkan menjadi pikun, belum lagi banyak penyakit berkumpul ‘mengerumuninya’. Sungguh benar firman Allah ta’ala:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً

Allah-lah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kalian setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kalian setelah keadaan kuat itu menjadi lemah dan beruban. [Arrum: 54]

وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا

Kami tetapkan dalam rahim janin yang kami kehendaki hingga waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian kalian sampai kepada usia dewasa. Diantara kalian ada diwafatkan, dan diantara kalian ada yang dikembalikan kepada usia lanjut, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang dahulu dia tahu. [Alhaj: 5]

Memang ada sebagian kecil orang yang keadaannya lebih baik dari yang penulis sebutkan di atas, tapi tetap saja tidak bisa dielakkan, bahwa semakin tua seseorang, semakin berat pula dia menjalani hidup ini. Persis seperti mobil, semakin tua semakin banyak kerusakan, dan akan semakin berat jalannya, lalu akhirnya teronggok sebagai barang rongsokan.

Maka, orang yang cerdas adalah orang yang paham benar akan nilai sebuah waktu, karena sebelum baligh, dia hanya seorang anak yang umurnya tidak begitu diperhitungkan. Yang dipikirkannya hanya bermain dan mainan, dia tidak memiliki arah yang jelas, dan belum ada kemampuan akal maupun okol yang mencukupi, sehingga dia harus bergantung kepada orang lain. Oleh karena itu, bila sudah baligh, hendaklah dia sadar bahwa masa itu merupakan masa perjuangan melawan hawa nafsu dan menuntut berbagai ilmu pengetahuan, terutama Ilmu Agama.

Lalu, bila dia sudah dikaruniai anak, maka hendaklah dia sadar bahwa itulah masanya berusaha dan bekerja, sambil menjalin hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya, yang akan berguna baginya dalam mengarungi sisa umurnya, baik dalam urusan dunia maupun akhiratnya.

Lalu, bila dia sudah sampai umur 40 tahun, maka selesailah puncak hidupnya, ia telah menghabiskan masa kuatnya, dan tidaklah tersisa baginya, kecuali keadaan dirinya yang terus menurun. Maka, hendaklah di usia tersebut, dia menjadikan sebagian besar perhatiannya untuk ‘bekal akhirat’, dan mempersiapkan diri untuk detik perpisahan.

Jika kita merenungi hal ini, sebenarnya pesan ini juga harusnya diterapkan oleh mereka yang masih muda, karena kematian bisa datang dengan tiba-tiba.

Lalu, apabila seseorang sampai pada umur 60 tahun, itu artinya Allah sudah memberinya banyak tenggang waktu, dan dia telah menghabiskan waktu tersebut, maka hendaklah dia fokus total untuk mengumpulkan ‘bekal akhiratnya’, apalagi bila kekuatannya semakin lemah. Dan semakin tua umurnya, hendaklah dia semakin giat dalam amalnya.

Lalu, apabila dia sudah masuk umur 80 tahun, maka yang tersisa baginya hanyalah pilihan ‘perpisahan’, karena kehidupan sudah sangat berat baginya, jasadnya sudah rapuh dan banyak penyakit terus menggerogotinya. Ketika itu tidaklah tersisa dari umurnya kecuali rasa penyesalan atas kelalaiannya, karena kalaupun dia saat itu masih mampu beribadah, dia tidak mampu melakukannya kecuali dengan keadaan yang sudah sangat lemah, payah, dan kurang maksimal.

              Semoga Allah menjadikan kita selalu ingat akan hakekat kehidupan ini, menjauhkan kita dari terlelap dalam kelalaian, dan memberikan kita taufiq untuk bisa beramal saleh, yang akan menjadikan kita aman dari penyesalan di hari ‘perpindahan’ itu, Sungguh Dialah Yang Maha Pemberi Taufiq.

              Para pembaca yang terhormat, bila kita telah menyadari hal ini, bahwa kita tidak akan lama di dunia ini, bahwa langkah kita terpaksa akan terhenti dengan kematian, padahal umur alam semesta mungkin masih akan panjang, maka tidakkah kita ingin memiliki pahala yang terus mengalir ke liang kubur kita hingga hari kiamat?!

             Penulis yakin kita semua menginginkannya, oleh karena itu, hendaklah kita memperbanyak 3 amalan berikut ini, atau paling tidak jangan sampai melewatkannya dalam hidup ini. Amalan-amalan tersebut terkandung dalam sabda Nabi –shollallohu alaihi wasallam– yang sangat masyhur berikut ini:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Bila manusia mati, putuslah semua amalnya kecuali 3 amalan: Sedekah Jariyah (wakaf), atau ilmu agama yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya. [HR. Muslim: 1631]

Sekian, semoga bermanfaat.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

Madinah, 18 Rabiul Awal 1435 H / 19 Januari 2014 M

Tinggalkan komentar