Archive for the ‘Fajar’ Category

islamup_com-ec050929ffBismillaah… wash sholaatu was salaamu alaa rosulillaah… wa ‘ala aalihi washohbihi wa man waalaah…

Karena terlalu panjangnya artikel tentang fajar ini, maka di sini kami buat ringkasannya, agar lebih mudah dipahami dan tidak salah dimengerti:

1. Sebaiknya permasalahan ini, hanya dibicarakan dalam forum tertutup, dengan lembaga resmi yang berkompeten dalam hal ini, sehingga tidak menimbulkan madhorot yang lebih besar. Dan inilah anjuran dari para kibarul ulamaTentang anggapan bahwa ini bersangkutan dengan fardhu ain sehingga tidak perlu menunggu tindak lanjut dari lembaga resmi, maka bisa juga disanggah dengan mengatakan: Argumen itu bisa diterima, jika orang yang sholat sesuai jadwal kalender itu sepakat dengan pihak yang mengatakan waktu sholatnya terlalu cepat, tapi kenyataan di lapangan tidak demikian, banyak dari masyarakat yang tetap yakin bahwa jadwal yang ada masih sesuai dengan kenyataan, alasannya karena yang menyusunnya adalah lembaga-lembaga tepercaya dan mumpuni dalam ilmu syar’i. Jika demikian, maka kita katakan sholat orang itu tetap sah, selama ia yakin bahwa sholatnya dilakukan tepat pada waktunya. Walyaqiin laa yazuulu illa bimitslih (keyakinan itu tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan keyakinan yang selevel dengannya), Wallohu a’lam.

2. Fajar shodiq yang mu’tabar adalah dengan munculnya sinar seperti benang putih yang tipis memanjang datar di ufuk, dan itu terjadi saat awal munculnya sinar fajar shodiq, sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Baqoroh:187. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama, bahkan ahli tafsir al-Jashshosh menukil ijma’ dalam masalah ini.

3. Masuknya waktu shubuh, dimulai ketika tampak benang putihnya fajar, bukan ketika fajar sudah sempurna wujudnya. (lebih…)

islamup_com-ec050929ffDalam seri keenam ini, penulis akan nukilkan definisi fajar shodiq dari beberapa ulama yang perkataannya dijadikan sandaran pendapat yang mengatakan terlalu cepatnya waktu shubuh yang ada dalam kalender-kalender pada umumnya, semoga dengan ini kita bisa memaklumi perbedaan pendapat yang ada…

1. Sayyid Abdul Malik Ali Al-Kulaib -rohimahulloh-:

الفجر الصادق هو المنشر في الأفق

Fajar shodiq adalah fajar yang (sinarnya) menyebar di ufuk (Thulu’ul Fajris Shodiq, hal: 130)

2. Syeikh Musthofa Al-Adawi -hafidhohulloh-:

فبهذا يتضح جليا أن أول وقت الفجر هو ذلك البياض المستطير الذي يملأ الأفق مستعرضا ناحية الشرق

وهو الفجر الصادق الذي يظهر مستطيرا أبيضا في عرض السماء في اتجاه المشرق في موضع طلوع الشمس

“Dengan demikian, jelaslah bahwa awal waktu fajar itu mulai dari warna putih yang menyebar, memenuhi ufuk, dan mendatar di arah timur (Yawaqitul falah fi mawaqitis sholah, hal: 122)

(Di tempat lain, beliau mengatakan:) “Fajar shodiq adalah fajar putih yang menyebar di langit, di arah timur, tepat di tempat terbitnya matahari. (Yawaqitul falah fi mawaqitis sholah, hal: 127) (lebih…)

islamup_com-ec050929ffSebelum masuk ke dalil berikutnya, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena keterlambatan dalam memposting lanjutan tulisan ini, hal itu disebabkan banyaknya pekerjaan yang menyita waktu penulis…

Dalil mereka yang kelima:

Mereka mengatakan bahwa pedoman yang dipakai untuk menentukan fajar shodiq selama ini adalah apa yang dinamakan fajar falaki, yang menurut mereka sama dengan fajar kadzib.

Jawaban:

Memang para ulama menentukan waktu fajar itu dengan mengacu pada fajar falaki, tapi apa benar fajar falaki itu sama dengan fajar kadzib? Untuk menjawab ini, mari kita dengarkan para ahli falak dalam mendefinisikannya.

Dr. Ali Hasan Musa:

Kapan mulai fajar falaki? Fajar falaki itu awal sinar yang sesungguhnya sebelum terbit matahari, ini terjadi ketika matahari masih di bawah ufuk kira-kira 18 derajat, dan ini sama dengan kira-kira 72 menit. Sinar ini muncul dari pantulan cahaya matahari yang menyebar pada partikel-partikel atmosfer sebelum terbitnya matahari, dan ia memancar di pojok ufuk kira-kira 18 derajat. Andaikan tidak ada atmosfer bumi, tentu perpindahannya akan serta-merta, sehingga ia datang dari gelapnya malam yang pekat kepada terbitnya matahari yang terang. (Ilmul falak bainas sa’il wal mujib, hal: 306)  (lebih…)

islamup_com-ec050929ffSebelum masuk ke dalil berikutnya, penulis ingin menyampaikan permintaan maaf kepada Majalah Qiblati yang merasa terusik dengan artikel ini. Penulis minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Qiblati karena redaksi artikel pertama yang terkesan menyerang orang yang tidak setuju dengan kalender yang berlaku sekarang ini.

Sebenarnya yang penulis inginkan adalah penyeimbangan argumen yang ada, bukan memperkeruh suasana, (karena sebenarnya Qiblati-lah yang lebih awal memperkeruh suasana, jika bisa dikatakan demikian). Penulis hanya ingin mengembalikan pemahaman fajar shodiq kepada pemahaman Alqur’an dan Sunnah, sebagaimana dipahami oleh mayoritas ulama Islam sejak dulu kala, mulai dari Ahli Tafsir sekaliber Ibnu Jarir At-Thobari, Ulama sekaliber Ibnu Zaid, dan Ibnu Taimiyah, serta ulama ahli bahasa sekaliber Az-Zamakhsyari dan Ibnu Manzhur.

InsyaAlloh… Penulis dan qiblati sepakat ingin memperbaiki ibadah umat, jika memang terdapat kesalahan dalam kalender yang ada. Penulis juga sangat mendukung adanya observasi, untuk mencocokkan antara data di kalender yang ada dengan kenyataan lapangan, untuk kemudian jika ada kesalahan dibuat rumusan ulang untuk memperbaiki data yang ada.

Karena penulis yakin, Qiblati juga sepakat harus ada kalender rumusan baru dalam jadwal sholat kita, untuk dijadikan sebagai patokan umum, bukan terus mengarahkan setiap individu masyarakat untuk ru’yah fajar shodiq tiap hari. Karena di zaman sekarang ini, ru’yah tiap hari malah menjadi sangat memberatkan Umat Islam, berbeda dengan zaman dulu yang jauh dari gedung-gedung yang menjulang, dan polusi cahaya yang sangat mengganggu pandangan dalam meru’yah fajar shodiq. Belum lagi di beberapa daerah kadang terjadi mendung dalam waktu yang relatif lama, dan dalam keadaan demikian tidak memungkinkan dilakukan ru’yah untuk waktu sholat yang minimal sehari harus lima kali. Oleh karena itu, -menurut penulis- kalender untuk penentuan sholat, di zaman ini merupakan hal yang sangat dibutuhkan sekali, sebagaimana telah diterapkan oleh seluruh Negara Islam.

Tapi penulis berharap, sebelum langkah-langkah yang telah ditempuh terlalu jauh ditindak lanjuti, hendaklah di teliti ulang apakah dua ciri tambahan untuk fajar shodiq yang selama ini digulirkan sesuai dengan dalil-dalil syar’i? (yakni ciri bahwa sinar fajar shodiq harus memenuhi jalanan dan perumahan, dan adanya campuran warna merah, khususnya ketika langit bersih dan cuaca cerah). Karena mayoritas ulama tidak menjadikan dua hal itu sebagai syarat untuk fajar shodiq, maka harusnya kita juga demikian.

Perlu kita camkan di sini, bahwa sebagaimana kita harus hati-hati dalam hal sholat, agar kita tidak sholat sebelum waktunya, kita juga harus hati-hati dalam hal puasa, agar puasa kita dimulai dari awal waktunya. Jadi, jangan sampai waktu subuh kita terlalu lama cepatnya hingga sholat subuh kita jadi tidak sah, begitu pula sebaliknya, jangan sampai waktu subuh kita terlalu lama lambatnya, hingga puasa kita jadi tidak sah… Syeikh Athiyah Salim mengatakan:

(lebih…)

islamup_com-ec050929ffSebelum masuk ke dalil mereka yang kedua, mari kita lihat dulu masalah berikut ini:

Kapan mulai diharamkan makan bagi yang puasa? Ada dua pendapat dalam masalah ini:

Pendapat Pertama:

Batas tidak bolehnya makan bagi orang yang berpuasa adalah dengan munculnya fajar shodiq yang mendatar di ufuk. (perkataan “di ufuk”, menunjukkan bahwa sinar fajar itu belum menyebar menerangi jalan dan rumah penduduk). Ini adalah pendapat mayoritas ulama Islam dan seluruh madzhab empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah).

Ibnu Qudamah mengatakan: Pendapat yang senada dengan ini, diriwayatkan dari Umar, Ibnu Abbas, Atho’, dan seluruh kalangan ulama’. (Al-Mughni: 4/325)

Imam Al-Qurthubi mengatakan: Pendapat inilah yang sesuai dengan hadits-hadits dan dipilih oleh para ulama seluruh negeri. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Jangan sampai sahur kalian diganggu oleh adzannya Bilal dan putihnya ufuk yang meninggi seperti ini (yakni fajar kadzib). (Tapi teruskanlah sahur kalian) hingga putih ufuk itu mendatar seperti ini (yakni fajar shodiq)!” (HR. Muslim: 1094) (Tafsir Qurtubi: 2/318)

Al-Jashshosh mengatakan: Tidak ada khilaf diantara kaum muslimin, bahwa dengan fajar putih yang mendatar di ufuk -sebelum munculnya warna merah-, makan dan minum menjadi haram bagi mereka yang berpuasa. (Ahkamul Qur’an lil Jashshosh 1/285). Keabsahan nukilan ijma’ ini meski bisa disanggah, tapi paling tidak, itu menunjukkan sangat banyaknya orang yang memilih pendapat ini. (lebih…)

islamup_com-ec050929ffLalu dari mana mereka menyimpulkannya?

Berikut ini kami kemukakan dalil-dalil mereka, beserta bantahannya, semoga bisa menjadi perbandingan dalam berwawasan. Perlu diketahui, bahwa diskusi yang akan kami paparkan di sini, kami nukil dari kitab “طلوع الفجر الصادق بين تحديد القرآن وإطلاق اللغة” karya syeikh Prof. Dr. Ibrohim bin Muhammad as-Shubaihi, yang telah didukung penuh oleh Syeikh Sholeh Fauzan dan mufti kerajaan saudi arabia, syeikh Abdul Aziz Alu syeikh, dengan beberapa penambahan dari penulis.

Ini adalah diskusi antara ulama’ yang menggunakan metode Ummul Quro, dengan ulama yang menyalahkannya. Metode Ummul Quro sendiri memakai derajat 19 di bawah ufuk sebagai patokan penentuan fajar shodiqnya, dan ini tidak jauh dengan metode yang dipakai indonesia (BRHI), yakni 20 derajat di bawah ufuk. (lebih…)

islamup_com-ec050929ffPernahkah anda mendengar atau membaca tulisan yang mengatakan bahwa “semua Negara Islam tanpa terkecuali, ternyata tidak melaksanakan sholat subuh tepat pada waktunya”?! karena asumsi bahwa “fajar shodiq itu bisa dikenali dengan sinar terang yang menyebar di langit”, sehingga sholat subuh seluruh Umat Islam, menjadi tidak sah karena dilakukan sebelum waktunya…

Haruskah berita seperti itu disebarkan kepada masyarakat sebelum dilaporkan kepada pihak yang berwenang?! Dimanakah sikap arif mereka, dalam menyebarkan hal yang mereka anggap sebagai kebenaran?! Bukankah hal itu menyebabkan mafsadah yang besar di kalangan masyarakat umum?! Harusnya mereka tidak semena-mena menyebarkan berita yang dapat meresahkan umat islam ini…

Renungkanlah sabda beliau -shollallohu alaihi wasallam-: “Agama adalah nasehat untuk (mengajak ke jalan) Alloh dan Rosulnya, serta nasehat untuk pemimpin umat islam dan masyarakatnya” (HR. Muslim: 55). Lihatlah, dalam sabda ini beliau mendahulukan pemimpin sebelum masyarakatnya, yakni hendaklah dalam masalah yang menyangkut maslahat umum, kita lebih dahulu menasehati atau memberi koreksi kepada instansi pemerintah yang berwenang dalam hal ini, sebelum menyebarkannya kepada masyarakat. Dengan begitu masyarakat tidak menjadi bingung, resah dan pecah belah, sehingga mereka mudah dalam menerapkan nasehat yang diajukan…

Pembahasan berikutnya, benarkah tuduhan yang mereka lontarkan itu? Untuk menjawabnya, mari kita renungkan poin-poin berikut ini: (lebih…)