Menghadiri WALIMAH yang mana ya..?

Posted: 5 Oktober 2009 in Fikih

801645_dm34Bismillah… Sering kita mendengar bahwa menghadiri undangan walimah (resepsi) itu wajib, namun jarang dari kita yang tahu, ternyata ada syarat yang harus dipenuhi untuk itu. Apakah syarat-syarat itu?… Anda bisa mengetahuinya dari dialog berikut ini…

Penanya mengatakan: “Tidak diragukan lagi, mendatangi undangan walimah nikah itu wajib, lalu apakah ada perbedaan antara undangan dengan lisan, dan undangan dengan tulisan (kartu undangan)?”

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- menjawab: “Wajibnya mendatangi undangan walimah nikah tidaklah mutlak, tapi harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya:

1. Jika undangan itu yang pertama kali pada walimah itu. Jika ada undangan lagi untuk hari kedua, dan ketiga, maka tidak wajib memenuhi udangan itu.

2. Yang mengundang harus seorang muslim. Apabila si pengundang bukan muslim, maka tidak wajib menghadirinya.

3. Orang muslim tersebut harus seorang yang multazim (muslim taat). Jika ia orang yang biasa memamerkan maksiatnya, dan ada maslahat untuk tidak menghadiri walimahnya, maka (hendaknya) ia tidak menghadirinya.

4. Si pengundang bermaksud memilih orang yang diundangnya, baik lewat telpon, atau langsung menemuinya, atau lewat kartu undangan khusus, hingga kita tahu bahwa ia benar-benar menginginkan kita hadir dalam acaranya. Karena sebagian undangan yang dikirim, tidak dimaksudkan agar yang diundang benar-benar menghadirinya, tapi hanya mujamalah (basa-basi). Buktinya si pengundang tidak meneliti undangannya, dan jika ada undangan yang tidak hadir, si pengundang tidak menanyakannya “kenapa anda tidak hadir?”. Maka undangan yang seperti ini, tidak wajib dihadiri.

5. Tidak adanya kemungkaran di tempat acara walimah itu. Jika di tempat itu ada kemungkaran, maka ada dua kemungkinan:

Adakalanya ia bisa merubah kemungkaran itu, maka ia tetap wajib menghadirinya, karena dengan begitu, ia berarti melakukan dua hal yang baik: di satu sisi ia mendatangi undangan walimah, dan di sisi lain ia bisa menghilangkan kemungkaran yang ada. Misalnya jika orang itu pemuka masyarakat, yang jika hadir, ia bisa menghilangkan kemungkaran, melarangnya, dan mereka mau meninggalkannya.

Adakalanya ia tidak bisa merubah kemungkaran yang ada, maka ia tidak boleh menghadirinya, karena orang yang menghadiri kemungkaran itu seperti orang yang melakukannya, meski ia tidak melakukannya. Sebagaimana firman Alloh ta’ala: “Sungguh Alloh telah menurunkan (ketentuan) bagi kalian di dalam kitab (Alqur’an), bahwa bila kalian mendengar ayat-ayat Alloh diingkari dan dihina, maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (jika tetap duduk bersama mereka), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sungguh Alloh akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafirin di neraka jahanam”. (Annisa: 140). Dan orang yang menghadiri kemungkaran, meski tidak melakukannya, ia menyerupai orang munafik.

Sebagian Ulama mengatakan: “Bila di sana ada kemungkaran, tapi ia tidak mendengar ataupun melihatnya, maka ia bisa memilih, antara meninggalkannya atau menghadirinya”. Tapi, tidak diragukan lagi, yang lebih utama bagi dia adalah meninggalkannya, karena dengan hadirnya dia, padahal di sana ada kemungkaran, itu menunjukkan kerelaannya terhadap kemungkaran yang ada. Oleh karena itu, bila tidak kita katakan wajib, maka (paling tidak) yang lebih utama bagi dia adalah meninggalkannya.

Penanya mengatakan: “Bagaimana bila semua syarat ini terpenuhi, tapi ia tetap meninggalkannya tanpa sebab (udzur syar’i)?”.

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- menjawab: “Dia berdosa, karena sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-: “Barangsiapa tidak menghadiri undangan (walimah), berarti ia telah bermaksiat kepada Alloh dan Rosul-Nya” (HR. Bukhori: 5177 dan Muslim: 1433)

Sumber: Rekaman dialog suara dengan Syeikh Utsaimin -rohimahulloh-, bisa anda dengarkan langsung pada link berikut ini:

http://www.nahwaaljinen.com/elm/play.php?catsmktba=5693

Komentar
  1. dildaar80 berkata:

    jazakumulloh..

  2. Tommi berkata:

    Assalamu’alaikum ustadz,

    Artikel yg bagus. Sungguh di Indonesia ini kebanyakan walimahan banyak dihadiri oleh para wanita yg memakai pakaian terbuka/menunjukkan daerah bahu dan sekitar punggung (baju u can see) dan rok mini. Inilah sebenarnya yg membuat ane kadang ragu untuk menghadiri walimah. Walhasil, ane suka minta temenin istri akhirnya.

  3. salafiyunpad berkata:

    maturnuwun ustadz
    jazakallahu khairan

  4. Abu SHilah berkata:

    Ustadz, ana mau bertanya : ada adat di negeri kita akad & walimah dilakukan di kota/tempat tinggal pengantin wanita, lalu beberapa hari/minggu kemudian ada resepsi/walimah kedua yang diselenggarakan di kota/tempat tinggal pengantin laki-laki (ana lupa istilah jawa-nya), yang tujuannya adalah sebagai kunjungan balik keluarga pengantin wanita ke keluarga pengantin laki-laki sekaligus sebagai undangan untuk tetangga dan kerabat yang tidak bisa menghadiri walimah pertama.

    Dan pernah kejadian ketika seorang ikhwan menikah lalu keluarganya mengadakan walimah kedua di kotanya 2 minggu setelah walimah pertama, ikhwan ini pun mengundang teman-temannya, tapi diantara mereka ada seorang ustadz dan beberapa ikhwan yang tidak hadir beralasan karena walimah yang diselenggarakan lebih dari 3 hari adalah bid’ah. Apakah ada dalil & pendapat ulama yang mengatakan demikian?

    Jazakallohu khoiron.

    • addariny berkata:

      Tentang walimah, hal itu dikembalikan kepada adat masing2… Asal tidak bertentangan dengan Islam, adat boleh dilakukan… InsyaAllloh tidak masuk dalam hal bid’ah… wallohu a’lam

  5. Sugi berkata:

    Bismillah,

    dengan begitu berarti jika melihat kebiasaan acara resepsi pernikahan dilingkungan kita ini hampir seluruhnya tidak terlepas dari acara musik, campur baur laki2 dan perempuan, standing party dll, maka sudah menjadi tidak wajib lagi kita untuk menghadirinya atau bahkan menjadi wajib bagi kita untuk tidak menghadirinya. Benarkah demikian ustadz?

    Lantas bagaimana kita menyikapinya ya ustadz jika yang mengundang itu adalah misal kerabat dekat kita, teman sejawat ataupun atasan kerja kita.
    Mohon penjelasan ustadz.
    Jazakullahu khairan katsira wa barakallahu fiika.

    • addariny berkata:

      Sangat tepat apa yang antum katakan… Amalkanlah ilmu semampu antum… dan bertakwalah sesuai kemampuan… kemudian banyaklah beristighfar… Waiyyaak… wafikum barokalloh…

  6. guntur berkata:

    Assalamu’alaikum ustadz…
    Artikel yang bagus. Kalo di Indonesia dapat kita katakan hampir 100% walimahan tidak layak didatangi karena banyaknya kemaksiatan didalamnya. Jika sudah amat amat amat terpaksa menghadirinya terpaksa pake ilmu “kilat” : datang, tundukkan pandangan, kasi selamat buat mempelai, trus ngacir pulaanng…tanpa mencicipi makanan (he.. he.. easy come easy go..)
    Barakallohu fikum ya ustadz…

  7. fulannah berkata:

    mohon jin copas ustadz

  8. sayna alkatiri berkata:

    assalamu alaikum ustad tanya, di daerah saya ketika walimahan memakai nyanyi2an. apa blh saya menghadirinya? klu cmpur baur laki2 dan perempuan tdk ada, juga pakaian yg dipk menutup aurat. truz juga bagaimana sebenarnya nyanyian2 yg diperbolehkan ketika walimahan? terima kasih ustad.

    • addariny berkata:

      Waalaikum salam warohmatulloh…
      Jawabannya ada di perkataan Syeikh Utsaimin di atas…
      Nyanyian yang dibolehkan sudah dijawab oleh Syeikh Albani di artikel di blog ini: “Sungguh Indah… bila nikah dihias dengan sunnah”…
      afwan wa syukron wajazakallohu khoiro….

  9. […] Sebagian Ulama mengatakan: “Bila di sana ada kemungkaran, tapi ia tidak mendengar ataupun melihatnya, maka ia bisa memilih, antara meninggalkannya atau menghadirinya”. Tapi, tidak diragukan lagi, yang lebih utama bagi dia adalah meninggalkannya, karena dengan hadirnya dia, padahal di sana ada kemungkaran, itu menunjukkan kerelaannya terhadap kemungkaran yang ada. Oleh karena itu, bila tidak kita katakan wajib, maka (paling tidak) yang lebih utama bagi dia adalah meninggalkannya. (diambil dari:  https://addariny.wordpress.com) […]

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s