WASIAT, SEDEKAH, PEMBERIAN & UMROO (ringkasan shohih muslim)

Posted: 7 Juni 2009 in Hadits
Tag:, , , ,

shohih muslimBab: Imbauan berwasiat, bagi mereka yg memiliki sesuatu untuk diwasiatkan

(981) Dari Salim, dari Ibnu Umar, bahwa ia mendengar Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Seorang muslim, yang punya sesuatu untuk diwasiatkan, tidak diperkenankan baginya waktu tiga hari berlalu, kecuali ia telah menuliskan wasiatnya”. Ibnu Umar mengatakan: “Sejak ku dengar sabda itu dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, tidak pernah ku lalui satu malam pun, melainkan aku telah menulis wasiatku”.

Bab: Wasiat Tidak Boleh Melebihi Sepertiga Harta

(982) Sa’d bin Abi Waqqosh mengatakan: Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- pernah menjengukku saat haji wada’, karena sakitku yang hampir menjemput ajalku. Dalam keadaan seperti itu aku menanyakan: “Wahai Rosululloh, engkau lihat sendiri sakitku yang sudah parah ini, padahal aku tidak memiliki ahli waris kecuali putriku semata wayang, bolehkah aku menyedekahkan dua pertiga hartaku?” beliau menjawab: “Jangan!”, aku bertanya lagi: “Bagaimana jika setengahnya?” beliau menjawab: “Jangan! Kalau sepertiganya boleh, dan sepertiga itu sudah jumlah yang banyak. Sungguh, jika kau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan mapan, itu lebih baik, dari pada kau tinggalkan mereka dalam keadaan miskin, lalu meminta-minta kepada orang lain. Tidaklah nafkah yang kau keluarkan dengan ikhlas mengharap wajah Alloh, melainkan kau mendapatkan pahala darinya, termasuk sesuap makanan yang kau masukkan ke mulut istrimu.

Sa’ad bin Abi Waqqosh bertanya lagi: “Wahai Rosululloh, apakah aku akan ditinggal di Makkah, oleh para sahabatku?!”[1] beliau mengatakan: “Sesungguhnya tidaklah kau diberi umur panjang, kemudian kau manfaatkan untuk beramal ikhlas mengharap wajah Alloh, melainkan itu akan menambah tinggi derajat dan kedudukanmu (di sisi-Nya). Dan aku berharap, kau diberi umur panjang, sehingga banyak kaum yang memperoleh manfaat darimu, sebaliknya banyak pula kaum yang akan mendapat mudharat darimu. Ya Alloh, tuntaskanlah hijrahnya para sahabatku, jangan engkau kembalikan mereka ke tempat asalnya. Akan tetapi amat disayangkan nasib Sa’ad bin Khowalah”. az-Zuhriy, (salah seorang perowi hadits ini) mengatakan: “Rosululloh menyayangkan kematian Sa’ad bin Khowalah, karena dia meninggal di Makkah (tempat yang telah ditinggalkannya untuk hijrah ke Madinah lillahi ta’ala-pen)”.

(983) Ibnu Abbas mengatakan: Alangkah baiknya, seandainya orang-orang itu  mau mengurangi (wasiatnya) dari sepertiga menjadi seperempat, karena Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- telah menyatakan; bahwa sepertiga itu banyak

Bab: Wasiat Nabi -shollallohu alaihi wasallam- (untuk berpegang-teguh) kepada kitabulloh

(984) Thol-hah bin Muthorrif mengatakan, Aku pernah bertanya kepada Abdulloh bin Abi Aufa: “Apakah Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- pernah berwasiat?” Ia menjawab: “Tidak”, aku bertanya lagi: “Kalau begitu mengapa kaum muslimin “diharuskan” -atau dengan redaksi- “diperintah” untuk berwasiat?! Ia menjawab: “Beliau telah mewasiatkan (untuk berpegang-teguh) kepada kitabulloh”.

(985) Aisyah mengatakan: “Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- tidak meninggalkan (harta dunia), baik berupa dinar, dirham, kambing ataupun unta. Beliau tidak pula berwasiat (baik tentang harta dunia, atau pun siapa yang akan menjadi kholifah sepeninggalnya)”.

(986) Aswad bin Yazid mengatakan, orang-orang pernah mengatakan kepada Aisyah, bahwa Ali telah diwasiati Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam-, maka Aisyah membantah: Kapan beliau berwasiat kepada Ali?! Sungguh dahulu menjelang wafatnya, beliau bersandar “di dadaku” -atau dengan redaksi- “di pangkuanku”, beliau juga meminta diambilkan bejana (berisi air), kemudian tubuh beliau melemas di pangkuanku, dan tidak ku sangka ternyata beliau telah wafat. (Seandainya benar beliau pernah berwasiat kepada Ali), lalu kapan beliau berwasiat kepadanya?!

Bab: Wasiat Nabi  –shollallohu alaihi wasallam untuk mengeluarkan kaum musyrikin dari jazirah arab, dan tentang bolehnya delegasi mereka memasukinya

(987) Sa’id bin Jubair mengatakan, bahwa Ibnu Abbas mengatakan: “Hari kamis, ada apa di hari kamis?! Hari kamis”. Lalu ia menangis sehingga air matanya membasahi kerikil (yang berada di bawahnya). Aku bertanya: “Wahai Ibnu Abbas, ada apa di hari kamis itu?” ia menjawab: “Pada hari itulah, Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- sakit parah, beliau mengatakan: mendekatlah kalian kepadaku, aku akan menulis wasiat untuk kalian, agar kalian tidak tersesat sepeninggalku”. Lalu para sahabat saling berselisih. (Nabi mengatakan:) “Tidak sepantasnya ada perselisihan di sisi nabi!”. Mereka mengatakan: “Ada apa dengan nabi, (sehingga kalian ragu-ragu untuk menuruti perintahnya)?!, tidaklah mungkin beliau mengigau?! bertanyalah kepada beliau (tentang apa yang dikehendakinya)!”. Kemudian beliau mengatakan: “Tinggalkan (perselihan kalian)! karena keadaanku (yang selalu ingat Alloh), itu lebih baik (dari pada keadaan kalian yang sedang berselisih). Aku wasiatkan kepada kalian tiga hal: (1) Keluarkanlah kaum musyrikin dari jazirah arab. (2) Berilah izin kepada delegasi mereka, untuk masuk sebagaimana aku pernah mengizinkannya”. Ibnu Abbas mengatakan: “Dan beliau tidak menyebutkan yang ketiga, atau beliau menyebutkannya tapi aku lupa”.

Bab: Larangan Untuk Menarik Kembali Sedekah

(988) Umar bin Khottob mengatakan: aku pernah menyedekahkan kuda yang bagus untuk orang yang jihad fisabilillah, tapi setelah itu pemiliknya (yakni orang yang diberinya) malah menyia-nyiakannya. Karena melihat ia akan menjualnya dengan harga murah, maka aku menanyakan hal itu kepada  -shollallohu alaihi wasallam-, dan beliau menjawab: “Janganlah kamu membelinya, dan jangan minta kembali sedekahmu, karena orang yang meminta kembali sedekahnya, itu seperti anjing yang muntah, kemudian ia menjilat kembali muntahannya”.

(989) Dari Ibnu Abbas, Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Orang yang meminta kembali sedekahnya, itu seperti anjing yang muntah, kemudian ia menjilat kembali muntahannya”.

Bab: Orang Yang Memberikan Sesuatu Kepada Sebagian Anaknya Saja

(990) Nu’man bin Basyir mengatakan: Ayahku pernah memberiku sebagian hartanya, lalu ibuku ’Amroh bin Rowahah mengatakan: “Aku tidak rela, sebelum kamu meminta persaksian kepada Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam-!”. Ayahku kemudian pergi menemui Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam-, untuk meminta persaksiannya atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan kepadanya: “Apakah kamu juga memberikan harta yang  sama, kepada semua anakmu”. Ayahku menjawab: “Tidak”. Maka Rosululloh  –shollallohu alaihi wasallam- mengatakan: “(Jika begitu), mintalah persaksian atas hal ini kepada selainku”. Lalu beliau menambahkan lagi: “Bukankan kamu menginginkan agar kebaktian semua anakmu itu sama?!” Ayahku menjawab: “Tentu”. Maka beliau menimpali: “Kalau begitu, jangan (lakukan hal itu)!”.

Bab: Orang yang memberikan harta dengan cara ’Umro[2]

(992) Dari Jabir; bahwa Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam– bersabda: Siapa pun yang memberikan harta dengan cara ’Umro kepada orang lain dan keturunannya, (misalnya) dengan mengatakan: “aku telah memberikannya kepada kamu dan keturunanmu, (tapi) selama kalian masih hidup”, maka harta itu menjadi milik mereka. Harta itu tidak mungkin kembali kepada pemiliknya semula (si pemberi), karena ia telah memberikan harta, yang (nantinya akan) menjadi warisan (bagi ahli warisnya si penerima).

(993) Jabir mengatakan, bahwa Rosululloh  -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Jagalah harta kalian, dan janganlah kalian merusaknya. Karena barangsiapa yang memberikan harta dengan cara ’Umro, maka harta tersebut menjadi milik si penerima dan ahli warisnya, baik ketika si penerima masih hidup ataupun setelah ia meninggal.

Alih bahasa oleh: Addariny, selesai di Madinah, Juni 2009


[1] Sa’ad bin Abi Waqqosh mengajukan pertanyaan ini, karena ia khawatir akan meninggal di tanah makkah, tanah yang telah ia tinggalkan untuk hijrah ke madinah karena Alloh ta’ala, ia khawatir seandainya meningagal di mekah, itu akan menghapuskan pahala hijrahnya. Atau bisa juga karena ada rasa tidak senang untuk kembali ke tanah yang ditinggalkannya karena Alloh ta’ala. (Lihat syarah Shohih Muslim karya Imam Nawawi, hadits no: 1628)

[2] ’Umro adalah: Memberikan sesuatu kepada orang lain, sebatas umurnya si penerima. Artinya: apabila si penerima meninggal, maka barang tersebut kembali menjadi hak milik si pemberi. (lihat mausu’ah fiqhiyyah kuwaitiyyah 30/311)

Komentar
  1. ahnaf berkata:

    bismillah, assalamu alaikum…

    artikelnya ana copas ke blog ana ya ustd.. syukran jazakumullahukhairan

    http://www.hame.co.nr
    (Abu Ahnaf Al-Faizun)

Tinggalkan komentar