Bab: Jual-beli Makanan dengan Makanan, Keduanya Harus Sama (kadarnya)
(908) Dari Ma’mar bin Abdulloh, bahwa ia pernah mengutus budaknya membawa satu sho’ (± 3kg) Qomh (gandum/wheal), ia mengatakan: “Juallah ini, kemudian belilah sya’ir (jewawut/malt) dengan (hasil)nya!” Maka pergilah budak tersebut, kemudian ia mengambil (sebagai gantinya) satu sho’ lebih sedikit. Ketika kembali ke Ma’mar, ia memberitahukan hal itu, maka Ma’mar pun mengatakan: Mengapa kau lakukan itu?! Pergi dan kembalikanlah! Jangan ambil kecuali yang sama (kadarnya), karena aku pernah mendengar Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “(Jual beli) makanan dengan makanan, harus sama (kadarnya)!” Ia mengatakan lagi: dan makanan kami ketika itu adalah sya’ir. Dikatakan kepada Ma’mar: “Sesungguhnya gandum itu tidak sama dengan sya’ir?!” Ia menjawab: “Aku khawatir ia serupa dengannya”.
Bab: Larangan Menjual Makanan, Sebelum Menerima Barangnya
(909) Dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa membeli makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali sebelum menerima barangnya!” Ibnu Abbas mengatakan: Saya menganggap segala sesuatu sama (hukumnya) seperti makanan.
(910) Abu Huroiroh (mengisahkan): bahwa ia pernah mengatakan kepada Marwan “Kamu telah mengahalalkan jual-beli riba!”. Marwan bertanya: “Apa yang kulakukan?”. Maka Abu Huroiroh menjawab: “Karena kamu telah menghalalkan jual-beli kartu jatah rezeki,[1] padahal Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah melarang menjual makanan sebelum diterima barangnya”. Maka Marwan pun berkhutbah dan melarang jual-beli kartu jatah rezeki itu. Sulaiman mengatakan: “Setelah kejadian itu, aku melihat para petugas menarik kembali kartu tersebut dari tangan orang-orang”.
Bab: Memindah Makanan, Jika Dijual Tanpa Takaran/Timbangan
(911) Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Barangsiapa membeli makanan, maka janganlah ia menjual (kembali) sebelum menerima barangnya!” Ibnu Umar berkata lagi: Dahulu kami membeli makanan, langsung dari kafilah dagang dengan tanpa ditakar/ditimbang, maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- melarang kami menjualnya kembali sebelum kami memindahkannya dari tempat tersebut.
Bab: Menjual Makanan Yang Sudah jelas Takarannya, Dengan Makanan (Sejenis) Yang Belum jelas Takarannya
(912) Abdulloh bin Umar mengatakan: Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- melarang jual-beli sistem muzabanah, (misalnya) dengan menjual kurma (basah) yang masih di pohon, dengan kurma (kering) yang sudah jelas takarannya. Atau apabila berupa anggur, ia menjualnya dengan kismis yang sudah jelas takarannya. Atau apabila berupa tanaman, ia menjualnya dengan makanan sejenis yang sudah jelas takarannya. Beliau melarang itu semua.
Bab: Menjual Kurma (dengan kurma), Keduanya Harus Sama Kadarnya
(913) Dari Abu Huroiroh dan Abu sa’id: sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- (pernah) mengutus saudaranya bani ’Adiy al-Anshoriy ke Khoibar dan menugaskannya di sana. (suatu ketika) ia datang membawa kurma jenis Janib, maka Rosululloh pun bertanya: “Apakah semua kurma di khoibar seperti ini?” ia menjawab: “Demi Alloh, tidak wahai Rosululloh! Sungguh kami membeli satu sho’ kurma Janib ini, dengan dua sho’ kurma biasa” Mendengar hal itu, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Jangan kalian lakukan, kecuali jika sama kadarnya! Atau juallah kurma ini, kemudian belilah kurma jenis itu dengan hasilnya! Demikian pula setiap yang ditimbang.
Bab: Menjual Tumpukan Kurma (yang tidak diketahui takarannya)
(914) Jabir bin Abdulloh mengatakan: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- melarang menjual tumpukan kurma yang tidak diketahui takarannya, dengan kurma yang sudah jelas takarannya”.
Bab: Tidak Boleh Menjual Buah (di atas pohon), Sehingga Jelas Baiknya
(915) Jabir mengatakan: Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- “melarang” -atau dengan redaksi- “melarang kami” menjual buah (di atas pohon) sehingga jelas baiknya.
(916) Abul Bakhtariy mengatakan: aku pernah bertanya kepada Ibu Abbas, tentang jual beli kurma (di atas pohon), maka ia menjawab: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- melarang menjual kurma (di atas pohon) sehingga ia bisa memakannya, atau bisa dimakan, atau sudah siap timbang”. Aku bertanya: “Apa maksudnya sudah siap timbang?” Salah seorang yang berada di sampingnya menjawab: “(Maksudnya) sudah di tempat penyimpanan”
Bab: Larangan Menjual Buah (di atas pohon), Sehingga Tampak Matangnya
(917) Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- telah melarang menjual kurma (di atas pohon) sehingga berubah warnanya (menguning atau memerah), dan (melarang menjual) mayang (gandum dsb) sehingga memutih dan aman dari penyakit. Beliau melarang penjual dan pembelinya.
Bab: Jual-beli sistem Muzabanah
(918) Dari Busyair bin Yasar –budaknya bani haritsah-: bahwa Rofi’ bin Khodij dan Sahl bin Abu Hatsmah mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah melarang jual-beli Muzabanah, (yaitu: menjual) kurma (basah) dengan kurma (kering), kecuali mereka yang dibolehkan melakakukan jual-beli ’aroya, maka itu dibolehkan bagi mereka”.
Bab: Jual-beli sistem ’Aroya Dengan Cara Menaksir
(919) Zaid bin Tsabit mengatakan: “Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah memberi keringanan dalam jual-beli sistem ’Aroya, (yaitu) membeli kurma basah dengan kurma kering, yang ditaksir sama dengan kurma basah tersebut, (tujuannya) untuk mereka makan dalam keadaan basah.
Bab: Batas Yang Dibolehkan Dalam Jual-Beli ’Aroya
(920) Dari Abu Huroiroh: “Sesungguhnya Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– telah memberikan keringanan dalam jual-beli ’Aroya dengan cara menaksirnya, tapi harus kurang dari lima wasaq, atau sebanyak lima wasaq”.
Yahya bin Yahya bertanya: “Apakah Dawud (salah seorang perowi hadits ini) ragu-ragu dalam mengatakan: Lima wasaq atau kurang?” Imam Malik menjawab: “Ya”.
Bab: Wabah Yang Terjadi dalam Jual-beli Buah-buahan
(921) Jabir bin Abdulloh mengatakan: Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Apabila kamu menjual buah-buahan kepada saudaramu, kemudian diserang wabah, maka tidaklah halal bagimu mengambil apapun darinya! dengan (dalih) apa kamu mengambil harta saudaramu tanpa alasan yang benar?!”
Bab: Kreditor Boleh Mengambil Apa Yang ia Temukan
(922) Abu sa’id al-Khudriy mengatakan: Pada masa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, pernah ada seseorang yang mengalami musibah pada buah-buahan yang dibelinya, akibatnya menumpuklah hutangnya. Karena itu, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Bersedekahlah kalian kepadanya!” maka mulailah orang-orang bersedekah kepadanya, tapi tetap saja belum bisa menutup hutangnya, akhirnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- berkata kepada para kreditornya (pihak pemberi hutang): “Ambillah apa yang kalian dapatkan (dari barang-barangnya)! Tidak ada hak bagi kalian kecuali itu”.
Bab: Menjual Pohon Kurma Yang Sedang Berbuah
(923)Abdulloh bin Umar mengatakan: Aku mendengar Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Barangsiapa membeli pohon kurma yang sudah dikawinkan, maka buahnya untuk si penjual, kecuali apabila si pembeli mensyaratkannya. Dan barangsiapa membeli budak, maka harta budak tersebut untuk si penjual kecuali apabila si pembeli mensyaratkannya”.
Bab: Jual-beli sistem Mukhobaroh dan Muhaqolah
(924) Dari Zaid bin Abu Anisah; bahwa Abul Walid al-Makkiy berkata kepada kami, ketika sedang duduk bersama Atho’ bin Abu Robah; dari Jabir bin Abu Abdillah; “Bahwa Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– telah melarang jual-beli sistem Muhaqolah, Muzabanah dan Mukhobaroh. Tidak boleh pula membeli kurma (di atas pohon) sehingga berubah warnanya”.
“Berubah warna” adalah dengan memerah atau menguning atau bisa dimakan.
Muhaqolah adalah: membeli tanaman (seperti gandum, yang masih ditanamannya) dengan makanan (sejenis) yang sudah jelas takarannya.
Muzabanah adalah: menjual kurma di atas pohon dengan beberapa wasak kurma (kering).
Mukhobaroh adalah: (menyewakan tanah dengan imbalan) sepertiganya atau seperempatnya atau semisalnya.
Zaid bertanya kepada Atho’ bin Abu Robah: “Apakah kamu mendengar Jabir bin Abdulloh menyebutkan kabar ini dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-?” ia menjawab: “Ya”.
Bab: Jual-beli sistem Mu’awamah
(925) Dari Abuz Zubair dan Sa’id bin Mina’; Jabir bin Abdulloh mengatakan: “Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– melarang jual-beli sistem Muhaqolah, Muzabanah, Mu’awamah, Mukhobaroh, dan jual-beli sistem Tsun-ya,[2] tetapi beliau memberi keringanan dalam jual-beli sistem ’Aroya“.
Salah satu dari keduanya mengatakan: Mu’awamah adalah menjual (buah pohon) untuk jangka waktu beberapa tahun.
(926) Jabir mengatakan: “Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melarang menjual (buah pohon) untuk jangka waktu beberapa tahun”. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkannya dengan redaksi: “(melarang) menjual (buah pohon) kurma untuk jangka waktu beberapa tahun”
Bab: Membeli Satu Budak Dengan Dua Budak
(927) Jabir mengatakan: (Pernah terjadi) salah seorang budak membai’at Nabi –shollallohu alaihi wasallam– untuk berhijrah, dia tidak menyadari keadaan dirinya yang seorang budak. Kemudian datang tuannya menginginkannya, maka Nabi –shollallohu alaihi wasallam- berkata kepadanya: “Juallah budak itu kepadaku!” Akhirnya beliau membelinya dengan dua budak kulit hitam. Setelah itu beliau tidak membai’at seorangpun kecuali setelah menanyakan: “Apakah ia budak?”.
Bab: Larangan Menjual Hewan yang Mushorroh[3]
(928) Dari Abu Huroiroh: Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa yang (terlanjur) membeli kambing mushorroh, maka ia memiliki khiyar selama tiga hari, bisa tetap membelinya, bisa juga mengembalikannya dengan menambah satu sho’ kurma”.
Bab: Haramnya Menjual Sesuatu Yang Haram Dimakan
(929) Ibnu Abbas mengatakan: ketika kabar bahwa Samuroh menjual khomr sampai kepada Umar, ia mengatakan: Binasalah Samuroh! Belum tahukah dia, bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Semoga Alloh melaknat kaum Yahudi! karena ketika (makan) lemak (gajih) diharamkan, mereka malah mencairkan dan menjualnya”.
Bab: Haramnya Menjual Khomr
(930) Abdur Rohman bin Wa’lah as-saba’iy -dari penduduk Mesir- bertanya kepada Abdulloh bin Abbas tentang minuman yang diperas dari anggur, maka Ibnu Abbas menjawab: Sungguh (pernah ada) seseorang menghadiahkan satu wadah khomr kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, maka beliau pun bertanya: “Tidak tahukah kamu, bahwa Alloh telah mengharamkannya?!”, ia menjawab: “Tidak”. Kemudian ia berbisik kepada orang (yang berada di dekatnya). Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bertanya lagi: “Apa yang kau bisikkan kepadanya?”, ia menjawab: “Aku menyuruhnya untuk menjualnya”. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan untuk diminum, diharamkan pula untuk dijual”. Ibnu Abbas berkata: Akhirnya ia membuka wadah tersebut, dan menumpahkan semua isinya.
Bab: Haramnya Menjual Bangkai, Patung dan Babi
(931) Dari Jabir bin Abdulloh: Ketika ia di Makkah, yaitu pada saat penaklukan kota itu, ia pernah mendengar Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sesungguhnya Alloh dan rosul-Nya telah mengharamkan penjualan khomr, bangkai, babi dan patung”. Ada yang bertanya: “Wahai Rosululloh, bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena ia (biasa) dipakai untuk melumuri kapal, meminyaki kulit dan orang-orang memakainya untuk menghidupkan lentera mereka?”. Beliau menjawab: “Tidak boleh, ia tetap haram”. Kemudian beliau bersabda lagi: “Semoga Alloh membinasakan kaum Yahudi, karena tatkala Alloh mengharamkan kepada mereka (makan) lemak, mereka malah mencairkannya, lalu menjualnya, dan akhirnya mereka makan hasilnya”.
Bab: Haramnya Hasil Penjualan Anjing, Bayaran Pelacur, dan Upah Perdukunan
(932) Dari Abu Mas’ud al-Anshoriy: “Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah mengharamkan hasil penjualan anjing, bayaran pelacur, dan upah perdukunan”
Bab: Haramnya Hasil Penjualan Kucing
(933) Abuz Zubair mengatakan: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang hasil penjualan Anjing dan kucing, ia menjawab: Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah mencegah hal itu.
Bab: Upah Yang Diambil Dari Hijamah/bekam itu Kotor
(934) Dari Rofi’ bin Khodij; Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Hasil penjualan anjing itu kotor, bayaran pelacur itu kotor, dan upah dari hijamah juga kotor”.
Bab: Bolehnya Mengambil Upah dari Hijamah
(935) Ibnu Abbas mengatakan: “Pernah seorang budak dari Bani Bayadhoh membekam Nabi –shollallohu alaihi wasallam-, kemudian beliau memberinya upah, dan ia mengadukan hal itu kepada tuannya, maka tuannya itu meringankan beban upetinya. Seandainya upah itu haram, tentunya Nabi –shollallohu alaihi wasallam- tidak akan memberikan kepadanya”.
(936) Humaid mengatakan: Anas pernah ditanya tentang upahnya tukang bekam, maka ia menjawab: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah berbekam, yang membekamnya adalah Abu Thoibah, kemudian beliau menyuruh memberinya upah dua sho’ makanan, dan ia mengadukan hal itu kepada tuannya, maka tuannya menurunkan upetinya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya pengobatan yang paling baik adalah hijamah” atau dengan redaksi “Hijamah itu salah satu pengobatan yang paling baik”
Bab: Menjual Habalul Habalah (Janinnya Janin)
(937) Ibnu Umar mengatakan: “Dahulu orang-orang jahiliyah (biasa) melakukan jual-beli daging onta dengan jangka waktu habalul habalah, maksudnya: (menjual onta dengan jangka waktu) sampai onta itu melahirkan, kemudian anak onta yang lahir tersebut menjadi hamil. Maka Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- Melarangnya”.
Bab: Larangan Sistem Jual-beli Mulamasah dan Munabadzah
(938) Abu Sa’id al-Khudriy mengatakan: “Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- melarang dua sistem jual beli dan dan dua model pakaian. Beliau melarang sistem jual-beli Mulamasah (saling sentuh) dan Munabadzah (saling lempar).
Praktek Mulamasah (misalnya): Seorang (pembeli) menyentuh baju (atau barang) nya penjual dengan tangannya, baik di malam hari atau siang hari, dan ia tidak memeriksanya kecuali dengan (sentuhan) itu.
Sedangkan Munabadzah (misalnya): Seorang penjual melemparkan baju (atau barang) nya ke pembeli, sebaliknya pembeli melemparkan baju (atau barang) nya ke penjual, dan dengan begitu jadilah akad jual-beli itu, tanpa adanya pertimbangan dan kerelaan (dari dua belah pihak).
Bab: Jual-beli dengan Gharar dan Hashoh
(939) Abu Huroiroh mengatakan: “Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– melarang jual-beli Hashoh[4] (jual-beli dengan media kerikil), dan beliau juga melarang jual-beli (yang mengandung) unsur Gharar (spekulatif, tidak jelas dan tidak pasti).
Bab: Larangan Melakukan Najasy[5]
(940) Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– telah melarang Najasy”
Bab: Transaksi Seseorang di Atas Transaksi Saudaranya
Uqbah bin ’Amir mengatakan: Sungguh aku telah mendengar Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, maka tidak halal baginya membeli sesuatu yang sudah dibeli saudaranya[6].”
Bab: Larangan Mencegat Barang Dagangan
(941) Abu Huroiroh berkata: Sesungguhnya Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Janganlah kalian men-cegat barang dagangan (sebelum tiba pasar)! Barangsiapa melakukan hal itu dan membelinya, maka si pembawa barang dagangan tersebut, mempunyai khiyar, sesampainya di pasar (daerah itu)”.
Bab: Janganlah Orang Kota, Memasarkan Barangnya Orang Desa![7]
(942) Ibnu Abbas mengatakan: “Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– melarang pencegatan kafilah dagang, dan (melarang) orang kota memasarkan barangnya orang desa”. Thowus bertanya: Apa maksudnya “Orang kota (tidak boleh) memasarkan barangnya orang desa”? Ibnu Abbas menjawab: Maksudnya, janganlah ia menjadi makelarnya!
Bab: Larangan Menimbun (barang dagangan)
(943) Ma’mar mengatakan: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Barangsiapa menimbun, maka ia telah berdosa!” Sa’id ditanya: “Tapi (mengapa) kamu menimbun?” ia menjawab: “Karena Ma’mar yang menyampaikan hadits ini juga menimbun”.
Bab: Khiyar Dalam Jual-beli
(944) Dari Ibnu Umar: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Apabila penjual dan pembeli telah bertransaksi, maka keduanya memiliki hak khiyar selama masih bersama dan belum berpisah, atau mereka saling mengajukan syarat khiyar.
Jika mereka saling mengajukan syarat khiyar dan keduanya sepakat, maka jual-beli itu telah sah (dengan segala konsekuensinya), begitu pula jika keduanya telah berpisah setelah terjadinya transaksi dan tidak ada yang membatalkan transaksi tersebut, maka sahlah jual-beli tersebut (dengan segala konsekuensinya).
Bab: Jujur dan Terbuka dalam Jual-beli
(945) Dari Hakim bin Hizam, Nabi –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “Pelaku transaksi, memiliki hak khiyar selama keduanya belum pisah, kemudian apabila keduanya jujur dan terbuka niscaya akan menjadi berkah jual-belinya, sebaliknya apabila keduanya bohong dan saling menutupi, niscaya akan terhapus keberkahan dalam jual-belinya.
Bab: Orang Yang Ditipu Dalam Jual-beli
(946) Ibnu Umar mengatakan: “Pernah ada orang mengadu kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam– karena (sering) ditipu di dalam jual-belinya, maka Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Siapa saja yang melakukan transaksi denganmu, maka katakanlah: ‘tidak ada penipuan’ (dalam jual beli ini)”. Sejak saat itu, setiap kali jual-beli ia selalu mengatakan “Tidak ada penipuan (dalam jual-beli ini).
Bab: Barangsiapa Menipu, ia Bukan Dari (Golongan) ku
(947) Dari Abu Huroiroh: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- pernah melewati tumpukan makanan (yang sedang dijual), kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, dan ternyata jari-jarinya menjadi basah karenanya, maka beliau pun menanyakan: “Wahai penjual makanan, apa ini?!” Ia menjawab: “Itu karena kena air hujan, wahai Rosululloh!” beliau mengatakan: “Mengapa tidak kau letakkan di atas saja, agar orang bisa melihatnya?! (sungguh) Barangsiapa yang menipu, ia bukan dari (golongan) ku”
Bab: Penukaran Uang dan Jual-beli Emas dengan Perak Secara Kontan
(948) Malik bin Aus bin Hadatsan mengatakan: pernah aku menawarkan: “Siapa yang mau menukarkan dirhamnya (dengan emasku)?” “Coba lihat emasmu! nanti jika pembantuku datang tak ganti dengan perakku” sahut Tholhah yang ketika itu duduk di samping Umar bin Khottob. Maka Umar pun menegurnya: “Tidak, demi Alloh kamu harus langsung memberikan peraknya, atau kamu kembalikan saja emasnya! Karena Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “(Menukar) perak dengan emas itu riba, kecuali jika prakteknya kontan. (Menukar) gandum dengan gandum itu riba, kecuali jika prakteknya kontan. (Menukar) sya’ir/jewawut (malt) dengan sya’ir itu riba, kecuali jika prakteknya kontan. Dan (menukar) kurma dengan kurma itu riba, kecuali jika prakteknya kontan.
Bab: Jual-beli Emas dengan Emas, Perak dengan Perak, Gandum dengan Gandum, dan Segala Jenis Barang Ribawi, Harus Sama Kadarnya dan Kontan
(949) ’Ubadah bin Shomit mengatakan: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bersabda: “(Menukar) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, itu harus sama kadarnya, sama banyaknya, dan secara kontan. Adapun jika jenisnya berbeda-beda, maka terserah bagaimana kalian menjualnya, asalkan secara kontan”.
Bab: Larangan Jual-beli Emas dengan Perak Secara Kredit
(950) Abul Minhal mengatakan: Suatu ketika rekanku menjual perak milik kami berdua (dengan emas) secara kredit sampai musim haji, kemudian ia mendatangiku dan memberitahukan hal itu, maka ku katakan: “Itu tidak boleh”, ia menyanggah: “(Tapi) aku udah menjualnya di pasar, dan tidak ada seorang pun yang mengingkariku!”
Maka ku temui Baro’ bin ’Azib untuk menanyakan hal itu, dan ia menjawab: “Dahulu Nabi –shollallohu alaihi wasallam– datang ke Madinah, dan kami melakukan jual-beli seperti itu, beliau mengatakan: “Jika prakteknya kontan, tidak mengapa. Sedangkan jika prakteknya kredit, jadinya riba”. Coba temui Zaid bin Arqom! Karena ia lebih besar (pengetahuan) ekonominya melebihiku. Maka ku tanyakanlah hal itu kepada Zaid, dan ia mengatakan hal yang sama.
Bab: Janganlah Menjual 1 dinar dengan 2 dinar, Atau 1 dirham dengan 2 dirham!
(951) diriwayatkan dari Utsman bin ’Affan, bahwa sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Janganlah kalian menjual satu dinar dengan dua dinar atau menjual satu dirham dengan dua dirham!”.
Bab: Apabila Kalung yang ada emas dan mutiaranya, dijual dengan emas.
(952) Fadholah bin ’Ubaid al-Anshoriy mengatakan: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– ketika di daerah khoibar, pernah disodori kalung yang ada mutiara dan emasnya, yang asalnya dari harta ghonimah (rampasan perang) kemudian dijual. Maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- memerintahkan mereka untuk melepas emas yang ada di kalung itu, untuk dijual terpisah. Beliau kemudian bersabda: “(menjual) emas dengan emas itu harus sama timbangannya”.
Bab: Riba dalam Jual-beli Secara Kontan
(953) diriwayatkan dari ’Atho’ ibnu Abi Robah, bahwa sesungguhnya Abu Sa’id al-Khudriy pernah bertemu dengan Ibnu ’Abbas. Lalu Abu sa’id bertanya: “Tentang pendapatmu dalam masalah shorf,[8] apakah karena kamu telah mendengarnya dari Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– atau karena kamu mendapatinya ada dalam kitabulloh ?” Maka Ibnu Abbas menjawab: “Tidak, aku tidak akan mengatakan itu. Adapun (sunnah) Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, tentu kalian lebih mengetahuinya. Begitu pula di dalam kitabullah, aku tidak mengetahui (adanya keterangan itu). Tetapi aku telah mendengar Usamah bin Zaid, bahwa sesungguhnya Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– telah bersabda: “Ingatlah, bahwa riba hanyalah terdapat pada jual-beli dengan cara kredit!”
(954) Abu Nadhroh mengatakan: Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar dan Ibnu Abbas tentang jual-beli shorf, dan keduanya membolehkannya. (Kemudian) aku duduk di majlisnya Abu Sa’id al-Khudriy, dan menanyakan tentang hal yang sama dan ia menjawab: “Apa yang jumlahnya melebihi yang lain, itu menjadi riba”. Aku pun mengingkari jawabannya, karena (menyelisihi) jawaban kedua orang tersebut. Maka ia mengatakan: “Aku tidak mengatakan kecuali apa yang telah ku dengar dari Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-, suatu hari beliau didatangi oleh orang yang membawa satu sho’ kurma yang sangat bagus, padahal kurma Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– tidak sebagus itu, maka Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– bertanya kepada orang itu: “Dari mana kau dapatkan kurma ini?” ia menjawab: “Aku telah pergi membawa dua sho’, kemudian aku tukarkan dengan satu sho’ (kurma yang bagus) ini, karena harga kurma jenis ini di pasar segini, sedang harga jenis ini segini” Maka Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– mengatakan: “Celaka kamu, karena kamu telah berbuat riba! Jika memang itu yang kau inginkan, maka juallah kurmamu dengan barang lain, kemudian belilah kurma yang kau inginkan dengan barang itu!”. Abu Sa’id mengatakan: “Kalau demikian, mana yang lebih pantas jadi riba, kurma ditukar dengan kurma, atau perak ditukar dengan perak?!” ia mengatakan lagi: “Setelah itu aku mendatangi Ibnu Umar lagi, dan akhirnya beliau melarangku (melakukan jual-beli shorf itu), sedangkan Ibnu Abbas, aku belum sempat mendatanginya (lagi), tetapi Abus shohba’ kemudian memberitahuku, bahwa ia telah menanyakan (sendiri) hal itu kepada Ibnu Abbas ketika di Makkah, dan beliau (juga akhirnya) melarangnya”.
Bab: Terlaknatnya Pemakan dan Pemberi Riba
(955) Jabir mengatakan: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- melaknat pemakan harta riba, pemberinya, pencatatnya, dan dua saksinya. Beliau mengatakan: mereka semua sama-sama berdosa”
Bab: Mengambil yang sudah jelas halalnya, dan meninggalkan yang syubhat
(956) Nu’man bin Basyir, -sambil mengarahkan kedua jarinya ke kedua telinganya- ia mengatakan: aku pernah mendengar Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, begitu pula yang halal sudah jelas, diantara keduanya ada hal-hal yang masih syubhat (samar hukumnya) dan tidak banyak orang yang mengetahuainya. Maka barangsiapa menjauhi yang syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehomatannya. Sebaliknya barangsiapa terjerumus melakukan yang syubhat, berarti ia telah terjerumus dalam perkara yang haram, sebagaimana orang yang menggembalakan ternaknya di dekat kawasan larangan, maka lambat laun ia akan memasukinya. Ketahuilah, bahwa setiap raja itu memiliki kawasan larangan, dan kawasan larangan Alloh itu hal-hal yang diharamkannya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad ini ada segumpal darah, yang jika ia baik, maka menjadi baiklah seluruh jasad ini. Sebaliknya jika ia buruk, maka menjadi buruklah seluruh jasad ini. Ketahuilah, bahwa gumpalan darah itu adalah hati”.
Bab: Melunasi hutang dengan sesuatu yang lebih baik, dan orang yang terbaik adalah mereka yang terbaik dalam melunasi hutangnya
(957) Abu Huroiroh mengatakan: “Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam– pernah berhutang kepada seseorang, lalu orang itu berbicara kasar kepada beliau (dalam menagihnya). (Melihat kejadian itu), para sahabat pun hendak membalasnya. Maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan: “Sesungguhnya si penghutang itu berhak untuk menuntut haknya”, lalu beliau mengatakan lagi: “Belilah unta yang seumur dengan untanya, dan serahkanlah kepadanya!”. (Setelah mencarinya), mereka mengatakan: “Kami tidak menemukan, kecuali unta yang umurnya lebih baik dari miliknya”, maka beliau mengatakan: “Beli dan berikanlah kepadanya! karena ‘diantara orang yang terbaik’ –atau dengan redaksi- ‘orang yang terbaik’ adalah mereka yang terbaik dalam melunasi hutangnya”.
Bab: Larangan bersumpah dalam (menjual) barang
(958) dari Qotadah al-Anshoriy, bahwa ia pernah mendengar Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Janganlah kalian banyak bersumpah dalam jual-beli! karena meskipun hal itu akan melariskan jualannya, tapi ia juga akan menghilangkan keberkahannya”.
(959) Abu Huroiroh mengatakan: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Ada tiga golongan, -yang pada hari kiamat nanti- Alloh tidak bicara dengan mereka, tidak melihat mereka, tidak membersihkan (dosa) mereka dan bagi mereka siksa yang pedih. Yaitu: (Pertama), Orang yang memiliki sumber air yang lebih, di gurun sahara yang tandus, tapi melarang orang yang lewat untuk mengambilnya. (Kedua), orang yang menjual barang kepada orang lain setelah ashar, dengan sumpah demi Alloh bahwa ia mengambilnya dengan harga segini dan segini, sehingga orang itu mau membelinya, padahal ia bohong dalam sumpahnya. Dan (ketiga), orang yang membaiat pemimpin, tetapi ia tidak membaiatnya melainkan karena kepentingan duniawi, jika kepentingannya dipenuhi ia tetap setia dengan baiatnya, sebaliknya jika tidak, ia akan mencabut baiatnya”.
Bab: Menjual unta dengan mengecualikan tunggangannya
(960) Jabir bin Abdullah menceritakan: dalam perjalanan pulang dari perang bersama Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– , tiba-tiba beliau menyusulku, sedang aku menunggangi untaku yang hampir saja tidak mampu jalan. Beliau menanyakan: “Ada apa dengan untamu?” Aku jawab: “Ia lagi sakit”. Maka beliau mengambil posisi di belakangku, lalu membentak untaku serta mendoakan kebaikan untuknya. Setelah kejadian itu, untaku selalu berada di barisan paling depan. Beliau kemudian bertanya lagi: “Bagaimana keadaan untamu sekarang?” Aku jawab: “Keadaannya baik, karena berkahmu” Beliau bertanya lagi: “Maukah kamu menjualnya kepadaku?”, karena rasa sungkan -meskipun itu satu-satunya unta milikku- aku katakan: “Ya”. Akhirnya aku jual kepada beliau, dengan syarat aku akan menungganginya hingga sampai Madinah. Setelah sampai, aku menemui bibiku, dan dia menanyakan tentang unta itu, maka aku pun memberitahukan apa yang ku lakukan, meskipun dia menyesalkan tindakanku itu. Jabir mengatakan lagi: Ketika aku meminta izin Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– (untuk pulang cepat ke Madinah), beliau menanyakan: “Yang kau nikahi itu perawan atau janda?” aku jawab: “Janda” beliau mengatakan: “Mengapa tidak menikahi perawan, yang bisa mencumbumu dan sebaliknya kamu juga bisa mencumbunya?” aku jawab: “Wahai Rosululloh, ayahku ‘meninggal’ –atau dengan redaksi- ‘mati syahid’, padahal aku punya banyak saudari yang masih kecil, maka tidak cocok rasanya jika aku menikahi dan mendatangkan orang yang seumur dengan mereka, yang nantinya tidak bisa mendidik dan merawat mereka, karena itulah aku menikahi janda, agar ia bisa merawat dan mendidik mereka”. Jabir meneruskan lagi: “Sesampainya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- di Madinah, aku pun mendatanginya dengan unta itu, lalu beliau memberiku harganya, dan juga memberikan kembali unta itu kepadaku”
Bab: Membebaskan hutang
(961) Dari Ka’ab bin Malik: Di masa Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– , ia pernah menagih hutangnya kepada Ibu Abi Hadrod di masjid (nabawi), dan meninggilah volume suara keduanya, sehingga didengar oleh Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– yang berada di rumahnya. Maka Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menyingkap tirai pintu rumahnya, dan memanggil: “Ya Ka’ab!” ia menjawab: “aku hadir ya Rosululloh!” kemudian Rosululloh memberi isyarat dengan tanganya untuk membebaskan sebagian hutangnya. Ka’ab mengatakan: “Sudah ya Rosululloh”. Lalu Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– mengatakan (kepada Ibnu Abi Hadrod): “Segeralah lunasi hutangmu!”.
Bab: Tentang Hawalah[9] dan penundaan pelunasan hutang dari orang yang mampu itu kelaliman
(962) Dari Abu Huroiroh: bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah bersabda: “Menunda pelunasan hutang yang dilakukan orang yang (sebenarnya) mampu adalah kelaliman. Dan apabila salah seorang diantara kalian mengalihkan hutangnya kepada orang yang lapang, maka hendaklah ia menurutinya!”.
Bab: Penangguhan Penagihan Hutang Kepada Mereka yang Kesulitan, atau Membebaskannya
(963) Dari Hudzaifah, dari Nabi –shollallohu alaihi wasallam– : “Ada seseorang mati dan masuk surga. Maka ia ditanya: Apa yang pernah kau lakukan?. Beliau mengatakan: Entah dia ingat sendiri atau diingatkan, lalu mengatakan: “Aku dulunya bertransaksi dengan banyak orang, maka aku (biasanya) menangguhkan pelunasan hutang kepada mereka yang kesulitan, aku juga memberikan kelonggaran dalam hal alat pembayaran”. Karena itulah ia diampuni (dosanya)”. Abu Mas’ud mengatakan: “Aku juga pernah mendengarnya dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- .
(964) Dari Abdulloh bin Abu Qotadah: bahwa (ayahnya) Abu Qotadah pernah mencari orang yang berhutang kepadanya, yang bersembunyi darinya, dan akhirnya ia menemukannya. Ia mengatakan: “Sungguh aku dalam kesulitan!” Abu Qotadah mengatakan: “Sungguh demi Alloh?” ia menjawab: “Sungguh demi Alloh” Abu Qotadah mengatakan lagi: “Karena Aku pernah mendengar Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Barangsiapa yang ingin selamat dari bencana pada hari kiamat nanti, maka hendaklah ia meringankan beban hutang orang yang kesulitan atau membebaskannya sama sekali!”.
Bab: Orang yang mendapati barangnya pada orang yang sedang bangkrut (pailit)
(965) Dari Abu Huroiroh: bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah bersabda: “Apabila seseorang mengalami kebangkrutan, dan pihak penghutang mendapati barangnya padanya, maka ia paling berhak mengambil barang tersebut”.
Bab: Jual-beli dengan Gadai
(966) Dari ’Aisyah: “Sesunggunya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- pernah membeli dari seorang Yahudi makanan dengan kredit, dengan menggadaikan baju perangnya yang terbuat dari besi”.
Bab: Memesan buah-buahan
(967) Ibnu Abbas mengatakan: ketika Nabi -shollallohu alaihi wasallam- datang ke Madinah, para sahabat banyak melakukan transaksi pemesanan buah-buahan, dengan jangka waktu 1-2 tahun. Melihat hal itu Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- mengatakan: “Barangsiapa memesan (buah), maka hendaklah ia memesan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan jangka waktu yang jelas!”
Bab: Tentang Syuf’ah
(968) Jabir mengatakan: Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– memutuskan hak syuf’ah untuk setiap lahan milik bersama yang belum dibagi, baik berupa rumah ataupun lahan tanah. Tidak boleh seorang pun menjualnya, sehingga ijin kepada rekanannya, jika rekan itu menghendaki, ia boleh memilih untuk mengambilnya atau meninggalkannya. Dan apabila seseorang menjual barang milik bersama tanpa izin rekanannya, maka rekan tersebut lebih berhak untuk membelinya.
Bab: Menyandarkan kayu di tembok milik tetangga
(969) Dari Abu Huroiroh: Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kalian, melarang tetangganya untuk menyandarkan kayu di temboknya!” Abu Huroiroh berkata lagi: “Mengapa ku lihat kalian berpaling?! Sungguh demi Alloh aku akan tetap mengarahkan sabda ini (walaupun) ke pundak-pundak kalian!”
Bab: Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara dholim, ia akan dibebani dengan tujuh lapis bumi darinya
(970) dari Urwah bin Zubair: Sesungguhnya Arwa binti Uwais pernah menuduh Sa’id bin Zaid, bahwa ia telah mengambil sebagian tanahnya, kemudian ia melaporkannya kepada Marwan bin Hakam. Apakah aku masih berani mengambil sebagian tanahnya, padahal aku telah mendengar sabda dari Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam– ?! Marwan menanyakan: apa yang pernah kamu dengar dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam– ? Sa’id menjawab: “Aku pernah mendengar Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zholim, ia akan dibebani dengan tujuh lapis bumi darinya”. Marwan mengatakan: Aku tidak akan memintamu bukti apapun setelah ini! Akhirnya Sa’id mendoakan: “Ya Alloh, jika wanita itu ternyata bohong, maka butakanlah matanya, dan cabutlah nyawanya di atas tanahnya!” Urwah bin Zubair mengatakan: Akhirnya wanita itu menjadi buta sebelum ia meninggal, kemudian suatu hari tiba-tiba ia terperosok ke dalam lubang dan meninggal, saat sedang berjalan di atas tanahnya.
Bab: Apabila ada perselisihan dalam menentukan lebar jalan (yang berada di antara dua lahan), maka ukuran lebarnya dijadikan tujuh hasta[10]
(971) Dari Abu Huroiroh: Sesungguhnya Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Apabila kalian berselisih dalam (menentukan lebar) jalan (yang berada di antara dua lahan), maka ukuran lebarnya dijadikan tujuh hasta”.
Alih bahasa oleh: Addariny, selesai di Madinah 1 juni 2009
[1] Maksud kartu jatah rezeki di sini adalah kartu yang diberikan oleh penguasa pada waktu itu, kepada orang yang berhak menerimanya, berisi tulisan bahwa pemegang kartu ini, berhak mendapatkan jatah dalam jumlah tertentu, berupa makanan atau yang lainnya. (syarah shohih muslim: Imam Nawawi)
[2] Tsun-ya adalah: Menjual sesuatu dengan pengecualian yang tidak pasti pada bagiannya, misalnya dengan mengatakan: “Aku jual tumpukan kurma ini, kecuali sebagiannya”
[3] Hewan yang Mushorroh adalah: Hewan yang tidak diperah beberapa hari, hingga ambing susunya penuh, tujuannya agar susunya kelihatan subur.
[4] Jual-beli hashoh adalah: Jual beli dengan menggunakan media kerikil, misalnya dengan mengatakan: “Aku jual tanah ini, dari tempat aku berdiri sampai tempat jatuhnya kerikil ini” atau “Aku jual barang ini, dan kamu punya khiyar sampai dilemparkannya kerikil ini” atau “Diantara baju-baju itu, yang kamu beli adalah baju yang kena lemparan kerikil ini, dengan harga sepuluh ribu rupiah” dsb.
[5] Praktek Najasy, misalnya si A mempunyai barang yang mau dijual. Kemudian datang si B memberinya harga yang lebih tinggi, bukan karena ia akan membelinya, tetapi untuk menipu orang lain agar berani membelinya lebih mahal, sehingga pemiliknya mendapat untung lebih besar.
[6] Misalnya dengan pergi ke penjualnya dan mengatakan: “minta kembali barangmu!, nanti aku beli dengan harga yang lebih tinggi”
[7] Yang dimaksud dengan orang kota di sini adalah: orang yang tahu harga pasar, dan biasanya tinggal disekitar pasar tersebut, sedangkan yang dimaksud orang desa di sini adalah: orang yang biasanya datang dari luar daerah, dengan membawa banyak barang dagangan (bakul), dan untuk sesaat saja. Karena kedatangannya yang sesaat, maka ia ingin segera menghabiskan barang dagangannya, karena itulah ia biasanya menjualnya dengan harga murah, sehingga masyarakat diuntungkan dengan kedatangan mereka.
[8] Shorf adalah jual beli emas dengan emas, atau emas dengan perak, atau yang sama hukumnya dengannya seperti uang. (’Aunul Ma’bud syarh Sunan Abu Dawud, hadits no 3345)
[9] Hawalah adalah: Pengalihan kewajiban melunasi hutang, yang dilakukan oleh pihak pertama, untuk pihak kedua, kepada pihak ketiga yang mempunyai hutang kepada pihak pertama, dengan nominal minimal senilai dengan nominal hutang pihak pertama kepada pihak kedua.
[10] Satu hasta, kurang lebih 18 inchi
suka baca kiab ya?
ustaz dong ni
ya… alhamdulillah… mending baca kitab kan… dari pada baca komik…??
ga harus ustadz kan… yang boleh baca kitab…
syukron banget komen-nya…
wassalam…
bagaimana jika seorang menjual dengan cara yang tak sesuai dengan hukum islam, melainkan dengan hukum yang tercantum dari setiap daerah (hukum adat)?
lantas bagaimana dalam meluncurkan sebuah hukum islam tentunya jika setiap daerah lebih kepada adat di setiap etnik bangsa???
Hukum menjual itu yg penting tidak menyelisihi hukum syariat, tidak ada unsur judi, tidak ada riba, dan tidak ada saling menzholimi… jika syarat-syarat ini terpenuhi insyaAlloh jual belinya sah dan tidak menyelisihi syariat… sesuai hukum adat atau tidak, itu tidak mempengaruhi hukum jual beli… bisa jadi sesuai adat, sesuai jg dg syariat… wallohu a’lam.
assalamu’alaikum ww. ana copy ya. SYUKRON JAZILAN